Friday, November 22, 2024

Sinopsis "Api Sejarah Jilid 1 - Ahmad Mansur Suryanegara" Bahasa Indonesia

 Api Sejarah Jilid 1
by: Ahmad Mansur Suryanegara

Besar kemungkinan bahwa Islam dibawa para wirausahan Arab ke Asia Tenggara pada abad pertama dari Tarikh Hijriah atau abad ke-7 M. Hubungan niaga antara Arab dan Cina telah terjalin sebelum Rasulullah Saw lahir, dan kapal-kapal dagang Islam berlayar sampai Samodra Persia (India). Upaya Barat dalam mempertahankan penjajahannya ialah dengan mematahkan potensi pasar yang dikuasai umat Islam, sebagaimana pendistorsian penulisan sejarah Wali Sanga. Hal ini ditegaskan dengan ditemukannya mata uang Islam di wilayah Eropa, Inggris, dan Rusia, namun langka dalam informasi sejarahnya, dan di Indonesia pun ditemukan Mata Uang Islam abad ke-15, mata uang dinar Kesultanan Goa abad ke-17, juga mata uang perak VOC yang bernuansa Islam abad ke-18. Kekuatan penyebaran Islam terletak pada; penguasaan pasar, kemasjidan dan Pendidikan, kekuasaan politik (kesultanan), penguasaan maritim dengan niaga lautnya, dan kesadaran Hukum Islam. Betapa dahsyatnya produk dakwah para dai dan wirausahawan mala lalu, mampu menjangkau wilayah yang sangat luas: luas daratan Indonesia 1.904.307,7 km2, sama luasnya dengan jumlah luas Belanda + Belgia + Jerman + Perancis + Italia + Spanyol. Sejak nabi pertama (Adamm as) hingga Nabi terakhir (Muhammad saw), seluruhnya menyatakan diri sebagai muslim (QS. 2: 136 dan 3: 84), di antaranya disebut sebagai Ulul Azmi; Nuh (dituliskan namanya dalam al-Qur’an 43 kali), Ibrahim (67 kali), Musa (136 kali), Isa (25 kali), dan Muhammad (5 kali). Penyebutan tersebut sebagai koreksi al-Qur’an terhadap Taurat (Musa), Zabur (Daud), dan Injil (Isa), sebab Islam adalah agama yang dibawa oleh 25 Nabi dan Rasul.

Wahyu Allah disampaikan Malaikat Jibril kepada seorang wirausahawan yang ummi, Muhammad, di sebuah bukit gersang; Jabal Nur dengan guanya, Gua Hira. Gerak sejarah Islam (kelompok kecil minoritas yang penuh kreativitas) tidak dari istana ke sitana, melainkan dari pasar ke pasar. Ketandusan Jazirah Arabia dijawab oleh Rasulullah saw dengan 40 ayat tentang lautan atau maritim sebagai “wasiat politik kelautan”, dimana Islam di Indonesia dikembangkan dengan jalan damai. Sulaiman as-Sirafi mengatakan bahwa terdapat wirausahawan Muslim di Sula (Sulawesi) pada abad ke-2 H, ditegaskan dengan nama Maluku yang berasal dari al-Muluk, dan Toba yang berasal dari Thayyiba. Ketika berusia 12 tahun, Muhammad ikut serta berniaga ke Syiria dan mendapat sambutan hangat dari Bahira di Busra, dimana beliau mulai berkhalwat di Gua Hira pada usia 30 tahun tanpa menghentikan perniagaannya. Muhammad bin Abdullah lahir pada 570 M di Makkah, menerima wahyu pertama (QS 96: 1-5) pada Ramadhan 610 M, dan terakhir (QS 5: 3) Dzulhijjah 632 M, dimana mushaf al-Qur’anul Karim terkumpul pada kekhalifahan Utsman (24-36 H / 644-656 M). Penolakam kaum Quraisy Makkah atas agama Tauhid mengungkapkan bahwa setiap upaya dakwah akan selalu mendapatkan perlawanan (QS 6: 112 dan 25: 31) diikuti dengan makar, dimana Rasulullah mengingatkan Abu Bakar; “La tahzan innallaha ma’anaa” (QS 9: 40). Setibanya di Yatsrib, Nabi memberikan nama Madinatun Nabi (Kota Nabi), diikuti dengan membangun komunitas politik keagamaan berupa Piagam Madinah (622 M). Untuk menegakkan tata kehidupan masyarakat Madinah, Rasulullah membangun Masjid Quba, dimana kiblat kemudian beralih dari Masjidil Aqsha ke Ka’bah, Masjidil Haram. Islam mengajarkan perang sebagai tindakan mempertahankan diri terhadap agresi yang dilancarkan Quraisy Makkah (QS 2: 194), hingga tercapailah Futuh Makkah (20 Ramadhan 8 H/630 M), sehingga konta niaga antara Nusantara dan Arabia terjalin kembali. Islam memberikan tempat yang mulia dan perlindungan terhadap wanita atau istri (QS 4: 37). Selepas Futuh Makkah, Rasulullah melaksanakan amnesti umum untuk menghilangkan rasa permusuhan dan menjawab ancaman dari luar; Kekaisaran Nasrani Romawi dan Majusi Persia. Seratus tahun kemudian, pengaruh Islam telah membentang jauh keluar dari Jazirah Arab (di Barat; Eropa hingga Prancis, di Timur; India dan China serta Nusantara, di Utara; Rusia Selatan, dan di Selatan; Afrika Selatan) sebagai praktek penguasaan bahari atau maritim (40 ayat al-Qur’an tentang kelautan). Dibawah kekhalifahan Abu Bakar (11-13 H), disibukkan dengan penumpasan gerakan nabi palsu (Tulaynah dan Musailamah) dan upaya pemadaman gerakan kesukuan (pimpinan Ikrimah bin Abu Jahal). Dibawah kekhalifahan Umar bin khaththab (13-24H), Islam berhasil menandingi kekuatan maritim Kekaisaran Persia dan Romawi (Palestina dan Syiria pada 15H, Persia pada 17H, Mesir pada 20H), dimana dalam prosesnya diberlakukan sistem pembagian tanah di luar Jazirah Arab dan Kalender Islam. Dibawah kekhalifahan Utsman bin Affan (24-36H), al-Qur’an dibentuk dalam satu mushaf (30 juz, 114 surah, 540 halaman, dengan simbol angka 19), dimana al-Qur’anul Karim memiliki 54 nama. Dibawau kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (36-41H), pusat pemerintahan Islam dipindahkan ke Kufah, Irak, sebagai wilayah yang subur dan pelabuhan niaga yang ramai. Kekuatan maritim Islam semakin berkembang pada masa Umayah I (41-133H) di Damaskus dan Umayah II (7711-1031M) di Cordova, sementara Dinasti Abbasiyah (133-656H) di Bahgdad. Kemakmuran Khilafah Abbasiyah (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) membangkitkan kalangan Syi’ah membangun Khilafah Fayimiyah di Mesir (969-1171M), dan berdirinya Kesultanan Turki (1055-1924M). Invasi Mongol dibawah pimpinan anak Genghis Khan; Hulagu (656H), menjadikan Dinasti Genghis Khan memeluk agama Islam, sebagaimana munculnya Kesultanan Moghul di India (1526M) dan sikap ke-Islam-an Raja Baraka Khan (1256-1267M), dimana bangsa Mongol berpartisipasi aktif dalam pengembangan Islam di Cina, Rusia, dan India. Pada masa Khilafah Umayah serta Abbasiyah, muncul pakar hukum yang dikenal sebagai Ahli Fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Pengaruh Islam terhadap Bangsa Arab, Mongol, dan Barat, merupakan pengaruh ajaran wahyu Muhammad yang ummi, yang diangkat sebagai Rasul di sebuah Gua Hira di Jabal Nur. Pengaruh dari perkembanhan kekuasaan politik dan ajaran Islam di Timur Tengah, India, dan Cina, melahirkan kekuasaan politik Islam di Nusantara Indonesia.

Hakikat gerakan dakwah awal Rasulullah saw sangat sederhana, namun ternyata penegakan hakikat kehidupan secata kodrati selalu dihadapkan pada adanya lawan. Islam masuk ke Nusantara Indonesia melalui; Gujarat abad ke-13M (Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje), Makkah abad ke-7M (Prof. Dr. Buya Hamka), Persia (Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat), Cina (Prof. Dr. Slamet Muljana), Maritim ke-7M (N.A. Baloch). Perkembangan Islam di Nusantara tidak lepas dari motivasi kekuasaan, dimana para Boepati merasa terancam oleh kedatangan imperialis Barat, diikuti dengan masuknya ajaran tasawwuf pada masa perkembangannya. Angka tahun nisan Syaikh Mukaidin 670M dan Berita Cina Dinasti Tang perihal pemukiman Arab Muslim di Sumatra pada 674M, ditegaskan oleh keterangan Syaikh ar-Rabwah bahwa wirausahawan Muslim memasuki kepulauan ini pada masa Khalifah Utsman bin Affan (644-656M). Ada perbedaan antara masuknya agama Islam (7M) dan perkembangan agama Islam (13M) di Nusantara, disertai dengan strategi pemerintah kolonial Belanda yang anti Islam melalui penulisan sejarah. Hal ini sebagaimana berdirinya Kesoeltanan Samodra Pasai 19 tahun sebelum Keradjaan Hindoe Madjapahit (1275), juga keberadaan nisan Soeltanah Fatimah binti Maimun (11M). Wirausahawan membawa Islam ke Nusantara dalam toleransi, sebagaimana adanya makam-makam Jawa Muslim di dekat situs istana Keradjaan Hindoe Madjapahit. Dengan demikian, masuknya Islam dan perkembangan Islam ke Nusantara Indonesia diawali oleh wirausahawan Arab, diikuti wiraniagawan India dan Cina, dimana Ulama dan Santri tidak pernah absen dalam setiap perjuangan membela tanah air.

Rasulullah sebagai uswatun hasanah dengan wahyu Allah, ditampilkan sebagai pemimpin pembaruan yang membangkitkan kesadaran kebersamaan dalam perbedaan (QS. 49: 13). Kesejarahan Adam dan Hawa mengungkapkan bahwa awal peristiwa kesejarahan dibangkitkan oleh kelompok kecil yang kreatif (a tiny creative minority), yang kemudian terbentuk masyarakat Islam yang memerlukan Khalifah (QS. 2: 30). Sebagaimana kaum Anshor yang landreform (penyerahan tanah) secara sukarela. Dalam Surah al-Baqarah, Allah mengungkapkan bahwa masyarakat yang heterogen–meskipun dibawah pimpinan Rasulullah–selalu terdapat tiga golongan masyarakat: beriman, kafir, dan munafik. Sebagaimana diteladankan Rasulullah, perang bukan hanya pertarungan sistem persenjataan fisik teknik, namun juga sistem persenjataan sosial. Rasulullah mencontohkan: kehidupan yang tandus sebagai pemotivator, usaha sebagai bentuk melepaskan diri dari ketergantungan materi, energi spiritual sebagai pendaya gerak kehidupan jasmani, menciptakan perdamaian, hakikat keselamatan hidup dengan belajar. Tantangan penjajahan barat (Keradjaan Katolik Portoegis dan Spanjol 16 M dijawab oleh Ulama dan Santri dengan masyarakat pesantrennya, bersama para sultan dan kekuasaan politik Islam. Kalangan orientalis mengungkapkan bahwa Islam dikembangkan dengan pedang, sebagaimana penulisan sejarah Islam di India, juga Indonesia (sebagaimana Kesoeltanan Demak), terlepas dari matius 10: 34. Genghis Khan berhasil melemahkan Turki Seljuk, namun Turki Ottoman berhasil bangkit, memengaruhi Dinasti Genghis Khan memeluk agama Islam. Bangsa Mongol meluaskan Islam ke India, Rusia, dan Cina, sehingga di Nusantara Indonesia pun bangkit kekuasaan politik Islam (kesultanan). Dalam CPCN (Carita Purwaka Caruban Nagari) karya Pengeran Arya Cirebon (1720) diungkapkan bahwa proses Islamisasi keluarga Praboe Siliwangi terjadi melalui pernikahan Islam. Hal ini menegaskan bahwa proses Islamisasi melalui jalan niaga dan pernikahan merupakan ciri umum spesifikasi Islam. Wirausahawan Muslim bertindak sebagai pelaku pasar, diikuti dengan kebutuhan pendidikan generasi muda, yang menghasilkan komunitas baru: Kekuasaan Politik Islam. Hali ini ditegaskan dengan adanya kekuasaan politik Islam di Aceh pada abad 9 M dan di Leran Gresik pada abad ke-11 M, dimana Keradjaan Katolik Portoegis menduduki Malaka pada 1511 M dan Protestan Belanda menduduki Jayakarta pada 1619 M. Imperialisme Barat dilahirkan dari Perjanjian Tordesilas Spanjol, 7 Juni 1494 M, setelah jatuhnya Granada dari tangan umat Islam. Terusirnya imperialis Keradjaan Katolik Portoegis dari Kalapa (1527M) dan Kesoeltanan Ternate (1575M) mengungkapkan bahwa gerakan imperialis maupun nasionalis dimotivasi oleh keyakinan agama. Pada abad ke-17 M datanglah gelombang kedua imperialis Barat, yakni Protestan Belanda dan Inggris, menjadikan Indonesia sebagai arena Perang Agama Katolik lawan Protestan sebagaimana di Eropa. Protestan dan Calvinisme melahirkan Kapitalisme dan berhasil melumpuhkan Katolik (1870M), dampak buruk terhadap buruh proletar melahirkan Komunisme, dan tumbangnya Tsar Nicholas II melahirkan Zionisme. Amerika Serikat terlahir dari Protestan Revolution (19 April 1775), pernah mengadakan kontak dagang di Agam SumBa sebelum Perang Padri (1821-1837 M), memaksa Jepang membuka negara; Indonesia diduduki Balatentara Dai Nippon (1942-1945), dan menyumbang $100jt untuk Israel. Realitas Sejarah Imperialis Barat di Eropa, berangkat dari Perang Agama antar Salib, Agama Katolik kontra Agama Protestan dan Calvinisme. Setelah Perjanjian Westphalia (1648 M), Goebernoer Djenderal Reyniers mengeluarkan Ordonansi Agama 1651 (melarang aktivitas non Protestan), dilanjutkan oleh Campoeijs (1684-1691). Nusantara Indonesia dijadikan arena Perang Agama Segitiga, perang Katolik-Protestan sekaligus penjajah melawan pribumi Islam. Di bawah kondisi tantangan imperialis Protestan Belanda, Soeltan Agoeng Mataram (1613-1645) bekerjasama dengan Dipati Oekoer melancarkan serangan ke Batavia (1628-1629), begitu juga Soeltan Ageng Tirtajasa Banten (1651-1683), juga pemberontakan Troenodjojo (1675-1680 M) dengan dukungan Soeltan Hasanoeddin Goa (1653-1669). VOC di Batavia melakukan pembunuhan terhadap bangsa Cina pada 1740 M. Napoleon Bonaparte menguasai Keradjaan Protestan Belanda dan mengangkat adiknya, Louis sebagai Radja (1806), dimanan VOC berakhir pada 1800 M disebabkan korupsi. Daendels dikirim untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, namun gagal, sehingga EIC (East Indian Company) dibawah pimpinan Raffles berkuasa di Pulau Jawa (1811-1816). Mendapati hal itu, Soeltan Jamengkoe Boeana II memberontak, begitu juga cucunya; Pangeran Diponegoro. Dengan memanfaatkan kelemahan imperialis Belanda dalam penguasaan laut, Kesoeltanan Aceh, Ambon, Ternaye, Makassar, Banjarmasin, dan Palembang, melanjutkan hubungan niaganya dengan Kesultanan Turki atau Kesultanan Mongol di India serta Cina. Mendapati hal itu, penjajah Protestan Belanda memberikan tanggapan keras, sehingga memicu pemberontakan dari Kapten Pattimura di Ambon, Perang Padri Imam Bondjol di Sumba, Perang Diponegoro di Yogyakarta,dan pemberobtakan, Soeltan Mohammad Safioeddin di Banten. Tertindih hutang berat kepada EIC, van den Bosch menciptakan natura (Sistem Tanam Paksa), 1830-1919 M, sekaligus sebagai upaya melumpuhkan Ulama dan Santri di kalangan petani. Hal ini disertai dengan penggunaan kekuatan Pangreh Pradja Pribumi, yang bergantung pada dana Taokeh Cina. Menanggapi hal itu, para ulama membangun organisasi perlawanan melalui gerakan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah, dimana perlawanan Hadji Wasjid di Cilegon (1888 M) bersamaan dengan Perang Batak (1872-1906 M) dan Perang Atjeh (1873-1914 M). Pembangunan tata kota pun berhubungan dengan keuntungan dari Tanam Paksa, dengan mengutamakan wilayah hunian penjajah. Hal ini ditegaskan dengan menjadikan kereta api sebagai Benteng Stelsel, dan Bandung sebagai kota kedua dalam pertahanan militer. Perpecahan Eropa sebagai negara-negara kecil sesama Salin (Katolik dan Protestan), mengungkapkan bagaimana keadaan Islam Nusantara Indonesia di hadapan penjajah. Wilayah pribumi Islam ditandai dengan adanya pohon beringin di tengah alun-alun sebagai simbol Syajaratul Thayiibah, sementara pohon cemara sebagai tanda kemurkaan Allah (QS. 34: 16). Area hunian pun dibagi-bagi antar etnis, begitu juga dengan pendirian sekolah, untuk memecah belah pribumi Islam. Politik Asosiasi melalui kebijakan diskriminatif disertai Politik Etis dalam program pendidikan dilakukan sebagai bentuk pembodohan terhadap pribumi. Keradjaan Protestan Belanda meluaskan kekuasaannya ke luar Pulau Jawa disebabkan; keuntungan Tanam Paksa, keruntuhan Negara Gereja Vatikan, dan penguasaan Kerajaan Anglikan Protestan Inggris atas Terusan Suez. Hal ini memicu Perang Padri (1821-1837 M), Perang Lampung (1832-1833 M), Perang Banjarmasin, Perang Batak (1872-1907 M), dan Perang Atjeh ( 1873-1914). Penguasaan Keradjaan Anglikan Protestan Inggris atas Terusan Suez (the key of India), meruntuhkan Keradjaan Katolik Prancis, terjajahnya Australia, Perang Mesir-Turki, juga Perang Turki-Rusia. Perjanjian London 1870 dan Perjanjian November 1871 mengungkapkan bahwa sejarah Indonesia merupakan sejarah Internasional. Jamaluddin al-Afghany (penggerak Pan Islamisme) memperingatkan bagaimana pandangan Barat terhadap Islam, sebagaimana dukungan mereka terhadap Saud dan pendirian Negara Israel. Pendirian PNI oleh Boeng Karno menunjukkan kuatnya pengaruh Syarikat Islam di masyarakat Indonesia, dan simbol Patung Diponegoro di Monumen Nasional pun menegaskan bahwa Ulama dan Santri sebagai pelopor perjuangan bangsa Indonesia. Perang Atjeh (1873-1914) merupakan hasil provokasi pemerintah kolonial Belanda dengan bantuan Oeleebalang, yang diikuti dengan perang gerilya (-1942) dibawah pimpinan Tjoet Nja Dhien, istri dari Teoekoe Oemar, menewaskan sekitar 17.000 serdadu Belanda. Dalam prosesnya, Prof. Snouck Hurgronje, pakar agama Islam dan bahasa Arab, ikut membantu pihak Belanda. Ulama dan umat Islam menjawab tantangan imperialisme modern dengan menjadikan pasar sebagai arena pembangkitan kesadaran nasional, sebagaimana berdirinya Sjarikat Dagang Islam (SDI, 1905).

— 281-434 (hilang)

Untuk menanggapi problematika masyarakat, Hadji Samanhoedi mendirikan Sjarikat Islam pada 16 Oktober 1905, yang diperjuangkan oleh Oemar Said Tjokroaminoto dan memperoleh pengakuan sebagai Badan Hukum pada 10 September 1912. Hal ini diikuti oleh KH Achmad Dahlan, yang mendirikan Persjarikatan Moehammadijah pada 18 November 1912, menyampaikan ajaran Islam dengan mengangkat harkat anak yatim dan kaum dhuafa melalui pembangunan sekolah dan pengaktifan MPKO. Gerakan tersebut berkembang cepat, dengan diikuti oleh beberapa organisasi. Menanggapi hal itu, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan Staat blad 1932, No. 494. Kuatnya Sjarikat Islam sebagai partai, terkendala oleh kepemimpinan yang sekaligus sebagai pimpinan Persjarikatan Moehammadijah, disertai dengan masalah furu’. Di Majalengka, KH Abdoelhalim mendirikan Hajatoel Qoeloeb (1911M), berubah menjadi Persjarikatan Oelama (1917M), dan kemudian menjadi Nahdlatoel Oelama (1926M). Sebelum NO (31 Januari), didirikan Nahdlatoel Wathan (1914) di Surabaya oleh Abdoel Wahab Chasboellah dan Mas Mansoer, yang memperoleh Badan Hukum pada 1916 M. Menanggapi debat fiqih di Nusantara Indonesia, diadakanlah al-Islam Congres Pertama, sementara Sjarekat Islam mengatasi timbulnya ideologi komunis, dimana penegakan kekhalifahan dibawah Kerajaan Arabia (Raja Husein dan Raja Ali, Ahli Sunnah wal Jama’ah) berubah menjadi Keradjaan Saudi Arabia (Raja Ibnu Saud, Wahabisme, yang mendapatkan dukungan Keradjaan Protestan Anglikan Inggris). Kegagalan Muktamar Khalifah di Kairo Mesir, diikuti dengan kegagalan Muktamar al-Islam Sedunia, melahirkan Nahdlatoel Oelama (Kebangkitan Ulama, 31-01-1926). Di Lombok, KH Muhammad Zainuddin Abdul Majid mendirikan Pondok Pesantren Daroennahdlatain Nahdlatoel Wathan (1935M), dimana beliau menjadi anggota Konstituante Fraksi Masjumi. Pertentangan furu dan khilafah, mengarahkan ulama untuk membangun sistem pendidikan pesantren modern, sebagaimana Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor (12 Rabiul Awwal 1345H/1926M) di Ponorogo, Madiun. Atas prakarsa Hadji Zamzam dan Hadji Joenoes, pada 30 Muharram 1342H berdiri Persatoen Islam, dengan Ahmad Hassan sebagai guru utama. Dalam perkembangannya, Persatoean Islam meloncat ke arah politik dan menolak partai politik dengan asas kebangsaan, dimana A. Hassan menjadi Menteri Agama Negara Pasoendan (negara boneka bikinan van Mook). Hal ini berbeda dengan muridnya, Mohammad Natsir, yang aktif pula di Partai Islam Indonesia (PII), dan menjadi Perdana Menteri NKRai (17 Agustus 1950M), dimana Khutbah Jumat di Masjid Persatoean Islam dilaksanakan dalam dua macam bahasa terjemahan. Dalam gerak juang Pembangkit Kesadaran Nasional Indonesia, para ulama dibuang ke Tanah Merah (Digul, Papua) dengan tuduhan PKI, yang didirikan orang-orang Belanda pada 1920M. Di kalangan pemuda Islam, muncul Jong Islamieten Bond (JIB) dibawah pimpinan R. Sjamsoerdjal (5 Jumadil Akhir 1343H/1925M), yang mengadakan kongres di Jogyakarta (Desember 1925,1927) dan Surakarta (Desember 1926). Partai Sjarikat Islam juga mendirikan organisasi khusus wanita SPI (1924), Comite Persatoean Indonesia (1926), Perserikatan Nasional Indonesia (1927). Ir. Soekarno mendirikan PNI (Perserikatan Nasional Indonesia, 4 Juli 1927), dan kemudian mendirikan PPPKI (17 Desember 1927) bersama denhan PSII, dimana Boedi Oetomo (anggota PPPKI sekaligus Jong Java) berupaya menegakkan Djawa Raja. Pada Rabiul Akhir 1347/1928M, PSII mendirikan Madjlis Oelama Indonesia. Organisasi Islam tersebut telah menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi organisasinya, yang semula dikenal sebagai bahasa Melayu Pasar. Mendapati keadaan Jong Java, R. Sjamsoeridjal keluar dan mendirikan Jonh Islamieten Bond (JIB, 5 Jumadil Akhir 1343 H), yang mendorong lahirnya Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI, 1926) dan Jong Indonesia (1927), dimana kedunya banyak berperan dalam Kongres Pemoeda II yang melahirkan Soempah Pemuda (28 Oktober 1928). Perlu dicatat bahwa Dr. Soekiman Wirjosandjojo merupakan pelopor pengubah istilah India, Hindia, atau Indische, menjadi Indonesia (11 Januari 1925), sekaligus pengesah Lambang Garuda Pancasila (1951). Pada awal masuknya agama Islam ke Nusantara Indonesia (abad ke-7M/1H), bahasa Melayu disebut pula sebagai bahasa Melayu Pasar, yang dituliskan dengan huruf Arab Melayu. Para Ulama juga mengenalkan Sang Saka Merah Putih (sekapur sirih dan seulas pinang, bubur merah putih, dan pembangunan rumah) sebagai Bendera Rasulullah saw (Kitab al-Fitan, sarung pedang Ali dan Khalid, juga karpet masjid). Kepeloporan Pemuda Pemudi Islam: Oemar Said Tjokroaminoto, Hadji Agoes Salim, Abdoel Moeis, dan Soekiman Wirjosandjojo, juga Kartini, Dewi Sartika, dan Rahmah Joenoesijah. Pembuangan para pemimpin partai yang radikal, memperkuat Partai Sjarikat Islam Indonesia dan Partai Islam Indonesia. Menanggapi hijrah sebagai asas, Partai Islam Indonesia (PII) dikukuhkan kembali, dan MIAI (1937) dibentuk untuk menanggapi Ordonansi Perkawinan. Hal ini mengarahkan PSII membentuk BAPEPPI (1938), dimana Parindra dan Gerindo bersikap kooperatif terhadap Belanda, diikuti oleh Parpindo. Dalam prosesnya, terjadi penghinaan terhadap Rasulullah saw melalui Madjalah Bangoen milik Parindra (Boedi Oetomo). Setelah mengadakan Kongres al-Islam Indonesia I di Surakarta (1358H/1939M), MIAI memiliki 17 anggota (ormas dan parpol). MIAI yang awalnya menggunakan nama KAII dalam kongresnya, kemudian diganti menjadi KMI, yang menuntut Indonesia berparlemen melalui GAPI. Menjelang Perang Dunia II (1939M), perjuangan ulama dihadang oleh organisasi kebatinan non-Islam dan partai-partai yang bekerjasama dengan penjajah. Kongres Rakyat Indonesia II (13-09-1941) membicarakan masalah ekonomi dan kemudian menjadi MRI dibawah pimpinan GAPI, MIAI, dan PVPN. Pada 16-11-1942, Mr. Sartono melakukan kudeta terhadap MRI, membuat PSII, POO, dan MIAI keluar dari GAPI dan MRI. Pada 8 Maret 1942, Belanda menyerahkan Indonesia tanpa syarat pada Letnan Jenderal Imamura (Panglima Balatentara Djepang) di Kalijati Subang Jawa Barat.

Terimakasih atas Pembelian Buku Original-nya!!

Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat].
- bagi yang belum membaca bukunya, disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.


0 comments:

Post a Comment

 
;