Friday, September 29, 2023

Sinopsis "Man’s Search for Meaning - Viktor E. Frankl" Bahasa Indonesia

 Man’s Search for Meaning
by: Viktor E. Frankl

Buku ini sekadar cacatan berbagai pengalaman pribadi, penderitaan yang tak putus-putus sebagaimana ditanggung oleh para tawanan Nazi. Mari kita ambil contoh kasus tentang rencana pengangkutan yang secara resmi diumumkan untuk memindahkan sejumlah tawanan tertentu ke kamp lain; tetapi umumnya hampir dapat dipastikan bahwa tujuan akhirnya adalah kamar gas. Setiap orang hanya dikendalikan satu pemikiran: bertahan hidup demi keluarga yang menunggi mereka di rumah, dan menyelamatkan kawan-kawan. Saya, tawanan nomor 119.104, hampir sepanjang waktu ditugaskan untuk menggali dan membuat lintasan jalan kereta api. Sekali waktu, saya menggali sebuah terowongan, tanpa bantuan siapa pun, untuk menempatkan pupa utama saluran air di bawah sebuah jalan, dimana saya mendapatkan sebuah kupon premium (12 batang rokok / 12 mangkuk sup). Seribu lima ratus tawanan menempuh perjalanan dengan kereta api selama beberapa hari: setiap gerbong berisi 80 tawanan, dan berhenti di Auschwitz. Dalam kondisi delusion of reprieve, kami terkurund di dalam barah yang barangkali dibangun untuk menampung dua ratus tawanan, dengan seperlima ons roti sebagai jatah makan untuk empat hari. Dengan meninggalkan barang bawaan di kereta, kami berbaris untuk ditunjuk ke kanan atau ke kiri, dimana 90% ke kiri, yakni ke ruang “mandi”. Kemudian, kami diliputi rasa humor yang menyakitkan; kami tahu bahwa kami tidak bisa kehilangan apa-apa lagi kecuali hidup kami yang benar-benar telanjang. Para tawanan di Auschwitz yang sudah melalui periode syok pertama, tidak lagi takut terhadap kematian. Dua minggu di kamp konsentrasi (fase kedua), kami menyaksikan kematian (pasien), tanpa perasaan apa pun (apati), dan ini terjadi berulang-ulang setiap ada (pasien) yang meninggal. Bagian yang paling menyakitkan dari pukulan adalah hinaan yang menyertainya. Meskipun sempat berselisih dengan seorang Capo, seorang Capo menyukai saya karena saran-saran psikoterapis yang saya berikan dan menempatkan saya di barisan pertama; kebaikan hati seperti itu sangat penting. Karena beratnya kekurangan gizi yang diderita para tawanan (sup encer sekali sehari, ditambah sedikit roti), satu persatu penghuni gubuk meninggal dunia; “Tubuh ini, tubuh saya, sudah benar-benar seperti sesosok mayat.” Waktu yang paling sulit dari dua puluh empat jam kehidupan di kamp adalah saat-saat bangun pagi, ketika sirene tengah malam berbunyi tiga kali. Secara umum, para tawanan juga mengalami apa yang disebut "hibernasi budaya," dengan dua kekecualian, politik dan agama. Satu pikiran membuat saya termenung:Manusia diselamatkan oleh cinta dan di dalam cinta.” Ketika kehidupan batin tawanan mulai meningkat, dia juga menyadari keindahan seni dan alam yang sebelumnya tidak dia sadari. Upaya untuk mengembangkan rasa humor dan memandang segala sesuatu dari sudut pandang yang lucu merupakan suatu muslihat, bagian dari pelajaran tentang seni kehidupan. Sejalan dengan itu, hal-hal yang sangat sepele pun dapat memberikan kebahagiaan yang amat besar. Saya bersedia menjadi tenaga medis sukarela di sebuah kamp yang dihuni penderita tifus, karena menyadari bahwa kalau memang harus mati, setidaknya kematian saya punya arti. Semua orang benar-benar sudah berubah menjadi hanya sekadar nomor: hidup atau mati-sama sekali tidak penting; kehidupan si "nomor" sama sekali tidak relevan. Ketika para tawanan yang sakit siap dikirim ke "kamp istirahat", nama saya (artinya, nomor tawanan saya) tercantum dalam daftar, dimana tidak ada satu tawanan pun yang yakin bahwa tujuan konvoi ini benar-benar ke kamp istirahat. Hari terakhir kami di kamp konsentrasi, aku kembali bermkasud untuk melarikan diri bersama seorang teman, namun Palang Merah Internasional tiba, diikuti dengan serdadu SS yang memasukkan para tawanan ke truk, dan medan pertempuran sampai ke kamp kami. Apa pun bisa dirampas dari manusia. kecuali satu: kebebasan terakhir seorang manusia--kebebasan untuk menentukan sikap dalam setiap keadaan. kebebasan untuk memilih  jalannya sendiri. Seorang pria yang tidak bisa melihat akhir dari "eksistensi sementaranya" tidak akan bisa meraih tujuan tertinggi dalam hidupnya. Seorang filsuf Jerman; Spinoza berkata: “Emosi, yang sedang menderita, tidak akan lagi menderita setelah kita membuat gambaran yang jelas dan benar dari penderitaan tersebut.” Tawanan yang sudah kehilangan kepercayaan akan masa depan--masa depannya sendiri--sedang menuju ke arah kehancuran. Kondisi tersebut membawa dampak yang membahayakan bagi daya tahan tubuh mereka, dan akibatnya sebagian besar tawanan meninggal. Pentingnya harapan tersebut sesuai dengan ungkapan; “Dia yang tahu "mengapa" ia hidup, akan mampu menghadapi "bagaimana" dalam bentuk apa pun” (Nietzsche). Tindakan sabotase bisa dijatuhi hukuman gantung, dan pencurian kentang di gudang membuat 2.500 tawanan memilih untuk berpuasa. Dalam prosesnya, saya diminta memberikan ceramah, dimana saya menegaskan pentingnya makna hidup melalui ungkapan Nietzsche: "Was mich nicht umbringt, macht mich starker" (Segala sesuatu yang tidak membunuh saya, membuat saya jadi lebih kuat). Adapun para penjaga kamp, mereka biasanya memang memiliki sifat sadis, namun ada juga beberapa yang bahkan tidak pernah menyentuh kami. Dari itu bisa diungkapkan bahwa Kebaikan manusia bisa ditemukan pada setiap kelompok, meskipun di dalam kelompok yang secara keseluruhan kita kutuk sekalipun. Kita pun tiba pada tahap ketiga dari reaksi mental seorang tawanan: kondisi psikologis tawanan setelah dibebaskan, dimana mereka mengalami “depersonalisasi”, yang mengarah pada kerusakan kesehatan moral. Pengalaman puncak dari semuanya ialah bahwa setelah semua penderitaan yang dia jalani, tidak ada lagi yang perlu dia takutkan-kecuali Tuhannya.

Berbeda dengan psikoanalisis, logoterapi menerapkan metode yang tidak terlalu retrospektif dan tidak terlalu introspektif. Ia lebih memusatkan perhatian pada masa depan, atau pada pencarian makna hidup yang harus dilakukan oleh si pasien di masa depannya (pencarian makna hidup). Riset mengungkapkan bahwa 89 persen orang mengakui bahwa manusia membutuhkan "sesuatu" agar dia dapat hidup. Keinginan tersebut bisa menimbulkan frustasi (frustrasi eksistensial) yang bisa memicu neurosis (neurosis noogenik). Upaya mencari makna hidup bisa menimbulkan ketegangan batin--bukan keseimbangan batin--sebagai prasyarat kesehatan mental. Kehampaan eksistensial mengarah pada konformisme (ingin melakukan apa yang dilakukan oleh orang lain) atau totalitarianism (melakukan apa pun yang diinginkan orang lain dari dirinya), dan bahkan bunuh diri. Yang penting bukan makna hidup secara umum, melainkan makna spesifik dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu. Karena itu, Logoterapi menganggap sikap bertanggung jawab sebagai hakikat utama eksistensi manusia. Menurut logoterapi, ada tiga cara yang bisa ditempuh manusia untuk menemukan makna hidup: (1) melalui pekerjaan atau perbuatan; (2) dengan mengalami sesuatu atau melalui seseorang; dan (3) melalui cara kita menyikapi penderitaan yang tidak bisa dihindari. Salah satu prinsip dasar dari logoterapi: perhatian utama manusia bukan untuk mencari kesenangan atau menghindari kesedihan, tetapi menemukan makna dalam hidupnya. Teknik logoterapi yang lazim disebut paradoxical intention (niat paradoksikal) menekankan bahwa kesenangan harus selalu dan harus tetap merupakan efek samping, dimana kesenangan tersebut akan hancur atau rusak dengan sendirinya jika dijadikan tujuan. Manusia memang makhluk yang terbatas, dan kebebasannya juga terbatas, dimana kebebasan manusia tidak terbebas dari kondisi, namun manusia bebas untuk menyikapi berbagai kondisi.

"Optimisme di tengah tragedi" berarti bahwa seseorang itu optimistis, dan tetap optimistis meskipun dia mengalami "tiga serangkai tragedi kehidupan"; (1) penderitaan (mengubahnya menjadi keberhasilan); (2) rasa bersalah (menjadikannya sebagai kesempatan untuk menjadi lebih baik); dan (3) kematian (menjadikannya sebagai dorongan untuk bertindak dengan penuh tanggung jawab). Seperti yang sudah kita lihat, manusia bukan berusaha mencari kebahagiaan, melainkan mencari alasan untuk menjadi bahagia; dan kebahagiaan itu bisa diperoleh dengan mewujudkan potensi makna hidup yang merupakan bagian yang tersembunyi dalam setiap situasi. "Kalau pun akhir yang baik hanya terjadi dalam satu dari seribu kasus, siapa yang bisa menjamin bahwa kasus Anda cepat atau lambat tidak akan berakhir baik suatu hari nanti? Namun, pertama-tama Anda harus tetap hidup untuk melihat bahwa hari itu datang, sehingga sejak saat ini tanggung jawab untuk tetap hidup tidak meninggalkan Anda." Makna dalam logoterapi adalah apa (makna) yang terkandung dan tersembunyi dalam setiap situasi yang dihadapi seseorang sepanjang hidup mereka. Dalam Logoterapi, ada tiga jalan untuk menemukan makna hidup; melalui karya atau tindakan, melalui pengalaman atau mengenal seseorang, dan melalui penderitaan atau situasi tanpa harapan. Sebagai bukti hidup dari “argumenta ad hominem” (kekuatan jiwa manusia untuk menentang), Jerry Long berkata; “Leher saya memang patah, tetapi itu tidak akan mematahkan hidup saya.” Hiduplah seakan-akan Anda hidup untuk kedua kalinya, dan bertindaklah seakan-akan Anda sedang bersiap-siap untuk melakukan kesalahan yang pertama kalinya. Frankl mengungkapkan bahwa "Kita sendirilah yang harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kehidupan kepada kita, dan kita hanya dapat merespons semua itu dengan bertanggung jawab terhadap eksistensi kita."

*****

Tanggal 27 Januari 2006, bertepatan dengan peringatan 61 tahun pembebasan kamp kematian Auschwitz yang menewaskan 1,5 juta orang, untuk pertama kalinya dunia menjadi saksi atas peringatah Hari Holocaust lnternasional. Beberapa bulan kemudian, diperingati pula satu tahun kelahiran salah satu tulisan paling menonjol dari masa mengerikan itu, yangpertama kali diterbitkan di Jerman pada 1946 sebagai A  Psychologist Experiences the Concentration Camp dan kemudian menggunakan judul Say Yes to Life in Spite of Everything. Pada edisi-edisi selanjutnya kemudian dilengkapi dengan pengenalan terhadap logoterapi dan catatan mengenai optimisme di tengah tragedi, atau kiat untuk tetap optimis menghadapi rasa sakit, bersalah, dan kematian. Versi terjemahan lnggrisnya, yang pertama kali diterbitkan pada 1959, diberi judul Man's Search for Meaning. Dalam tulisannya, ia memperingatkan kita bahwa "dunia tengah berada dalam kondisi buruk, tetapi semuanya akan tetap memburuk, kecuali masing-masing dari kita melakukan yang terbaik."


Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat].
- bagi yang belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.


0 comments:

Post a Comment

 
;