Kata
Kota Kita
By: Gramedia Writing Project
Dirga mengembuskan napas lega Ketika
ia akhirnya tiba di Ora Resort, diikuti sambutan hangat Shanna yang tak bisa ia
hadapi dengan santai. Meski begitu, Dirga berusaha menanyakan kabar Shanna,
juga Angga. Dirgayasa Mahendra menyapa Shanna, yang tengah santai bekerja dan
percakapan hangat pun terjadi di antara mereka. Dalam lamunan, Dirga menerima
ajakan Shanna Wiranega untuk ‘dance with me’, mengiringi music di malam hari. Keesokan
paginya, Dirga dengan terpaksa menuruti ajakan Shanna untuk lari pagi menyambut
sunrise, dimana percakapan mereka memaksa Dirga untuk mengajaknya kembali ke
Jakarta, dan Shanna pun tersneyum tipis dengan sebuah jawaban ‘Angga’.
Aku melarikan diri ke Pulau Dewata,
Bali, sendirian, dengan hati yang patah, dan Diana menannyakan keberadaanku,
diikuti dengan kedatanganya ke Bali beserta rencananya untukku. Diana
mengajakku ke jalan Legian dan memilihkan sebuah gaun untukku, gratis.
Setibanya di restoran, Diana memperkenalkanku (Thira) pada Made dan
meninggalkan kami berdua saja, dimana Made memesan nasi jenggo, dan aku pun
memesan menu yang sama. Made mengungkapkan bahwa ia mengetahui apa yang
menimpaku, apa yang kurasakan, juga mengungkapkan bahwa ia mencyukaiku, menyarankanku
untuk melupakan Evan, lalu beranjak pergi.
Seperti biasa, aku (Raga) masih
menunggu di halte bis, dengan taxi-taxi lewat dan ajakan-ajakan ojol yang
kutolak, lelah dengan kemiskinanku. Di pertemuan ketiga ini, Aku pun mencoba
berkenalan dengan Lindung, mahasiswi yang satu bis denganku, ia mengungkapkan
“Bus adalah hidpku. Aku merasa lebih bergairah untuk memulai dan mengakhiri
hari bersama kerumunan orang-orang itu.”
Aku menjadi saksi hubungan mereka,
Larisa dan Ragil, yang kembali bertemu di kafe Nyit Nyot setelah dua tahun
untuk membicarakan naskah mereka; Cinta dan Secangkir Cokelat Hangat, dimana
Larisa tengah menjalin berhubungan dengan Galang. Proses pembicaraan naskah
mengarah pada perdebatan dan saling menyalahkan, hingga Larisa meminta Galang
untuk menjemputnya.
Aku (Maddie) kesal mendapati Dad
mengajak si Bibir Tebal ke acara Mardi Gras di New Orleans minggu ini bersama
kami, bahkan dia ikut serta makan malam bersama kami. Mengikuti saran Lucas, teman
di dunia maya, aku pergi ke Bourbon Street bersama Lucas dengan maksud membuat
Dad berpisah dari si bibir Tebal. Namun, ternyata Lucas bermaksud buruk padaku,
membawaku ke gang gelap dan sempit bersama kedua temannya, dan si Bibir Tebal
(Loretta) datang menyelamatkanku.
Seperti biasa, Ayuna menjalani pagi
hari dengan berlari sepanjang taman kota di Manhattan, disertai alunan music.
Kali ini, Eren menelpon sedikit terlambat dibandingkan biasanya, dimana
kudapati ia berada di belakangku untuk kembali mengajukan pertanyaan itu,
disertai sebuah cincin. Namun, rasa itu tidak lagi ada, dan Ayuna tidak tahu
kenapa. Ayuna pun mengantar kepergian Eren di bandara, dimana Eren memberikan
pelukan hangat dan meminta Ayuna untuk bahagia.
Aku kembali tinggal di rumah peninggalkan
orangtuaku di Semarang sepeninggal suamiku, Anwar, dengan dua anak kecil, Mako
dan Rafie, bertujuan untuk mendapatkan hakku atas harta puska keluarga Lestari.
Berangkas tak juga dapat kutemukan hingga hari dimana kakakku, Henry dan Erna
melakukan perjalanan bisnis ke singapura dan menyerahkan semua kunci padaku.
Aku pun segera membuka brankas yang kutemukan di kamar mereka hanya untuk
mendapati emas batangan itu tidak ada, diikuti kedatangan Henry. Lima bulan
kemudian, di atas pesawat, Rafie mengungkapkan kerinduannya pada Mako saat
melihat awan-awan.
Aku menghadiri acara Saparan Bekakak
sebagai fotographer freelancer, dimana aku jatuh cinta pada pandangan pertama
pada Amon, seorang photographer (hobi) yang juga menghadiri acara tersebut dan
kemudian memintaku untuk menjadi guide-nya di Jogja. Di hari yang dijanjikan,
kami sarapan pecel sebelum pergi ke Borobudur, dilanjutkan dengan candi
Prambanan, diakhiri dengan Candi Ratu Boko setelah istirahat makan nasi gudeg.
Seminggu berlalu begitu cepat dan akhirnya tiba untuk perpisahan, dimana
kuungkapkan perasaanku pada Amon saat ia memintaku untuk mengantarkannya ke
bandara.
Lukisan seorang wanita menari dalam
kobaran api milik Tuan Davis, mengarahkanku (Elisa), seorang Clairvoyant, untuk
pergi ke Strasbourg, Prancis, bersama sahabat sekaligus rekan kerja, Rika,
dalam rangka mencaritahu perihal epidemi menari 1518, Frau Troffea. Dalam
prosesnya, aku seringkali kerasukan, menari-nari hingga kakiku berdarah,
diikuti dengan goresan tinta untuk melukis.
Allen kembali menanyakan padaku
perihal kapan aku akan melamarnya, dimana hubungan kami telah berjalan dua
tahun dan mengenal baik keluarga satu sama lain. Daniel menyapaku, dan kami
berjalan-jalan keliling Milan, dimana ia mengajakku ke apartement-nya. Setelah
tak sadarkan diri karna sedikit minuman dari Daniel, aku menydari tubuhku
diikat, dengan Allen di sebelahku, juga terikat dan berlumuran darah.
Ivan mengabaikan Novia Bratawiraja
yang datang ke rumahnya untuk mencari kost-an, dimana Novia kemudian bersebelahan
kamar dengannya. Meskipun telah berusaha menghiraukan, Ivan tetap tak tega
mendapati Novia kehujanan dalam perjalanan pulang, dimana Novia melakukan
perawatan padanya saat tengah sakit, tak sadarkan diri. Papa kembali pulang
dalam keadaan mabuk dan memukuli Ivan, dimana Novia datang untuk menolong,
mengarahkan Ivan menceritakan kisahnya.
Rere kembali mengungkapkan bahwa
hubungannya dengan Rifan yang putus nyambung akan kembali lagi, meskipun sudah
enam bulan berlalu, dimana pembicaraannya dengan Dirga mengarahkannya menuju
Pulau Kemaro. Di depan Pohon Cinta, Rere menghapus nama Rifan, dan gemuruh
hujan membuat Dirga memaksa Rere untuk segera berteduh. Dalam kedinginan, Rere
menerima jaket Dirga dan suapan teh hangat, yang diikuti dengan kecupan hangat.
Dirga memulai hari yang indah untuk bekerja, dan Rere menghubungi,
mengungkapkan bahwa ia tengah berada di bandara untuk pulang ke Palembang
karena orangtuanya kecelakaan. Dirga pun segera merampungkan pekerjaan dan
pergi menyusul, dimana Dirga kemudian pergi mengunjungi Pohon Cinta.
Lelah menunggu, kutelpon Deery,
suamiku yang selalu mengutamakan ibunya dibanding aku, istrinya. Makanan yang
kusiapkan untuk wedding anniversary kutumpahkan, dimana Derry kemudian datang
dan menunjukkan kecemasannya disertai permintaan maaf. Tak lama kemudian, sang
Ibu menelpon ke ponselku, segera kumatikan ponselku dan kucabut baterainya. Setelah
bermesraan, Derry membawaku ke Kafe
Kupu-Kupu untuk makan malam, dimana ia bersedia untuk menginap bersamaku malam
ini. Pagi harinya, kudapati Derry sudah tidak ada, dimana kudapati pesan
kebencian dari sang Ibu ketikan kenyalakan ponsel.
Menerima pemberitahuan Lucy perihan
proof untuk meeting dengan Ibu Monic dari PT Jawara jam dua belas di PIM hari
ini, Toni segera menuju kantor untuk mengambil proof tersebut. Mendapati
kemacetan di jalan raya Jakarta menjelang jam makan siang, mengarahkan Toni
melewati jalan Bulungan. Setelah melewati SMAN 70, Toni mendapati keberadaan Om
Suroso, ayah dari sahabatnya, Maulana, yang meninggal karena perselisihannya
dengan Indra Jabrik dari SMAN IX, di depan toko swalayan, tempat dimana Maulana
meninggal.
Setelah kepergian Erdem, Wina mngobati
lukanya dengan tiga lelaki yang selalu datang pada malam-malan yang sunyi; Kopi
Jantan, Aroma Rempah, dan Mata Maskulin. Semua itu berawal ketika ia dengan
angkuh menunggu Erdem dalam purnama, dan tiga pria mabuk mendatanginya. Tak
lama di apartement, jiwa Wina mulai terganggu, hingga akhirnya berulah,
mengaragkannya menjadi penghuni bangunan Ankara Ruh ve Sunur Hastaliklan
Hastanesi.
Randy menerima ajakan Dony untuk
bergabung dalam program amal lewat lelang lukisan dan foto anak jalanan. Dalam
acara, Doni memperkenalkan Randy pada Dista, seorang pembeli yang ingin lebih
tahu perihal lukisannya. Saat tengah mencari isnpirasi di Taman Suropati, Dony
kembali bertemu dengan Dista yang mengungkapkan perihal kecintaannya pada
Indonesia. Randy menemani Dusta menjelajahi pasar antic di Jalan Surabaya,
Menteng, dimana ia menerima pesan dari Nissa, kekasihnya di Bogor. Kedekatan
Randy dan Dista semakin menjadi, dimana Randy juga mengajak Dista menonton
teater di Grogol. Nissa menatap lukisan-lukisan Randy, diikuti kedatangan Randy
yang megakhiri hubungan mereka. Dista menerima hadiah lukisan dari Randy disertai
tulisan: “Aku telah menemukan Monalisa-ku. Maukah kau menjadi kekasihku?”
Banjarnegara, 1929, sebuah warung yang
menyediakan gadis malam, dimana di sebuah celah gang, seorang gadis (Erlyna)
mengejek seorang pria dengan pisau di tangan saat duduk di atas tubuh pria
tersebut tanpa pakaian. Banjarnegara, 2014, Erlyn memenuhi panggilan Ed ke
ruang otopsi, dimana seorang mayat pria mati mengenaskan sebagaimana kejadian
pada 85 tahun lalu. Ed menunjukkan hasil penyelidikannya tentang keempat korban
pada Erlyn yang melihatnya dengan enggan, dimana Erlyn telah mengetahui semua
itu. Ed pun mengecek latar belakang Erlyn, dimana Ed telah meminta dilakukannya
tes DNA secara rahasia.
Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat].
- bagi yang belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.
0 comments:
Post a Comment