Saturday, June 30, 2018

Sinopsis "Mahabharata" Bahasa Indonesia


Mahabharata
By: Nyoman S. Pendit

Raja Dushmanta pergi berburu ke hutan dan memutuskan untuk mengunjungi Resi Kanwa, dimana sang Raja bertemu dengan Syakuntala yang cantik jelita, sehingga sang Raja melamar untuk menikahinya secara Gandharwa. Setelah 3 tahun tidak mendapatkan kabar dari Dushmanta, Syakuntala pergi ke Kerajaan bersama anaknya untuk menemui Dushmanta hanya untuk mendapati penolakan. Syakuntala kemudian mengucapkan sumpah serapah yang membuat langit mengeluarkan sabdanya, sehingga Syakuntala diterima di Kerajaan dan  anaknya diberi nama Bharata.

Raja Santanu mengungkapkan hasratnya pada Dewi Gangga untuk menikahinya, dan Dewi Gangga menerima dengan beberapa syarat. Dimana setiap kali hamil, Dewi Gangga menyepi ke Sungai Gangga seorang diri dan menghanyutkan bayinya ke sungai, lalu kembali ke Hastinapura seakan tak terjadi apa-apa. Namun saat kehamilan kedelapan, Raja Santanu mengikuti Dewi Gangga yang menyepi dan mencegahnya untuk membuang sang bayi. Mendapati pelanggaran sumpah Raja Santanu, Dewi Gangga menceritakan bahwa ia tengah menjalankan sumpah Resi Washista, lalu menhilang bersama bayinya. Setelah bebera waktu berlalu, Raja Santanu mendapati Dewi Gangga menyerahkan anak mereka, yang ia namai, Dewabrata.

Dewabrata mendapatkan sambutan hangat dari Raja Santanu dan diangkat sebagai yuwaraja. Suatu hari, Raja Santanu yang tengah berjalan-jalan di Sungai Yamuna, bertemu Satyawati yang cantik jelita, dan meminangnya. Namun ia tak sanggup memenuhi persyaratan yang diajukan Ayah Satyawati, sehingga ia mengurung diri di istana. Mengetahui kegundahan ayahnya, Dewabrata pergi mempersunting Satyawati atas nama ayahnya dengan memenuhi persyaratan yang diajukan, dimana Dewabrata juga bersumpah bahwa ia tidak akan menikah dan turun dari jabatannya, membuatnya mendapatkan gelar Bhisma. 

Dengan tewasnya Chitranggada, Bhisma memegang tampu pemerintahan hingga Wichitrawirya dewasa. Bhisma mengikuti sayembara yang diadakan Raja Kasi atas ketiga putrinya, Amba, Ambika, dan Ambalika, untuk diperuntuhkannya pada Wichitrawirya. Dimana dalam perjalanan kembali ke Hastinapura, Raja Salwa, Raja Kerajaan Saubala menghadangnya disebabkan kecintaannya pada Amba. Atas kekalahannya melawan Bhisma, Raja Salwa menolak permohonan Amba, yang mendapatkan izin dari Bhisma untuk bersama pujaan hatinya. Setelah beberapa tahun dalam kemurungan, Amba bertapa di hutan untuk melampiaskan dendamnya pada Bhisma dan mendapatkan kalung bunga teratai segar dari Dewa Subrahmanya. Amba kemudian bertapa di Gunung Himalaya dan mendapatkan restu Batara Shiwa, membuatnya beringkarnasi sebagai putri Raja Drupada yang kemudian dikenal sebagai Srikandi.

Kaccha, yang merupakan anak dari Wrihaspati, pemimpin para Dewata, dikirim untuk mengabdi pada Resi Sukra, pemimpin para Raksasa, dengan misi mendapatkan ilmu Gaib Sanjiwimi. Kaccha menjadi penghibur bagi Dewayani, anak Resi Sukra satu-satunya. Namun para Raksasa tidak menerima kehadiran Kaccha dan bermaksud membunuhnya secara diam-diam. Tidak mendapati keberadaan Kaccha, Dewayani memohon pertolongan ayahnya, sehingga Kaccha kembali hidup, hingga akhirnya mewarisi Ilmu Gaib Sanjiwini dan kembali ke dunia para Dewata.

Saat tengah mandi bersama Para Raksasa, Dewayani mendapatkan penghinaan dari Sarmishta, putri dari Raja para Raksasa, Wrishaparwa. Mendapatkan penolakan dari Yayati, Dewayani memutuskan menyendiri di hutan. Tidak berhasil membujuk putrinya, Resi Sukra bermaksud meninggalkan Kerajaan Wrishaparwa, namun Wrishaparwa mencegahnya dan mencoba membujuk Dewayani. Setelah syarat yang diajukannya diterima, Dewayani kembali ke Kerajaan Wrishaparwa dan menikah dengan Yayati setelah mendapatkan restu dari Resi Sukra. Namun Resi Sukra mendapati Yayati kemudian juga menikahi Sarmishta, sehingga Resi Sukra mengutuk keduanya menjadi tua renta.

Tidak tahan lagi dengan ketuaannya, Yayati meminta bantuan dari kelima putranya, dan Puru, putra bungsunya, menyanngupi permintaan. Dengan kemudaan yang didapatkannya, Yayati pergi ke Taman Kubera dan melampiaskan seluruh hasrat nafsunya. Namun ia tak juga merasa benar-benar puas, membuatnya menyadari bahwa semua itu sia-sia. Yayati pun pergi menemui Puru untuk mendapatkan kembali kutukannya, dan tetap menyerahkan kekuasan pada Puru, yang kemudian memiliki putra Dushmata.

Pasukan kerajaan mengejar para Penyamun dan mendapati mereka beserta barang rampokan berada di pondok milik Resi Mandawya, yang tengah khusyuk bertapa. Pemimpin pasukan mengirim utusan untuk memberitahukan hal itu pada Raja, yang memerintahkan agar Pemimpin Penyamun yang menyamar sebagai Resi Mandawya dipasung dengan tombak. Karna kesaktiannya, Resi Mandawya yang masih hidup, menghadap Bagawan Dharma hanya untuk mendapati cemoohan, membuat Resi Mandawya mengutuk Bagawan Dharma, yang kemudian beringkarnasi sebagai Widura, pelayan Ratu Ambalika.

Mendapati sepupunya, Kuntibhoja, tidak memiliki anak, Sura menyerahkan Pritha untuk diangkat anak, sehingga Pritha mulai dikenal dengan sebutan Dewi Kunti. Dewi Kunti yang mendapatkan mantra memanggil Dewa dari Resi Durwasa, mencoba mantra tersebut dengan memanggil Batara Surya, membuatnya hamil diluar nikah dan melahirkan Karna. Dimana Dewi Kunti menghanyutkan Karna di sungai, yang kemudian ditemukan oleh seorang sais kereta kuda. Setelah beranjak dewasa, Sayembara diadakan untuk Dewi Kunti, dan Raja Pandu menjadi pemenang sayembara, membuat Dewi Kunti tinggal di Hastinapura. Dan mengikuti saran Bhisma, Pandu menikahi Dewi Madri sebagai istri kedua.
Mendapatkan kutukan dari seorang Resi, Pandu menyerahkan pemerintahan pada Bhisma dan Widura, sementara ia menyepi ke hutan bersama kedua istrinya, yang kemudian dikaruniai 5 orang anak. Dewi Kunti melahirkan Yudhistira, Bhismasena, dan Arjuna, sementara Dewi Madri melahirkan Nakulan dan Sahadewa. Tak mampu lagi menahan hasratnya, membuat Pandu menemui ajalnya, dan Dewi Madri yang merasa bersalah melakukan Satya, sementara Dewi Kunti membawa kelima anaknya kembali ke Hastinapura.

Demi bisa mewarisi tahta Hastinapura, Duryodhana menjalankan rencana jahat pada Bhima di sungai Gangga bersama Kaurawa lainnya, yakni dengan meracuni Bhima. Mendapati Bhima selamat, bahkan bertambah kuat, Kaurawa meminta bantuan Mahaguru Drona, yang menyanggupi permintaan mereka dengan memerintahkan Bhima untuk mencari tirtha prawidhi. Setelah berhadapan dengan Rukmukha dan Rukmakhala, Bhima pergi menuju telaga Gumuling dan berhadapan dengan Anantaboga. Bhima kemudian mengarungi Samudera Selatan dan berhadapan dengan Nawatnawa, hingga akhirnya ia bertemu dengan Dewa Ruci yang memberikannya tirtha prawidhi.

Pertunjukan untuk memperlihatkan kemampuan para pangeran menggunakan senjata diadakan, dan Arjuna berhasil menaklukkan hati rakyat hingga Karna datang menantangnya. Dimana perselisihan terjadi diantara anggota kerajaan, membuat Duryodhana membawa Karna pergi meninggalkan arena. Karna yang mendapatkan senjata dari Batara Indra, pergi berguru pada Parasurama dengan menyamar sebagai seorang brahmana. Namun Parasurama yang kemudian mengetahui kebohongan Karna, mengutuk Karna atas ilmu Brahmastra.

Setelah berguru pada Parasurama, Drona pergi menagih janji pada sahabatnya, Drupada, yang baru saja diangkat menjadi Raja Panchala hanya untuk mendapati penghinaan. Atas kehebatannya yang berhasil memukau Yudhistira, Bhisma meminta Drona untuk menjadi guru Pandawa dan Kaurawa. Sebagai bentuk ujian, Drona mengutus Arjuna menangkap Drupada. Dan mendapati penghinaan tersebut, Drupada memohon pada Dewata agar dianugerahi anak, yang kelak akan membalaskan demdamnya pada Drona.

Mendapati desakan dari Duryodhana yang didukung oleh para penasihat kerajaan, Dritarastra merestui rencana untuk mengirimkan Pandawa ke Waranawata. Bersama Karna dan Sakuni, Duryodhana menyusun rencana untuk membunuh Dewi Kunti dan Pandawa dengan membangunkan istana peristirahatan yang mudah terbakar di Waranawata.

Setelah mendapatkan restu dari Bhisma, Pandawa berangkat menuju Waranata, dimana Widura memberikan peringatan tersirat pada Yudhistira. Mendapati hal itu, Yudhistira segera memeriksa tempat peristirahatannya dan menyadari bahaya yang mengincar, namun ia bersandiwara di hadapan Purochana dan anak buahnya sambil mencari jalan keluar. Sementara Dritarastra dan yang lainnya berbelasungkawa atas kematian Pandawa, para Pandawa mengelana berhari-hari hingga mereka bertemu dengan Bagawan Wyasa, yang memberikan mereka nasihat dan petuah, membuat Pandawa menyamar sebagai brahmana dan menetap di kota Ekacakra.

Keempat Pandawa menyerahkan makanan yang mereka dapatkan pada Dewi Kunti, yang kemudian membagi makanan menjadi dua bagian, satu untuk Bhima dan satunya lagi untuk yang lain. Mendapati kesedihan keluarga brahmana tempatnya tinggal, Dewi Kunti menawarkan pertolongan dengan memerintahkan Bhima menggantikan mereka mengantarkan makanan pada raksasa Bakasura. Dimana Bhima malah menghabiskan seluruh makanan dan kemudian bertarung melawan Bakasura.

Mendapatkan berita sayembara memperebutkan Draupadi, putri mahkota Kerajaan Panchala, Pandawa pergi mengikuti sayembara atas restu Dewi Kunti. Dristadyumna menemani adiknya, Draupadi, duduk di singgasana menyaksikan kebolehan para pangeran. Namun  tak ada satu pangeran pun yang berhasil memanah tepat pada sasaran, bahkan Karna pun gagal. seorang brahmana muda, yakni Arjuna, mewakili Pandawa, maju ke arena, dan berhasil memanah tepat pada sasaran hingga sasaran roboh karenanya. Menyadari bahwa brahmana tersebut adalah Pandawa, Raja Panchala mengundang mereka tinggal di istana.

Mengetahui bahwa Pandawa masih hidup dan memperistri Draupadi, Duryodhana menghadap Dritarastra dengan menyampaikan rencana-rencana yang terlintas dalam pikirannya hanya untuk mendapati Karna menertawakannya, dimana Karna menyarankan agar segera menyerang Pandawa sebelum mereka bertambah kuat. Setelah mendengar pendapat Bhisma, yang menyarankan agar membagi kerajaan menjadi dua, Dritarastra mengirim Widura untuk menjemput Pandawa. Para penduduk menyambut hangat kedatangan Pandawa, dan Yudhistira dinobatkan sebagai raja dengan Kandawaprastha sebagai Ibukota. Ibukota tersebut diubah nama menjadi Indrapratha, sedangkan kerajaannya dinamakan kerajaan Amarta.

Tidak juga dikarunia anak, Brihadratha pergi bertapa di hutan bersama dua istrinya, dan meminta bantuan Resi Kausika. Ia kemudian dikarunia putra bernama Jarasandha. Bermaksud menjalankan upacara rajasuya, Yudhistira meminta pendapat Khrisna, yang mengharuskannya untuk mengalahkan Jarasandha terlebih dahulu, sekaligus menyelamatkan para raja yang ditahan. Bersama dengan Bhima, Yudhistira dan Khrisna pergi menantang Jarasandha untuk melakukan lawan tanding. Jarasandha memilih untuk melawan Bhima, dimana pertarungan berlangsung selama 14 hari.

Mengikuti saran Bhisma, Yudhistira bermaksud menjadikan Khrisna sebagai tamu kehormatan dalam upacara rajasuya, namun hal itu mendapatkan penentangan dari Sisupala. Setelah mengucapkan makian-makian kasar, Sisupala beranjak pergi diikuti raja-raja lainnya. Namun Khrisna menghadangnya, sehingga pertarungan sengit terjadi antara Khrisna melawan Sisupala, berakhir dengan tewasnya Sisupala. Upacara rajasuya pun diadakan dengan meriah, dan Yudhistira diakui sebagai Maharajadiraja.

Mendapati restu dari Bagawan Wyasa setelah upacara, membuat Yudhistira bersumpah untuk berbuat baik pada saudara dan kerabatnya. Mendengarkan ketidakpuasan Duryodhana atas Pandawa, Sakuni menyarankan agar mengundang Yudhistira bermain dadu. Atas desakan anaknya, Dritarastra akhirnya mengirim Widura untuk mengundang Pandawa bermain dadu di Hastinapura.

Yudhistira menghadiri undangan bermain dadu, dengan Sakuni sebagai lawan main, membuatnya kehilangan segalanya, bahkan ia mempertaruhkan sang istri, Draupadi. Mendapati dirinya dilecehkan, Draupadi meminta pertolongan dewata atas kekejian Duhsasana. Mendapatkan firasat buruk, Dritarastra mengembalikan kepemilikan Pandawa dan mempersilakan mereka kembali ke Indraprastha. Namun Duryodhana segera mencaci perbuatan ayahnya, dan kembali mengundang Yudhistira bermain dadu. Disebabkan kekalahan dalam permainan, Pandawa diasingkan selama 12 tahun di hutan rimba.

Dritarastra menjadi gelisah mengetahui keadaan Pandawa dari Widura, ditambah peringatan Bagawan Narada. Menyesal telah mengusir Widura, Dritarastra mengutus Sanjaya untuk meminta Widura kembali ke Hastinapura. Resi Maireya datang berkunjung dan memberikan nasehat pada Duryodhana hanya untuk mendapatkan penghinaan, membuatnya mengucapkan kutuk pastu.

Mendapati Dwaraka diporakporandakan oleh Raja Salwa, Krishna segera merebut kembali Ibukota Kerajaannya dengan kekuatan yang tersisa. Mendengar pengasingan Pandawa, Khrisna segera pergi mengunjungi mereka, dimana Krishna mengucapkan sumpah di hadapan Draupadi untuk membalaskan penderitaannya.

Atas saran Bagawan Wyasa, Arjuna pergi ke Gunung Himalaya untuk bertapa. Ditengah pertapaan, Arjuna terlibat pertarungan dengan seorang pemburu, yang ternyata merupakan Dewa Shiwa yang tengah menyamar. Mendapatkan restu Dewa Shiwa, Arjuna diberikan senjata sakti, Pasupata.

Pandawa menyambut hangat kedatangan Resi Brihadaswa, yang menguatkan hati mereka dengan menceritakan kisah Raja Nala dari  Kerajaan Nishada.

Setelah menceritakan kisah Resi Agastya, dan juga kisah Negeri Angga yang mendapatkan berkah Risyasringga saat mengalami kekeringan, Resi Lomasa memerintahkan Pandawa untuk mandi di kolam pertapaan Risyasringga. Setibanya di pertapaan Resi Raibhya, Resi Lomasa menceritakan kisah Yawakrida yang meninggal di tempat tersebut. Dan di pertapaan Resi Uddalaka, Resi Lomasa juga menceritakan kisah keturuan Resi Uddakala. Dilanjutkan dengan kisah kesetiaan Sawitri pada suaminya.

Atas saran dari Resi Dhaumnya, Pandawa menelusuri hutan-hutan lain hingga tiba di Narayansrama dan beristirahat di sana. Menyanggupi permintaan Draupadi, Bhima bertemu dengan Hanuman, yang kemudian memberitahukannya lokasi pohon kembang Saugandhika. Sementara itu, Yudhistira mendapatkan kunjungan dari Resi Markandeya, yang menceritakan kisah Resi Kausika.

Setelah mendapatkan izin dari Dritarastra, Kaurawa pergi menuju Dwaitawana, dimana saat hendak mendirikan kemah di tepi telaga, Duryodhana memerintahkan pasukannya untuk mengusir Chitrasena dan pasukannya dari tempat tersebut hanya untuk mendapati dirinya ditawan. Diselamatkan oleh Pandawa, Duryodhana kembali ke Hastinapura dengan perasaan kesal, ia kemudian mengadakan upacara Waishnawa. Mendapati kedatangan Resi Durwasa disertai seribu pengikutnya, Duryodhana berusaha melakukan tipu daya terhadap Pandawa.

Pandawa menerima permintaan seorang brahmana untuk memburu seekor menjangan, namun setelah jauh masuk ke dalam hutan mereka tak lagi mendapati keberadaan menjangan tersebut. Beristirahat di bawah pohon beringin, Yudhistira yang mendapati keempat saudaranya tak kunjung kembali dari mengambil air, pergi menyusul mereka. Setibanya di telaga, Yudhistira menjawab setiap pertanyaan yang diberikan Yatsa, yang kemudian menunjukkan wujud aslinya sebagai Batara Yama.

Setelah berpamitan pada Resi Dhaumnya, Pandawa menyusun rencana 1 tahun masa penyamaran setelah 12 tahun diasingkan, dimana mereka memutuskan untuk pergi ke Matsya, negeri Raja Wirata. Dalam penyamaran, Draupadi yang tak tahan atas pelecehan Kicaka, meminta bantuan Bhima dan menjalankan rencana untuk membunuh Kicaka. Mendapati kabar bahwa Pandawa mungkin berada di Matsya dengan kematian Kicaka, Duryodhana bermaksud untuk menyerang Matsya, didukung oleh Susarma, yang kemudian menyerang daerah selatan Matsya, disusul Kaurawa yang menyerang daerah utara. Sementara Yudhistira menawarkan diri untuk melawan Susarma bersama Wirata, Uttara pergi melawan Kaurawa ditemani oleh Arjuna sebagai sais kereta kuda.

Setelah berhasil meyakinkan Uttara yang hendak melarikan diri dan memerintahkannya untuk mengambil senjata Pandawa, Arjuna mengungkapkan jatidirinya. Mendapati kedatangan Arjuna, para petinggi ribut menentang Karna yang dengan congkak hendak maju seorang diri. Arjuna mencari-cari keberadaan Duryodhana, namun Bhisma dan yang lainnya menghadang. Setelah mengalahkan Karna, Drona, dan Aswatthama, Arjuna berhadapan dengan Bhisma, Kripa, dan juga Duryodhana yang kemudian melarikan diri dari pertempuran. Dengan ajian pembius, Arjuna akhirnya berhasil mengalahkan Bhisma dan Kripa. Setibanya di Istana, Wirata yang mendapat kabar kemenangan Uttara, segera mengadakan perayaan besar dengan mengundang tamu-tamu agung, dimana Pandawa mengungkapkan penyamaran mereka.

Dari Upaplawya, Pandawa mengirim utusan untuk menemui sanak dan kerabat mereka. Selain melangsungkan pernikahan Abhimayu dan Dewi Uttari, pertemuan juga membahas mengenai Kaurawa, diketuai oleh Krishna. Musyawarah menghasilkan keputusan untuk mengutus seorang Brahmana ke Hastinapura.

Mengetahui Arjuna pergi menemui Krishna, Duryodhana juga pergi ke Dwaraka. Mendapati kedatangan dua saudaranya, Krishna memutuskan untuk tidak akan mengangkat senjata. Setelah memberikan restu pada Duryodhana, Balarama menemui Pandawa untuk mengungkapkan ketidak-ikut-sertaannya.

Mengetahui Salya, Raja Madradesa, mengirim pasukannya menuju Upaplawya untuk mendukung Pandawa, Duryodhana memerintahkan para prajuritnya untuk memberikan sambutan amat baik pada mereka, membuat Salya meminta bertemu dengan Duryodhana untuk membalas budi.

Sementara tentara Pandawa mencapai 7 divisi dan Kaurawa 11 divisi, Pendita utusan Drupada tiba di Hastinapura. Menanggapi pesan damai Pandawa, Dritarastra mengirimkan Sanjaya untuk menyampaikan pesan pada Pandawa. Sanjaya kemudian kembali ke Hastinapura untuk menyampaikan pesan balasan pada Dritaratra dan Duryodhana.

Sementara Sanjaya tiba di Hastinapura, Pandawa menghadap Krishna untuk meminta petuah, dan Krishna memutuskan untuk pergi sendiri ke Hastinapura. Mendapatkan sambutan hangat dari rakyat dan juga hormat anggota persidangan, Krishna mengungkapkan maksudnya pada Dritarastra, namun Duryodhana dengan congkak menolak usulan Krishna meskipun mendapat desakan dari Bhisma dan Drona.

Dilanda kegundahan, Dewi Kunti pergi menemui Karna untuk mengungkapkan identitas Karna yang sebenarnya. Sementara itu, Rukmini yang dipaksa Rukma untuk menikah dengan Sisupala, mengirimkan surat pada Krishna, yang segera pergi ke Kundinapura, disusul oleh Balarama disertai tentaranya. Mendapati Krishna membawa pergi Rukmini, Rukma mengejar mereka hanya untuk mendapatkan kekalahan.

Mendapati keterangan Krishna yang baru saja kembali dari Hastinapura, Yudhistira melantik Dristadyumna sebagai Senapati Agung Pandawa. Sementara Duryodhana melantik Bhisma, membuat Karna kecewa karenanya.

Peraturan peperangan telah disepakati sebelum peperangan dimulai di padang Kurukshetra. Saat tengah berhadapan dengan Kaurawa, Yudhistira tanpa senjata pergi seorang diri menuju pasukan Kaurawa untuk meminta restu pada Bhisma, Drona, Kripa, dan Salwa. Dan perang Bharatayudha pun akhirnya dimulai, menampakkan sankula yuddha tanpa batas.

Sementara Duhsasana memimpin pasukan Kaurawa untuk memulai penyerbuan, pasukan Pandawa dipimpin oleh Bhimasena. Menyaksikan kehebatan Bhisma, Abhimanyu memberikan tanggapan. Uttara berusaha menyerang Salya habis-habisan hanya untuk mendapati dirinya terbunuh. Mendapati hal itu, Sweta menerjang pasukan musuh hingga akhirnya berhadapan dengan Bhisma dan terbunuh.

Sementara Arjuna pergi menghampiri Bhisma, Dristadyumna berhadapan dengan Drona membuatnya terluka parah sehingga Arjuna dan Bhima datang menyelamatkannya. Bhima kemudian menyerang pasukan Kalinga hingga berhadapan dengan Bhisma. Dan dibantu oleh Satyaki dan Abhimanyu, Bhima berhasil menumbangkan Bhisma dan memporak-porandakkan pasukan Kaurawa.

Mendapatkan cemoohan Duryodhana, Bhisma memimpin pasukan Kaurawa menggunakan formasi burung garuda, sementara Dristadyumna dan Dhananjaya memimpin pasukan Pandawa menggunakan formasi bulan sabit. Bhima dan putranya, Gatotkaca, menggempur Duryodhana dan berhasil menjatuhkannya, membuat pasukan Kaurawa kocar-kacir. Bhisma dan Drona kemudian mengembalikan semangat tempur pasukan Kaurawa sehingga pasukan Pandawa kocar-kacir, membuat Khrisna menyarankan Arjuna untuk menghentikan Bhisma.

Melihat Abhimanyu dikeroyok, Bhima yang bermaksud menolongnya dihadang oleh Duryodhana. Mendapati ayahnya roboh, Gatotkaca mengamuk, membuat Bhisma menarik mundur pasukan. Hari berikutnya, Drona berhadapan dengan Satyaki, yang kemudian menyaksikan putra-putranya tewas ditangan Bhurisrawa. Sementara itu, Arjuna telah membabat habis ratusan pasukan Kaurawa.

Sesuai perintah Yudhistira, Dristadyumna memimpin pasukan Pandawa dengan formasi makara, sementara Kaurawa menggunakan formasi kraucha. Bhima yang dikeroyok oleh Kaurawa mendapatkan bantuan dari Dristadyumna, disusul oleh Abhimanyu disertai pasukannya. Namun Drona turuntangan, memaksa Bhima untuk mundur dan berhadapan dengan Duryodhana. Keesokan harinya, Kaurawa menggunakan formasi lingkaran-lingkaran, sementara Pandawa menggunakan formasi wajrawyuha, dimana pertempuran berlangsung sengit.

Dengan formasi kurmawyuha, Bhisma memimpin pasukan Kaurawa, sementara Yudhistira memerintahkan Dristadyumna menggunakan formasi trisula. Mengetahui putranya, Irawa, terbunuh, Arjuna menyadari bahwa peperangan hanyalah membawa luka, hanya disebabkan warisan sebagai pemicunya. Keesokan harinya, pertarungan sengit terjadi antara Arjuna melawan Bhisma. Hari berikutnya, Bhisma yang kembali terlibat pertempuran sengit melawan Partha, terkena panah Srikandi hingga akhirnya ia tewas, dimana disaat-saat terakhirnya, Karna memohon restu padanya.

Mengikuti saran Karna, Duryodhana mengangkat Drona sebagai mahasenapati, memerintahkannya untuk menangkap Yudhistira. Namun dalam peperangan yang berkecamuk, Drona dihadang oleh Arjuna. Mendapati hal itu, Susarma, Raja Trigarta, mengucapkan sumpah samsaptaka atas Arjuna. Keesokan harinya, sementara Arjuna berhadapan dengan Susarma beserta pasukannya, Drona dengan mudah menerjang pasukan Pandawa menuju Yudhistira hingga Bhima menghadangnya. Mendapati hal itu, Bhagadatta, Raja Pragjotisa, pergi menerjang Bhimasena dengan gajahnya yang bernama Supratika.

Sementara Arjuna ditantang dengan sumpah samsapta, Drona menyerang dengan formasi kembang teratai. Mendapati kedatangan Abhimanyu, Duryodhana pergi menghadangnya, namun ia kalah, dan para senapati Kaurawa mengeroyok Abhimanyu. Namun Abhimanyu tetap maju menerjang hingga berhadapan dengan Laksmana. Mengetahui kematian anaknya, Laksmana, Duryodhana memerintahkan Drona dan yang lainnya mengeroyok Abhimanyu.

Memenuhi sumpahnya, Arjuna menerjang pasukan Kaurawa untuk membunuh Jayadrata yang telah dikawal para panglima Kaurawa. Setelah sempat kesulitan menghadapi Drona, Arjuna berhadapan dengan Duryodhana. Sementara itu, Yudhistira yang sempat digempur oleh pasukan Drona, mengirim Satyaki untuk memastikan keadaan Arjuna, disusul oleh Bhima, yang kemudian terlibat pertarungan dengan Karna. Mendapati Karna yang terpojok, Duryodhana mengirimkan saudara-saudaranya untuk membantu Karna. Sementara itu Satyaki berhadapan dengan Bhurisrawa. Dan akhirnya berkat bantuan Krishna, Arjuna berhasil menghabisi Jayadrata yang tengah lengah.

Sementara Karna menghadang Gatotkaca dan pasukannya, Drona yang tengah mengamuk, pergi menemui Yudhistira untuk memastikan berita kematian anaknya, Aswatthama. Dengan gugurnya Drona, Karna diangkat sebagai Mahasenapati. Setelah mendapati Bhima menghabisi Duhsasana dengan kejam, Karna pergi menyerang Arjuna, namun keretanya terjebak ke dalam lumpur.

Salya yang diangkat sebagai Mahasenapati, menyerang Yudhistira. Sementara Bhima berhadapan dengan putra-putra Dritarastra, Sakuni menggempur pasukan Sahadewa. Mendapati Pandawa di hadapannya, Duryodhana menyerahkan kerajaan sebagai bentuk kekalahannya, namun Yudhistira menolaknya, sehingga Duryodhana memilih Bhimasena sebagai lawan tandingnya. Mendapati kekejaman tindakan Bhima, Balarama mengangkat senjatanya, namun dicegah oleh Khrisna. Dipenuhi amarah, Aswatthama yang diangkat menjadi Mahasenapati oleh Duryodhana, pergi ke perkemahan Pandawa bersama Kripa dan Kritawarma. Setelah membunuh-anak-anak Draupadi yang tengah terlelap, Aswatthama membakar perkemahan.

Menyerahnya Aswatthama pada Bhimasena mengakhiri peperangan, dan Dritarastra yang berziarah ke Kurukshetra, mendapatkan petuah dari Bagawan Wyasa, dimana Pandawa juga datang berziarah. Meskipun telah mendapatkan restu dari Dritarastra dan Dewi Gandhari, Yudhistira tetap merasa tak tenang sehingga ia bermaksud untuk melakukan Sanyasa. Namun ia mengurungkan niatnya atas desakan kerabat-kerabatnya, sehingga ia dinobatkan sebagai Raja Hastinapura.

Yudhistira memerintahkan dengan dharma dan amat menghormati Dritarastra, namun 15 tahun kemudian, Dritarastra yang tak tahan menahan kesedihan, ditambah sikap Bhima, pergi melakukan sanyasa bersama Dewi Gandhari, dimana Dewi Kunti juga ikut serta. 3 tahun kemudian, hutan terbakar, dimana Sanjaya yang selalu menemani Dritarastra melanjutkan pertapaan di Gunung Himalaya.

Dalam perjalanan kembali ke Dwaraka, Krishna bertemu dengan Utanga. Krishna tiba di negerinya dan memerintah selama 36 tahun, dan dalam kemakmuran bangsa Yadawa menjadi lupa diri, hingga suatu hari, Samba, putra Krishna, bersikap tak hormat pada seorang resi, membuat sang resi memberikan kutuk-pastu. Mengetahui Balarama melakukan sanyasa, Krishna mengembara di hutan dan secara tidak sengaja terbunuh oleh panah pemburu bernama Jaras.

Setelah menobatkan Parikeshit sebagai Raja Hastinapura, Pandawa pergi mendaki Gunung Himalaya bersama Draupadi dan seekor anjing. Dalam pendakian, satu persatu mereka terjatuh, mulai dari Draupadi, Sahadewa, Nakula, Arjuna, dan Bhima, menyisakan Yudhistira seorang diri ditemani anjingnya yang diantar oleh Batara Indra menuju surga hanya untuk mendapati Duryodhana berada di sana. Mendapati saudara-kerabatnya berada di Neraka, Yudhistira memutuskan untuk tinggal bersama mereka, hingga 13 hari kemudian Batara Indra dan Batara Yama datang dan membawanya menuju surgaloka.


Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat]
- bagi yang belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.

0 comments:

Post a Comment

 
;