Api Sejarah Jilid 1
by: Ahmad Mansur Suryanegara
Besar kemungkinan bahwa
Islam dibawa para wirausahan Arab ke Asia Tenggara pada abad pertama dari
Tarikh Hijriah atau abad ke-7 M. Hubungan niaga antara Arab dan Cina telah
terjalin sebelum Rasulullah Saw lahir, dan kapal-kapal dagang Islam berlayar
sampai Samodra Persia (India). Upaya Barat dalam mempertahankan penjajahannya
ialah dengan mematahkan potensi pasar yang dikuasai umat Islam, sebagaimana
pendistorsian penulisan sejarah Wali Sanga. Hal ini ditegaskan dengan
ditemukannya mata uang Islam di wilayah Eropa, Inggris, dan Rusia, namun langka
dalam informasi sejarahnya, dan di Indonesia pun ditemukan Mata Uang Islam abad
ke-15, mata uang dinar Kesultanan Goa abad ke-17, juga mata uang perak VOC yang
bernuansa Islam abad ke-18. Kekuatan penyebaran Islam terletak pada; penguasaan
pasar, kemasjidan dan Pendidikan, kekuasaan politik (kesultanan), penguasaan
maritim dengan niaga lautnya, dan kesadaran Hukum Islam. Betapa dahsyatnya
produk dakwah para dai dan wirausahawan mala lalu, mampu menjangkau wilayah yang
sangat luas: luas daratan Indonesia 1.904.307,7 km2, sama luasnya dengan jumlah
luas Belanda + Belgia + Jerman + Perancis + Italia + Spanyol. Sejak nabi
pertama (Adamm as) hingga Nabi terakhir (Muhammad saw), seluruhnya menyatakan
diri sebagai muslim (QS. 2: 136 dan 3: 84), di antaranya disebut sebagai Ulul
Azmi; Nuh (dituliskan namanya dalam al-Qur’an 43 kali), Ibrahim (67 kali), Musa
(136 kali), Isa (25 kali), dan Muhammad (5 kali). Penyebutan tersebut sebagai
koreksi al-Qur’an terhadap Taurat (Musa), Zabur (Daud), dan Injil (Isa), sebab
Islam adalah agama yang dibawa oleh 25 Nabi dan Rasul.
Wahyu Allah disampaikan
Malaikat Jibril kepada seorang wirausahawan yang ummi, Muhammad, di sebuah
bukit gersang; Jabal Nur dengan guanya, Gua Hira. Gerak sejarah Islam (kelompok
kecil minoritas yang penuh kreativitas) tidak dari istana ke sitana, melainkan
dari pasar ke pasar. Ketandusan Jazirah Arabia dijawab oleh Rasulullah saw
dengan 40 ayat tentang lautan atau maritim sebagai “wasiat politik kelautan”,
dimana Islam di Indonesia dikembangkan dengan jalan damai. Sulaiman as-Sirafi
mengatakan bahwa terdapat wirausahawan Muslim di Sula (Sulawesi) pada abad ke-2
H, ditegaskan dengan nama Maluku yang berasal dari al-Muluk, dan Toba yang
berasal dari Thayyiba. Ketika berusia 12 tahun, Muhammad ikut serta berniaga ke
Syiria dan mendapat sambutan hangat dari Bahira di Busra, dimana beliau mulai
berkhalwat di Gua Hira pada usia 30 tahun tanpa menghentikan perniagaannya.
Muhammad bin Abdullah lahir pada 570 M di Makkah, menerima wahyu pertama (QS
96: 1-5) pada Ramadhan 610 M, dan terakhir (QS 5: 3) Dzulhijjah 632 M, dimana
mushaf al-Qur’anul Karim terkumpul pada kekhalifahan Utsman (24-36 H / 644-656
M). Penolakam kaum Quraisy Makkah atas agama Tauhid mengungkapkan bahwa setiap
upaya dakwah akan selalu mendapatkan perlawanan (QS 6: 112 dan 25: 31) diikuti
dengan makar, dimana Rasulullah mengingatkan Abu Bakar; “La tahzan innallaha
ma’anaa” (QS 9: 40). Setibanya di Yatsrib, Nabi memberikan nama Madinatun Nabi
(Kota Nabi), diikuti dengan membangun komunitas politik keagamaan berupa Piagam
Madinah (622 M). Untuk menegakkan tata kehidupan masyarakat Madinah, Rasulullah
membangun Masjid Quba, dimana kiblat kemudian beralih dari Masjidil Aqsha ke
Ka’bah, Masjidil Haram. Islam mengajarkan perang sebagai tindakan
mempertahankan diri terhadap agresi yang dilancarkan Quraisy Makkah (QS 2:
194), hingga tercapailah Futuh Makkah (20 Ramadhan 8 H/630 M), sehingga konta
niaga antara Nusantara dan Arabia terjalin kembali. Islam memberikan tempat
yang mulia dan perlindungan terhadap wanita atau istri (QS 4: 37). Selepas
Futuh Makkah, Rasulullah melaksanakan amnesti umum untuk menghilangkan rasa
permusuhan dan menjawab ancaman dari luar; Kekaisaran Nasrani Romawi dan Majusi
Persia. Seratus tahun kemudian, pengaruh Islam telah membentang jauh keluar
dari Jazirah Arab (di Barat; Eropa hingga Prancis, di Timur; India dan China
serta Nusantara, di Utara; Rusia Selatan, dan di Selatan; Afrika Selatan)
sebagai praktek penguasaan bahari atau maritim (40 ayat al-Qur’an tentang
kelautan). Dibawah kekhalifahan Abu Bakar (11-13 H), disibukkan dengan
penumpasan gerakan nabi palsu (Tulaynah dan Musailamah) dan upaya pemadaman
gerakan kesukuan (pimpinan Ikrimah bin Abu Jahal). Dibawah kekhalifahan Umar
bin khaththab (13-24H), Islam berhasil menandingi kekuatan maritim Kekaisaran
Persia dan Romawi (Palestina dan Syiria pada 15H, Persia pada 17H, Mesir pada
20H), dimana dalam prosesnya diberlakukan sistem pembagian tanah di luar
Jazirah Arab dan Kalender Islam. Dibawah kekhalifahan Utsman bin Affan
(24-36H), al-Qur’an dibentuk dalam satu mushaf (30 juz, 114 surah, 540 halaman,
dengan simbol angka 19), dimana al-Qur’anul Karim memiliki 54 nama. Dibawau
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (36-41H), pusat pemerintahan Islam dipindahkan
ke Kufah, Irak, sebagai wilayah yang subur dan pelabuhan niaga yang ramai.
Kekuatan maritim Islam semakin berkembang pada masa Umayah I (41-133H) di
Damaskus dan Umayah II (7711-1031M) di Cordova, sementara Dinasti Abbasiyah
(133-656H) di Bahgdad. Kemakmuran Khilafah Abbasiyah (Ahlus Sunnah wal Jama’ah)
membangkitkan kalangan Syi’ah membangun Khilafah Fayimiyah di Mesir
(969-1171M), dan berdirinya Kesultanan Turki (1055-1924M). Invasi Mongol
dibawah pimpinan anak Genghis Khan; Hulagu (656H), menjadikan Dinasti Genghis
Khan memeluk agama Islam, sebagaimana munculnya Kesultanan Moghul di India
(1526M) dan sikap ke-Islam-an Raja Baraka Khan (1256-1267M), dimana bangsa
Mongol berpartisipasi aktif dalam pengembangan Islam di Cina, Rusia, dan India.
Pada masa Khilafah Umayah serta Abbasiyah, muncul pakar hukum yang dikenal
sebagai Ahli Fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Pengaruh Islam
terhadap Bangsa Arab, Mongol, dan Barat, merupakan pengaruh ajaran wahyu
Muhammad yang ummi, yang diangkat sebagai Rasul di sebuah Gua Hira di Jabal
Nur. Pengaruh dari perkembanhan kekuasaan politik dan ajaran Islam di Timur
Tengah, India, dan Cina, melahirkan kekuasaan politik Islam di Nusantara
Indonesia.
Hakikat gerakan dakwah
awal Rasulullah saw sangat sederhana, namun ternyata penegakan hakikat
kehidupan secata kodrati selalu dihadapkan pada adanya lawan. Islam masuk ke
Nusantara Indonesia melalui; Gujarat abad ke-13M (Prof. Dr. C. Snouck
Hurgronje), Makkah abad ke-7M (Prof. Dr. Buya Hamka), Persia (Prof. Dr. Hoesein
Djajadiningrat), Cina (Prof. Dr. Slamet Muljana), Maritim ke-7M (N.A. Baloch).
Perkembangan Islam di Nusantara tidak lepas dari motivasi kekuasaan, dimana
para Boepati merasa terancam oleh kedatangan imperialis Barat, diikuti dengan
masuknya ajaran tasawwuf pada masa perkembangannya. Angka tahun nisan Syaikh
Mukaidin 670M dan Berita Cina Dinasti Tang perihal pemukiman Arab Muslim di
Sumatra pada 674M, ditegaskan oleh keterangan Syaikh ar-Rabwah bahwa
wirausahawan Muslim memasuki kepulauan ini pada masa Khalifah Utsman bin Affan
(644-656M). Ada perbedaan antara masuknya agama Islam (7M) dan perkembangan
agama Islam (13M) di Nusantara, disertai dengan strategi pemerintah kolonial
Belanda yang anti Islam melalui penulisan sejarah. Hal ini sebagaimana
berdirinya Kesoeltanan Samodra Pasai 19 tahun sebelum Keradjaan Hindoe
Madjapahit (1275), juga keberadaan nisan Soeltanah Fatimah binti Maimun (11M).
Wirausahawan membawa Islam ke Nusantara dalam toleransi, sebagaimana adanya
makam-makam Jawa Muslim di dekat situs istana Keradjaan Hindoe Madjapahit.
Dengan demikian, masuknya Islam dan perkembangan Islam ke Nusantara Indonesia
diawali oleh wirausahawan Arab, diikuti wiraniagawan India dan Cina, dimana Ulama
dan Santri tidak pernah absen dalam setiap perjuangan membela tanah air.
Rasulullah sebagai uswatun hasanah dengan wahyu Allah,
ditampilkan sebagai pemimpin pembaruan yang membangkitkan kesadaran kebersamaan
dalam perbedaan (QS. 49: 13). Kesejarahan Adam dan Hawa mengungkapkan bahwa
awal peristiwa kesejarahan dibangkitkan oleh kelompok kecil yang kreatif (a tiny
creative minority), yang kemudian terbentuk masyarakat Islam yang memerlukan
Khalifah (QS. 2: 30). Sebagaimana kaum Anshor yang landreform (penyerahan
tanah) secara sukarela. Dalam Surah al-Baqarah, Allah mengungkapkan bahwa
masyarakat yang heterogen–meskipun dibawah pimpinan Rasulullah–selalu terdapat
tiga golongan masyarakat: beriman, kafir, dan munafik. Sebagaimana diteladankan
Rasulullah, perang bukan hanya pertarungan sistem persenjataan fisik teknik,
namun juga sistem persenjataan sosial. Rasulullah mencontohkan: kehidupan yang
tandus sebagai pemotivator, usaha sebagai bentuk melepaskan diri dari
ketergantungan materi, energi spiritual sebagai pendaya gerak kehidupan
jasmani, menciptakan perdamaian, hakikat keselamatan hidup dengan belajar.
Tantangan penjajahan barat (Keradjaan Katolik Portoegis dan Spanjol 16 M
dijawab oleh Ulama dan Santri dengan masyarakat pesantrennya, bersama para
sultan dan kekuasaan politik Islam. Kalangan orientalis mengungkapkan bahwa
Islam dikembangkan dengan pedang, sebagaimana penulisan sejarah Islam di India,
juga Indonesia (sebagaimana Kesoeltanan Demak), terlepas dari matius 10: 34.
Genghis Khan berhasil melemahkan Turki Seljuk, namun Turki Ottoman berhasil
bangkit, memengaruhi Dinasti Genghis Khan memeluk agama Islam. Bangsa Mongol
meluaskan Islam ke India, Rusia, dan Cina, sehingga di Nusantara Indonesia pun
bangkit kekuasaan politik Islam (kesultanan). Dalam CPCN (Carita Purwaka
Caruban Nagari) karya Pengeran Arya Cirebon (1720) diungkapkan bahwa proses
Islamisasi keluarga Praboe Siliwangi terjadi melalui pernikahan Islam. Hal ini
menegaskan bahwa proses Islamisasi melalui jalan niaga dan pernikahan merupakan
ciri umum spesifikasi Islam. Wirausahawan Muslim bertindak sebagai pelaku
pasar, diikuti dengan kebutuhan pendidikan generasi muda, yang menghasilkan
komunitas baru: Kekuasaan Politik Islam. Hali ini ditegaskan dengan adanya
kekuasaan politik Islam di Aceh pada abad 9 M dan di Leran Gresik pada abad
ke-11 M, dimana Keradjaan Katolik Portoegis menduduki Malaka pada 1511 M dan
Protestan Belanda menduduki Jayakarta pada 1619 M. Imperialisme Barat
dilahirkan dari Perjanjian Tordesilas Spanjol, 7 Juni 1494 M, setelah jatuhnya
Granada dari tangan umat Islam. Terusirnya imperialis Keradjaan Katolik
Portoegis dari Kalapa (1527M) dan Kesoeltanan Ternate (1575M) mengungkapkan
bahwa gerakan imperialis maupun nasionalis dimotivasi oleh keyakinan agama.
Pada abad ke-17 M datanglah gelombang kedua imperialis Barat, yakni Protestan
Belanda dan Inggris, menjadikan Indonesia sebagai arena Perang Agama Katolik
lawan Protestan sebagaimana di Eropa. Protestan dan Calvinisme melahirkan
Kapitalisme dan berhasil melumpuhkan Katolik (1870M), dampak buruk terhadap
buruh proletar melahirkan Komunisme, dan tumbangnya Tsar Nicholas II melahirkan
Zionisme. Amerika Serikat terlahir dari Protestan Revolution (19 April 1775),
pernah mengadakan kontak dagang di Agam SumBa sebelum Perang Padri (1821-1837
M), memaksa Jepang membuka negara; Indonesia diduduki Balatentara Dai Nippon
(1942-1945), dan menyumbang $100jt untuk Israel. Realitas Sejarah Imperialis
Barat di Eropa, berangkat dari Perang Agama antar Salib, Agama Katolik kontra
Agama Protestan dan Calvinisme. Setelah Perjanjian Westphalia (1648 M),
Goebernoer Djenderal Reyniers mengeluarkan Ordonansi Agama 1651 (melarang
aktivitas non Protestan), dilanjutkan oleh Campoeijs (1684-1691). Nusantara
Indonesia dijadikan arena Perang Agama Segitiga, perang Katolik-Protestan
sekaligus penjajah melawan pribumi Islam. Di bawah kondisi tantangan imperialis
Protestan Belanda, Soeltan Agoeng Mataram (1613-1645) bekerjasama dengan Dipati
Oekoer melancarkan serangan ke Batavia (1628-1629), begitu juga Soeltan Ageng
Tirtajasa Banten (1651-1683), juga pemberontakan Troenodjojo (1675-1680 M)
dengan dukungan Soeltan Hasanoeddin Goa (1653-1669). VOC di Batavia melakukan
pembunuhan terhadap bangsa Cina pada 1740 M. Napoleon Bonaparte menguasai
Keradjaan Protestan Belanda dan mengangkat adiknya, Louis sebagai Radja (1806),
dimanan VOC berakhir pada 1800 M disebabkan korupsi. Daendels dikirim untuk
mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, namun gagal, sehingga EIC
(East Indian Company) dibawah pimpinan Raffles berkuasa di Pulau Jawa
(1811-1816). Mendapati hal itu, Soeltan Jamengkoe Boeana II memberontak, begitu
juga cucunya; Pangeran Diponegoro. Dengan memanfaatkan kelemahan imperialis
Belanda dalam penguasaan laut, Kesoeltanan Aceh, Ambon, Ternaye, Makassar,
Banjarmasin, dan Palembang, melanjutkan hubungan niaganya dengan Kesultanan
Turki atau Kesultanan Mongol di India serta Cina. Mendapati hal itu, penjajah
Protestan Belanda memberikan tanggapan keras, sehingga memicu pemberontakan
dari Kapten Pattimura di Ambon, Perang Padri Imam Bondjol di Sumba, Perang
Diponegoro di Yogyakarta,dan pemberobtakan, Soeltan Mohammad Safioeddin di
Banten. Tertindih hutang berat kepada EIC, van den Bosch menciptakan natura
(Sistem Tanam Paksa), 1830-1919 M, sekaligus sebagai upaya melumpuhkan Ulama
dan Santri di kalangan petani. Hal ini disertai dengan penggunaan kekuatan Pangreh
Pradja Pribumi, yang bergantung pada dana Taokeh Cina. Menanggapi hal itu, para
ulama membangun organisasi perlawanan melalui gerakan Tarekat Qadiriyah
Naqsabandiyah, dimana perlawanan Hadji Wasjid di Cilegon (1888 M) bersamaan
dengan Perang Batak (1872-1906 M) dan Perang Atjeh (1873-1914 M). Pembangunan
tata kota pun berhubungan dengan keuntungan dari Tanam Paksa, dengan
mengutamakan wilayah hunian penjajah. Hal ini ditegaskan dengan menjadikan
kereta api sebagai Benteng Stelsel, dan Bandung sebagai kota kedua dalam
pertahanan militer. Perpecahan Eropa sebagai negara-negara kecil sesama Salin
(Katolik dan Protestan), mengungkapkan bagaimana keadaan Islam Nusantara
Indonesia di hadapan penjajah. Wilayah pribumi Islam ditandai dengan adanya
pohon beringin di tengah alun-alun sebagai simbol Syajaratul Thayiibah,
sementara pohon cemara sebagai tanda kemurkaan Allah (QS. 34: 16). Area hunian
pun dibagi-bagi antar etnis, begitu juga dengan pendirian sekolah, untuk
memecah belah pribumi Islam. Politik Asosiasi melalui kebijakan diskriminatif
disertai Politik Etis dalam program pendidikan dilakukan sebagai bentuk
pembodohan terhadap pribumi. Keradjaan Protestan Belanda meluaskan kekuasaannya
ke luar Pulau Jawa disebabkan; keuntungan Tanam Paksa, keruntuhan Negara Gereja
Vatikan, dan penguasaan Kerajaan Anglikan Protestan Inggris atas Terusan Suez.
Hal ini memicu Perang Padri (1821-1837 M), Perang Lampung (1832-1833 M), Perang
Banjarmasin, Perang Batak (1872-1907 M), dan Perang Atjeh ( 1873-1914).
Penguasaan Keradjaan Anglikan Protestan Inggris atas Terusan Suez (the key of
India), meruntuhkan Keradjaan Katolik Prancis, terjajahnya Australia, Perang
Mesir-Turki, juga Perang Turki-Rusia. Perjanjian London 1870 dan Perjanjian
November 1871 mengungkapkan bahwa sejarah Indonesia merupakan sejarah
Internasional. Jamaluddin al-Afghany (penggerak Pan Islamisme) memperingatkan
bagaimana pandangan Barat terhadap Islam, sebagaimana dukungan mereka terhadap
Saud dan pendirian Negara Israel. Pendirian PNI oleh Boeng Karno menunjukkan
kuatnya pengaruh Syarikat Islam di masyarakat Indonesia, dan simbol Patung
Diponegoro di Monumen Nasional pun menegaskan bahwa Ulama dan Santri sebagai
pelopor perjuangan bangsa Indonesia. Perang Atjeh (1873-1914) merupakan hasil
provokasi pemerintah kolonial Belanda dengan bantuan Oeleebalang, yang diikuti
dengan perang gerilya (-1942) dibawah pimpinan Tjoet Nja Dhien, istri dari
Teoekoe Oemar, menewaskan sekitar 17.000 serdadu Belanda. Dalam prosesnya,
Prof. Snouck Hurgronje, pakar agama Islam dan bahasa Arab, ikut membantu pihak
Belanda. Ulama dan umat Islam menjawab tantangan imperialisme modern dengan
menjadikan pasar sebagai arena pembangkitan kesadaran nasional, sebagaimana
berdirinya Sjarikat Dagang Islam (SDI, 1905).
— 281-434 (hilang)
Untuk menanggapi
problematika masyarakat, Hadji Samanhoedi mendirikan Sjarikat Islam pada 16
Oktober 1905, yang diperjuangkan oleh Oemar Said Tjokroaminoto dan memperoleh
pengakuan sebagai Badan Hukum pada 10 September 1912. Hal ini diikuti oleh KH
Achmad Dahlan, yang mendirikan Persjarikatan Moehammadijah pada 18 November
1912, menyampaikan ajaran Islam dengan mengangkat harkat anak yatim dan kaum
dhuafa melalui pembangunan sekolah dan pengaktifan MPKO. Gerakan tersebut
berkembang cepat, dengan diikuti oleh beberapa organisasi. Menanggapi hal itu,
pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan Staat blad 1932, No. 494. Kuatnya
Sjarikat Islam sebagai partai, terkendala oleh kepemimpinan yang sekaligus
sebagai pimpinan Persjarikatan Moehammadijah, disertai dengan masalah furu’. Di
Majalengka, KH Abdoelhalim mendirikan Hajatoel Qoeloeb (1911M), berubah menjadi
Persjarikatan Oelama (1917M), dan kemudian menjadi Nahdlatoel Oelama (1926M).
Sebelum NO (31 Januari), didirikan Nahdlatoel Wathan (1914) di Surabaya oleh Abdoel
Wahab Chasboellah dan Mas Mansoer, yang memperoleh Badan Hukum pada 1916 M.
Menanggapi debat fiqih di Nusantara Indonesia, diadakanlah al-Islam Congres
Pertama, sementara Sjarekat Islam mengatasi timbulnya ideologi komunis, dimana
penegakan kekhalifahan dibawah Kerajaan Arabia (Raja Husein dan Raja Ali, Ahli
Sunnah wal Jama’ah) berubah menjadi Keradjaan Saudi Arabia (Raja Ibnu Saud,
Wahabisme, yang mendapatkan dukungan Keradjaan Protestan Anglikan Inggris).
Kegagalan Muktamar Khalifah di Kairo Mesir, diikuti dengan kegagalan Muktamar
al-Islam Sedunia, melahirkan Nahdlatoel Oelama (Kebangkitan Ulama, 31-01-1926).
Di Lombok, KH Muhammad Zainuddin Abdul Majid mendirikan Pondok Pesantren
Daroennahdlatain Nahdlatoel Wathan (1935M), dimana beliau menjadi anggota
Konstituante Fraksi Masjumi. Pertentangan furu dan khilafah, mengarahkan ulama
untuk membangun sistem pendidikan pesantren modern, sebagaimana Pondok
Pesantren Modern Darussalam Gontor (12 Rabiul Awwal 1345H/1926M) di Ponorogo,
Madiun. Atas prakarsa Hadji Zamzam dan Hadji Joenoes, pada 30 Muharram 1342H
berdiri Persatoen Islam, dengan Ahmad Hassan sebagai guru utama. Dalam
perkembangannya, Persatoean Islam meloncat ke arah politik dan menolak partai
politik dengan asas kebangsaan, dimana A. Hassan menjadi Menteri Agama Negara
Pasoendan (negara boneka bikinan van Mook). Hal ini berbeda dengan muridnya,
Mohammad Natsir, yang aktif pula di Partai Islam Indonesia (PII), dan menjadi
Perdana Menteri NKRai (17 Agustus 1950M), dimana Khutbah Jumat di Masjid Persatoean
Islam dilaksanakan dalam dua macam bahasa terjemahan. Dalam gerak juang
Pembangkit Kesadaran Nasional Indonesia, para ulama dibuang ke Tanah Merah
(Digul, Papua) dengan tuduhan PKI, yang didirikan orang-orang Belanda pada
1920M. Di kalangan pemuda Islam, muncul Jong Islamieten Bond (JIB) dibawah
pimpinan R. Sjamsoerdjal (5 Jumadil Akhir 1343H/1925M), yang mengadakan kongres
di Jogyakarta (Desember 1925,1927) dan Surakarta (Desember 1926). Partai
Sjarikat Islam juga mendirikan organisasi khusus wanita SPI (1924), Comite
Persatoean Indonesia (1926), Perserikatan Nasional Indonesia (1927). Ir.
Soekarno mendirikan PNI (Perserikatan Nasional Indonesia, 4 Juli 1927), dan
kemudian mendirikan PPPKI (17 Desember 1927) bersama denhan PSII, dimana Boedi
Oetomo (anggota PPPKI sekaligus Jong Java) berupaya menegakkan Djawa Raja. Pada
Rabiul Akhir 1347/1928M, PSII mendirikan Madjlis Oelama Indonesia. Organisasi
Islam tersebut telah menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi
organisasinya, yang semula dikenal sebagai bahasa Melayu Pasar. Mendapati
keadaan Jong Java, R. Sjamsoeridjal keluar dan mendirikan Jonh Islamieten Bond
(JIB, 5 Jumadil Akhir 1343 H), yang mendorong lahirnya Perhimpoenan
Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI, 1926) dan Jong Indonesia (1927), dimana
kedunya banyak berperan dalam Kongres Pemoeda II yang melahirkan Soempah Pemuda
(28 Oktober 1928). Perlu dicatat bahwa Dr. Soekiman Wirjosandjojo merupakan
pelopor pengubah istilah India, Hindia, atau Indische, menjadi Indonesia (11
Januari 1925), sekaligus pengesah Lambang Garuda Pancasila (1951). Pada awal
masuknya agama Islam ke Nusantara Indonesia (abad ke-7M/1H), bahasa Melayu
disebut pula sebagai bahasa Melayu Pasar, yang dituliskan dengan huruf Arab
Melayu. Para Ulama juga mengenalkan Sang Saka Merah Putih (sekapur sirih dan
seulas pinang, bubur merah putih, dan pembangunan rumah) sebagai Bendera
Rasulullah saw (Kitab al-Fitan, sarung pedang Ali dan Khalid, juga karpet
masjid). Kepeloporan Pemuda Pemudi Islam: Oemar Said Tjokroaminoto, Hadji Agoes
Salim, Abdoel Moeis, dan Soekiman Wirjosandjojo, juga Kartini, Dewi Sartika,
dan Rahmah Joenoesijah. Pembuangan para pemimpin partai yang radikal,
memperkuat Partai Sjarikat Islam Indonesia dan Partai Islam Indonesia.
Menanggapi hijrah sebagai asas, Partai Islam Indonesia (PII) dikukuhkan
kembali, dan MIAI (1937) dibentuk untuk menanggapi Ordonansi Perkawinan. Hal
ini mengarahkan PSII membentuk BAPEPPI (1938), dimana Parindra dan Gerindo
bersikap kooperatif terhadap Belanda, diikuti oleh Parpindo. Dalam prosesnya,
terjadi penghinaan terhadap Rasulullah saw melalui Madjalah Bangoen milik
Parindra (Boedi Oetomo). Setelah mengadakan Kongres al-Islam Indonesia I di
Surakarta (1358H/1939M), MIAI memiliki 17 anggota (ormas dan parpol). MIAI yang
awalnya menggunakan nama KAII dalam kongresnya, kemudian diganti menjadi KMI, yang
menuntut Indonesia berparlemen melalui GAPI. Menjelang Perang Dunia II (1939M),
perjuangan ulama dihadang oleh organisasi kebatinan non-Islam dan partai-partai
yang bekerjasama dengan penjajah. Kongres Rakyat Indonesia II (13-09-1941)
membicarakan masalah ekonomi dan kemudian menjadi MRI dibawah pimpinan GAPI,
MIAI, dan PVPN. Pada 16-11-1942, Mr. Sartono melakukan kudeta terhadap MRI,
membuat PSII, POO, dan MIAI keluar dari GAPI dan MRI. Pada 8 Maret 1942,
Belanda menyerahkan Indonesia tanpa syarat pada Letnan Jenderal Imamura
(Panglima Balatentara Djepang) di Kalijati Subang Jawa Barat.
Terimakasih atas Pembelian Buku Original-nya!!
Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat].
- bagi yang belum membaca bukunya, disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.