Di
Pondok Jampes, Kiyai Ihsan yang mendapati Sarkamid tak juga datang ke masjid karna
masih mandi di Kali Berantas untuk Shalat Jum’at, mengungkapkan bahwa “jika adzan
kedua berkumandang dan dia belum juga muncul, dengan izin Allah, kuharap dia
takkan lagi kembali ke pondok ini”. Hari-hari pun berlalu hingga Kiyai Ihsan
wafat, dimana beberapa tahun kemudian saat haul seekor buaya putih (Boyo Seto)
muncul dari Kali Berantas menuju pondokan.
Dalam
sebuah perjalanan, Sunan Kudus yang disapa oleh Kebo Kenongo, menjawab sapaan
tersebut dengan sedikit masam karena mengetahui bahwa Kebo Kenongo merupakan
murid Lemah Abang.
Di
sebuah pesantren di Cirebon, tanpa sepengetahuan sang Kiai, seorang santri lelaki-perempuan
memadu kasih di pekuburan, tepatnya di bangunan kecil tempat menyimpan keranda
jenazah. Juru kunci makam yang memergoki keduanya dengan ngeri, mendapati si
lelaki tidak bisa mencabut zakar-nya, juru kunci pun pergi menemui sang Kiai
dan Warga pun saling berteriak “Gancet di kuburan!”.
Menerima
tawaran untuk meninggali sebuah rumah di daerah pinggiran Trosobo, Sepanjang,
Surabaya, mengarahkanku untuk didatangi oleh makhluk-makhluk halus sekitar
tengah malam, seperti tuyul dan Asu Blang Menyunyang.
Ketika
aku mondok di Denanyar, aku dan kawan-kawan santri mendirikan geng berjuluk
Geng Jamil. Dimana setiap kegiatan akan ditutup dengan lagu-lagu kocak Doel
Sumbang, salah satunya berjudul Ceu Romlah.
Mendapati seorang wanita
cantik terlempar karna tertabrak mobilnya, si pemilik mobil segera keluar dan
menanyakan keadaan wanita cantik tersebut. Namun ia langsung pergi meninggalkan
wanita tersebut setelah mengetahui bahwa wanita tersebut baru saja diusir oleh majikannya
karna menderita AIDS.
Warga asrama Pondok
Sunan Pinoleh resah dengan adanya hantu
berwujud jempol hingga salah satu santri, Musbikin, menjalankan Aji Wirid Sumber Geni.
Mengetahui sang ayah
mati karna ulah pelacur berkalung belati, Badrun dilanda kemarahan besar yang
mengarahkannya meladeni seorang pelacur, dimana dalam prosesnya Badrun merapal
sejenis mantra, mengarahkan penemuan sesosok mayat keesokan harinya.
Ronggowarsito memenuhi
panggilan Sultan Paku Buwana IX untuk meramalkan kandungan Permaisuri, dan
mengucapkan kata “Hayu”. Dalam kegelisahan, Sang Sultan yang gembira mendapati
datangnya seorang putra berusaha mencemooh Ronngowarsito hanya untuk mendapati
Ronggowarsito mengungkapkan bahwa “Hayu” berarti seseorang yang memiliki kewibawaan
yang mengagumkan.
Sarmadi memenuhi ajakan
Kiai Kholil untuk menemaninya mengobrol, dimana Kiai Kholil kemudian
menanyakan; “apakah amal ibadah serta cara saya mencari ilmu dan mengajarkannya
kepada para murid telah diridhoi oleh Allah!?”
Mei, 2000, Sumi (sang
istri), yang mendapati suaminya, Barto, kesetanan, diiringi Gunatmo (sang anak
yang berusia 5 tahun) yang menjerit-jerit ketakutan, segera pergi menemui Kiai
Sembir (sesepuh kampung Medelek) dan menceritakan apa yang terjadi. Tak lama
kemudian, Barto ditemukan meninggal setelah menghantam-hantamkan kepalanya ke
tembok kuburan Medelek.
Di kereta api jurusan Jakarta-Surabaya,
seorang Kiai yang kebelet pipis, dan mendapati toilet pria tengah penuh, nyelonong
ke toilet wanita dan mengatakan “Ini juga khusus untuk wanita!”.
Pada 21 April 2006, di
toko buku loakan milik Mas Wahid di Pasar Beringharjo, saya temukan buka lawas
berjudul Maleise Bloemlezing: Uit Hedendaagse Schrijvers disusun oleh Dr. G.W.J.
Drewes, 1947. Salah satu cerita berjudul Gurau Senda di Satoe Sawal karya M.
Kasim; mengisahkan perseteruan Si Lengkong dengan sang istri perihal masakan
sang istri di Bulan Puasa sehingga Si Lengkong menjatuhkan cerai, namun
kemudian menyesal.
Di sebelah barat
kampung Kalangbrek, terdapat makam Wali Jumadil Makbul dan seringkali muncul
kunang-kunang di malam Jum’at Legi. Makam keramat tersebut diziarahi banyak orang, lebih-lebih mereka yang hendak melaksanakan
ibadah haji.
Di kuburan ini, dibawah
pohon kamboja, kuperingati kepergian Kiai Abdullah (11-04-2004), yang menunjukkaan
kesakitan amat sangat di hari-hari terakhirnya.
8 Februari 1868, kapten
Tack pergi menemui Amangkurat II agar menyerahkan Surapati dkk, yang telah
melarikan diri atas perintah Sunan. Mengetahui apa yang terjadi, Tack mencemooh
kepengecutan Surapati dkk hanya untuk mendapati serangan mendadak dari mereka.
Sekitar pukul 04.30 WIB,
lambat-lambat lantunan istighfar berkumandang, dilanjutkan dengan lantunan 5
bait tembang jawa karya Ahmad Zamzuri, yang menerimanya dari Kiai Abdullah,
dari Jamiun.
Kapten Duyvens dari
Kompeni sempat dibikin gerah dan kopat-kapit sebab tingkah nyeleneh Demang
Urawan yang homoseks.
Mengetahui Kiai Sangidin
tengah stroke parah, Kiai Sukimin pergi menjenguk dan mendapati bahwa Kiai
Sangidin kurang menjaga kesehatan karna disibukkan oleh pengajian dan usaha
materialnya.
Nasrul Hadi yang memiliki
silsilah keturunan Sultan Agung Mataram mendapati sang kiai di pondoknya
meninggal dunia keesokan hari setelah meminta dipijit padanya. Setelah
berpindah-pindah pondok, Nasrul Hadi mondok di Langitan dibawah asuhan Kiai
Faqih (1978-1983). Dimana dalam prosesnya, terjadilah kisah sebuah kitab, berdakwah
di Compreng Tuban, kursus percetakan dan afdruk foto di Paiton Probolingo,
hingga akhirnya kembali ke kampung halaman dan mendirikan Ponpes Salafiyah
al-Muhsin pada 1993 bersama abahnya, Kiai Abdullah, dan kakaknya, Kiai Munahar.
Menanggapi penuturan
panjang seorang pria asing perihal ilmu makrifat, Kiai Siroh mengungkapkan;
“menghitung bulu mata saja saya tak bisa, apalagi ilmu makrifat!”.
Kiai Munawi yang tengah
mengkaji kitab shalawat setelah acara shalawatan di rumahnya, menanggapi
pertanyaan seorang pria yang mengaku sebagai teman Basri perihal tangisan saat
pembacaan shalawat hanya untuk mendapati Basri tidak membawa siapa pun dalam
acara tersebut.
Di sebuah kampung di
daerah Wonokromo, Yogyakarta, undur-undur membangun rumahnya, beranak-pinak,
disertai dengan makam Kiai Srandil.
Samadikun asal
Banyuwangi menceritakan perihal kabut di makam Kiai Mbanjeng.
Di suatu subuh di
keramaian Pasar Trowono, seorang perempuan gila terbangun dengan tubuh nyaris
telanjang dan tampak menggigil kedinginan. Aku tersentak dari lamunan ketika
seorang lelaki bersorban mengamati dan kemudian menghardikku.
Syaikh Dumba bertanya
pada Syaikh Malaya perihal makna tersembunyi syari’at, tarekat, dan hakekat.
Dalam sebuah
perjalanan, Sunan Kalijaga yang mendengar tembang Cokrowolo; “lilo-lilo”,
menyarankan tembang yang lebih baik; “la ilaha illallah”.
Demak, 2005, Kiai
Dulkotop yang mengisi pengajian di sebuah kampung terpencil, ratusan kilometer
dari pesantrennya, marah besar mendapati amplop yang diterimanya hanya 100
ribu. Ia pun mengucapkan sumpah serapah dan meminta tambahan 300 ribu yang
kemudian ia berikan pada takmir masjid untuk pembangunan masjid tersebut.
Usai main bola di
lapangan Banjardawa, kami yang dihukum oleh Gus Najib, mendengarkan Iswandi menyanyikan
lagu Doel Sumbang berjudul Dongeng Cinta WNI yang menceritakan Monyet Jebolan
Pesantren.
Hanya aku (Kalasrenggi)
yang menemani hari-hari terakhir Kiai Sarkesot yang dikenal dungdeng (sakti)
sebagai pelindunng para berandalan, dimana pesantrennya telah bubar dan
istri-istrinya minggat, memberikan nasehat padaku yang menegaskan agar tak
mengikuti jejaknya.
Suatu sore, Kiai Azizi
menghampiri Kiai Subki, menyarankannya untuk menikah, mengarahkan Kiai Subki
menceritakan kisah kelamnya.
Kelima santri Dresmo yang
terlelap di trotoar dikejutkan oleh salah satu teman mereka yang memimpikan Serdadu
Malaikat Zabaniyah.
Sarkadul merasa bangga
menerima ilmu kebal dari Kiai Tambir dari Kiai Kartosuwiryo. Dan mendengar
kabar bahwa Kiai Tambir menguasai ilmu Lelampah Banyu, Sarkadul pun segera
pergi menghadap hanya untuk mendapati Kiai Tambir mengarahkannya pada Si Maun,
tukang adzan musholla.
Atas pesan dari Kiai-ku
di Pesantren Termas, aku menjalankan 33 hari dalam 33 perjalanan.
Setelah menziarahi
makan Raden Alif di Betek Mancilan, Jalamayang beristirahat sejenak bersama Syaikh
Kanigoro yang kemudian mengungkapkan ke-wali-an seseorang yang lewat. Maret 1789,
Jalamayang kembali menziarahi Raden Alif dan mendapati makam Sayikh Kanigoro,
dimana Jalamayang kemudian juga mendapati keberadaan waliyullah tersebut.
Selepas Shalat Subuh,
Sunan Bonang menghampiri Syaikh Malaya yang mengungkapkan tidak tahu harus
berdoa apa, sehingga Sunan Bonang pun menegurnya.
Dengan bantuan Kiai
Kalamadun, Kiai Dulkematkemut berusaha mengobati Markaban, santrinya yang kesurupan
di hari terakhir menjalankan amalan Nurbuat. Dalam prosesnya, Kiai Kalamadun
menjadi tak sadarkan diri, sementara Kiai Dulkematkemut ikut kerasukan. Menjelang
hari ke-9, Kiai Dulkematkemut pulang dalam keadaan pucat setelah diselamatkan
oleh Syaikh Khidir dan Kanjeng Sunan Kalijaga, yang kemudian memberikannya amalan
Suluk Rumeksa ing Wengi.
Sukardi kembali
mengantarkan Kiai Sulami makan gudeg di warung langganan. Namun dalam
prosesnya, Kiai Sulami turun di tengah jalan dan mengungkapkan bahwa ia melihat
semua orang telanjang. Sukardi pun menimpali, sehingga ia digaplok Kiai Sulami.
Tanpa mengiraukan
pertanyaan Pak Jalal, Parno merenungi keadaannya yang sekarang mengikuti besan
berkelana mengemis ke tempat-tempat jauh.
Dalam acara tamasya
akhir tahun kelas II Aliyah di Pesantren Denanyar Jombang di pantai Sine
Tulungagung, Iswandi menyanyikan lagu; Aku si Raja Goda.
Di bus Sumber Kencono,
dalam perjalanan antara Ngawi-Madiun, Mbok Sulami dengan merdu menyanyikan
tembang Jawa.
Sehabis gaji malam,
seorang santri yang kebelet berak, menyambar apa saja yang ada di hadapannya
dan lari pontang panting menuju menara pondok. 3 hari kemudian, Pondok Tambak Beras
digemparkan oleh seonggok tahi berbungkus kertas al-Qur’an, diikuti dengan
kabar meninggalnya seorang santri dilindas spur tebu di rel depan pondok. Di
sumur pondok dimana santri tersebut di mandikan, seringkali muncul hantu ‘Sumur
Tali Usus’.
Mengikuti ajakan kedua
temannya untuk beroperasi, Pak Sersan mendapati Wak Haji tengah berpacaran
dengan istrinya. Sapuan maut pun tak terhindarkan.
Menanggapi penuturan temannya
yang sudah dari dulu mengingikan pigura foto Gus Miek di rumahnya, Cak Kan dengan
tegas merelakan pigura tersebut pada si teman sambil menunjuk dadanya.
Di Mangunsari,
Tulungagung, santri-santri Al-Thahiriyyah memandikan mayat seorang gelandangan
tua yang meninggal di emperan musholla,yang kemudian diiringi bau wangi tak
terbayangkan. Kiai Fatah kemudian menerima wasik yang mengungkapkan bahwa gelandangan
tersebut adalah seorang Waliyullah bernama Duladhim.
Selasa, 8 Agustus 2006,
saya meluncur ke Dsn. Kebokicak, Ds. Dapur Kejambon, dan ditemui oleh Kiai
Hafidz yang menceritakan sejarah Islam di kampung tersebut. Dimana Kiai Hafidz kemudian
memberikan saya amalan “Niat Ingsun Padhang Ati”.
Menanggapi pertanyaan
seorang pria perihal larangan anggur dalam Islam, seorang guru sufi mengungkapkan
bahwa “Itu tergantung dari kebesaran jiwamu, ibarat anggur dalam air di baskom
dan ibarat anggur dalam lautan. “
Kiai Zainuddin meminta
sopir menghentikan oplet-nya disebabkan ada kuda lewat, dimana kuda tersebut mirip
kuda Kiai Sholeh Langitan.
Mukadal yang sudah
puluhan pekan bersila di amben pondok Kiai Wakidat di pucuk Gunung Klotok demi
warisan Syaikh Amongraga, menerima makian keras yang diikuti ilmu Manunggaling
Cecak lan Kopi.
27 Mei 1994, kala
pelajaran baca kitab kuning at-Tahdzîb yang digelar Ustadz Najib Muhammad,
Iswandi diskors dengan hukuman mengangkat satu kaki kanan-nya sambil bernyanyi,
dimana Iswandi menyanyikan lagu Doel Sumbang berjudul “Aku Tikus dan Kucing”.
Mendapati penyakit
stroke-nya semakin parah, Kiai Sokeh memakai helm saat ke kamar mandi.
Di sebuah daerah
terpencil di Lasem, dikisahkan ada sebuah makam auliya dengan dua patung naga
bertengger di atas gerbang. Dua Kiai (Kiai Baidawi dan Kalawi) yang tak saling
mengenal bermaksud untuk menghancurkan patung tersebut, dimana salah satunya
ditemui arwah auliya makam tersebut di tengah perjalanan.
Sebagai sesama murid Kiai
Sukriwan, Marhusen yang telah sukses secara materi, mengunjungi dan mengajak
Marhasan untuk ikut dengannya dan meninggalkan wasiat kiai mereka (menulis
kitab mujarabat dan menelusuri makam-makam keramat) hanya untuk mendapati penolakan
mentah.
Kiai Munali pergi
meninggalkan pesantrennya untuk menyepi dan mempelajari ilmu tasawuf hanya
untuk mendapati dirinya berubah menjadi kucing disertai perintah agar kembali
ke pesantren.
Tatkala Kiai Suliman
wafat, Kiai Munib yang datang melayat, tersenyum setipis silet sembari menatap
beberapa orang yang ada di sekitarnya, lalu berkata, “Yang lahir, lalu mati.
Maka, kembalilah apa yang musti kembali.”
Tukimin terlibat
perbincangan dengan Kiai Bardud perihal kematian Supri, tetangganya yang masih
muda, yang rajin ngopeni masjid di kampung.
Saat berkunjung ke
Makam Pitu Tralaya, Mojokerto, saya bertemu dengan Matdrakim yang kemudian
memberikan foto Gajah Mada dan Sabdopalon. Gajah Mada sendiri dinisbatkan masuk
Islam dengan nama Ki Ageng Tukum. Dimana Gus Lilik mengungkapkan bahwa foto
Gajah Mada tersebut merupakan foto Patih Logender.
Dalam pengiringan
jenazah di Kampung Buduran pada 29 Juli 2007, keluarga korban mengingatkan
bahwa tidak ada yang bisa kita bawa setelah mati selain amal, dimana ia juga
mengungkapkan bahwa tidak mengadakan acara apa-apa di rumahnya.
Kiai Mukmin merupakan
kiai terkenal dengan ribuan santri, selalu dihormati oleh orang-orang di
sekitarnya yang selalu membungkukkan badan, hingga ia mendapati seorang tukang
rumput bernama Baridin tidak melakukan hal tersebut.
Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca
bukunya [sebagai pengingat].
- bagi yang belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika
tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.
0 comments:
Post a Comment