Saturday, December 15, 2018

Sinopsis "Mati Ketawa ala Refotnasi - Emha Ainun Nadjib" Bahasa Indonesia

Mati Ketawa ala Refotnasi
By: Emha Ainun Nadjib

Krisis 1998 terjadi diakrenakan uang Indonesia dibawa lari ke luar negeri oleh 16 Tionghoa kaya raya, diiringi ketidakmampuan pemerintah mengendalikan harga minyak. Masalah utamanya ialah pemerintah yang belum bisa dipercaya.

Krisis politik dan krisis ekonomi di negara kita sebenarnya hanyalah produk dari krisis akhlak dan krisis budaya.

Harus adanya “uang tak terduga” dalam ilmu dan pengetahuan manusia yang bersifat relatif, mengingatkan kita betapa pentingnya sikap rendah hati.

Saya khawatir REFORMASI yang kitadilakukan adalah “lari sprint”, bukan maraton yang panjang, yang mengarah pada kesombongan.

Masyarakat kita yang tidak punya pemimpin melainkan penguasa, yang bukannya menjadi panutan melainkan si panutanlah yang harus manut pada kita, harus ditolong langsung oleh Tuhan.

Faktor-faktor kemenangan dalam duel-duel final bisa dikalahkan oleh nasib. Dari itu, yang penting ialah selamat, sebagaimana keselamatan Nayya dari rahim Novia.

Pertandingan final antara Iran dan Amerika, mengingtakan kita pada pribahasa “Kalau kau tak bisa kalahkan dia, rangkullah …”. Dari itu, marilah menjalankan wirid 369 dalam rangka menyambut peperangan kita sendiri.

Keadaan rakyat Indonesia saat ini seumpama gerhana bulan, nilai atau rahmat Allah yang semestinya DIPANTULKAN OLEH BULAN untuk menyejahterakan bumi, DITUTUPI OLEH BUMI itu sendiri.

Masyarakat merasa menjadi pribadi pejuang atas turunnya Soeharto sebagaimana pencetak gol yang tak menyadari bagaimana bola bisa berada di hadapannya.

“Partai Islam” tak harus berarti sektarianisme, yang penting adalah produknya.

Sebagaimana terciptanya gol melalui scrimmage (pergulatan) di depan gawang, kita juga tidak menyadari scrimmage turunnya Soeharto.

Dalam bahasa ilmu sosial, bangsa Indonesia mengalami disidentifikasi, dislokasi, dan disorientasi. Sebab, Indonesia bukan Komunis sebagaimana Rusia dan bukan Kapitalis sebagaimana Amerika.

Tidak seperti sepak bola yang relatif gamblang, politik yang dijadikan mainan sebagaimana sepak bola, tidak menjamin kejujuran sebagaimana di lapangan sepak bola.

Dalam skala internasional yang paling “haram” adalah legitimasi neo-kolonialisme dan neo-imperialisme. Sedangkan yang paling “wajib” adalah kesadaran kebangsaan, katakanlah neo-nasionalisme.

Perut lapar tidak bisa ditutupi oleh keindahan permainan sepak bola, dimana reformasi sama sekali belum beranjak dari “rakaat” pertamanya.

Keadaan ketenggengen dan tindhihen ini—bergantung pada tingkat kedekatan, kepercayaan, dan kemantapan hati Anda akan kehendak-Nya dan keajaiban-Nya. Dari itu, bacalah ayat kursi sembilan kali.

KITA INI NEGARA KAYA RAYA, tetapi kekayaan di-ceh-ceh. Yah begitulah. Dunia ketiga namanya. Yang percaya, percayalah; yang tidak, buanglah ini semua.

Saya tidak bisa memandang Rasulullah dari BINGKAI MATERIALISME. Dimana AL-QURAN ADALAH ZABUR, TAURAT, DAN INJIL YANG SUDAH MATANG. Dengan Beliau sebagai perwujudan al-Qur’an, mari identifikasi diri dalam juz-Nya.

Mereformasi gerakan reformasi berarti mempersatukan gerakan-gerakan reformasi yang menekankan ketidaksamaan dan mulai membuka diri untuk saling bersyukur, jujur, serta dewasa dalam hidup berbangsa.

Reformasi yang dilangsungkan oleh masing-masing kaum reformis, tidak keluar dari dirinya, melainkan pertama-tama ke dalam dirinya sendiri dulu.

Di era suuzan, mari kita temukan / tentukan maqam (posisi) kita, dimana gelar itu bersifat universal. Pedomannya ialah bermanfaat atau tidak bagi orang lain. Begitu juga politik, yang secara universal berarti upaya untuk menyejahterakan rakyat. Dimana Islam adalah sebuah nilai yang menomorsatukan keadilan bagi seluruh rakyat.

Benarkah yang harus direformasi selalu adalah yang di situ dan di sana, bukan yang di dalam diri kita sendiri?. Dari itu dibutuhka sosok Cah Angon, karakter yang merangkul dan memesrai semua pihak, dengan berpakaian akhlak.

Dengan kata lain, sekali lagi: reformasi harus direformasi.

Jika dunia sepak bola saja mengandung inkonsistensi dan lembaran-lembaran gelap— yang tidak logis dan tidak memenuhi teori, apalagi dunia sosial kehidupan masyarakat.

Orang yang belum mereformasi dirinya sendiri tenggelam di dalam nafsunya, sehingga takkan mampu menjalankan ‘penyejahteraan terencana’.

Saya ulangi: keadaan bisa lebih buruk daripada era Soeharto. Dari itu, saya memohon izin Allah untuk bergabung dengan cacing-cacing, tikus-tikus, serangga-serangga kecil YANG DIPERHINAKAN.

Di satu sisi saya tidak boleh pasang tarif, di sisi lain tidak dipercaya bahwa tidak pasang tarif itu landasannya idealisme.idealisme. Diikuti datangnya seseorang yang mengaku baru saja kecopetan.

Di dalam perang yang sesungguhnya pun, ada level-level kemenangan. ADA KEMENANGAN MILITER, ADA KEMENANGAN POLITIK, ada juga KEMENANGAN MORAL.

Secara keseluruhan, bangsa kita mendapatkan informasi yang SANGAT KELIRU, BAHKAN TERBALIK, MENGENAI BANYAK HAL.

Rasulullah hanyalah MANUSIA BIASA, TANPA GAJI. Dari itu, di tengah silang informasi yang tidak keruan ini, marilah kita memperbaiki tali persaudaraan kita.

Sepak bola mengajarkan kepada kita nilai tentang ketidakberdayaan, yang berarti lambat atau cepat untuk pasrah kepada Tuhan.

Telah berpuluh-puluh tahun kita ucapkan di antara kita, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang berarti, kita telah berjanji saling menyelamatkan, tetapi dalam praktiknya…

Shalawatan untuk Kebersamaan, Kemanusiaan, dan Universalisme. Ia menghadirkan Rasulullah dan tidak ada masalah sepanjang pelaku shalawatan tidak menganggap Muhammad adalah Tuhan serta tidak menganggap Muhammad adalah putra Tuhan. Dimana kesabaran punya tempatnya sendiri, begitu juga kearifan, punya maqam dan proporsinya sendiri.

Marilah kita shalawat bersama-sama. Marilah kita bersalaman satu sama lain supaya betul-betul menjadi manusia baru dari zaman Indonesia ini.

Produk setiap acara shalawatan berbeda-beda, karena segmen dan strata sosiologis masyarakat yang hadir juga hampir TAK ADA YANG SAMA. SAMA. Dari itu, marilah membangun kembali ukhuwah umat, persatuan antarmanusia dan kesatuan sesama warga negara Indonesia. Ada dua cara menanggapi pemerintahan Habibie: gantikan ia atau bantu ia mengtasi krisis. Jangan mau jadi akar kalau pohonnya tidak berbuah belimbing.belimbing. Adalah makmum itu menaati perintah Allah, dan sepanjang Imam menaati perintah Allah maka makmum bergerak sejalan dengan Imam. Tanpa menunggu Parpol atau Ratu adil, kita bisa lakukan problem solving sejauh kita mampu dalam lingkup kita. Yang paling mengasyikkan dan membuat sangat banyak penduduk Indonesia “mati ketawa” adalah pemahaman umum bahwa dosa-dosa Orde Baru itu bukan kesalahan kolektif, bukan dosa sistemik dan kekurangajaran struktural yang ditanggung oleh sangat banyak orang secara bersama-sama meskipun kadar dosanya bermacam-macam. Oh, refotnasi.



Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat]
- bagi yang belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.


0 comments:

Post a Comment

 
;