Aku
berpartner dengan Ben, salah seorang barista (peramu kopi) terhandal di
Jakarta, membuka kedai kopi dengan nama Ben dan Jody. Dimana Ben selalu
menjelaskan filosofi dari setiap jenis kopi yang dibeli oleh pelanggan.
Setelah
setahun kedai kami berdiri, Ben malakukan inovasi baru, dengan menambahkan deskripsi singkat
mengenai setiap jenis kopi. Puncaknya, ia mengubah nama kedai kami menjadi
Filosofi Kopi, dengan selogan yang berbunyi “temukan diri anda disini”.
Inovasi-inovasi tersebut, membuat pelanggan semakin berdatangan.
Ben
kemudian menerima tantangan dari seorang pria perlente yang memintanya untuk
meracik kopi yang memiliki arti; “kesuksesan adalah wujud kesempurnaan hidup”,
dengan imbalan sebesar $50.000.000.
Berminggu-minggu
telah berlalu, dan suatu malam akhirnya Ben menyodorkan secangkir kopi padaku,
dan aku menyambutnya dengan takjub sekaligus memberikannya selamat. Ben
memberikan nama kopi racikannya itu dengan nama; Ben’s Perfecto.
Keesokan
harinya, Ben menelpon penantangnya, dan berhasil memuaskan sang pelanggan.
Dimana Ben’s Perfecto juga menjadi menu andalan kedai kami. Namun, beberapa
hari kemudian seorang bapak-bapak pecinta kopi yang terlihat seperti orang yang
tak biasa minum kopi di kafe, membuat Ben merasa depresi. Karna orang tersebut
mengungkapkan ada kopi yang sedikit lebih enak dari Ben’s Perfecto.
Ben
menghapiriku, memintaku untuk menutup toko dan pergi menemaninya ke suatu
tempat. Kami menempuh perjalanan yang jauh, dimana kami terpaksa menginap di
Klaten semalam, dan melanjutkan perjalanan esok harinya.
Sesampainya
di tempat tujuan, kulihat warung reot dari gubuk yang berdiri diatas bukit itu
merupakan warung milik Pak Seno. Ben segera memesan dua kopi Tiwus kepada Pak
Seno, kami mengetahui nama kopi tersebut saat bertanya pada seseorang di tengah
perjalanan. Tanpa bersuara kami berdua menghabiskan teguk demi teguk kopi Tiwus
yang telah disajikan dihadapan kami. Dimana kami bisa membayar seikhlasnya
untuk secangkir kopi tersebut.
Ben
yang mengakui kekalahannya, memintaku untuk memberikan cek $50.000.000 yang
didapatkannya pada Pak Seno, tapi aku menentangnya dengan keras. Sepulangnya ke
Jakarta, aku sibuk menerima telpon dari para pelanggan yang merindukan Filosofi
Kopi, sementara Ben bermenung diri dengan putus asa.
Saat
kulihat sebungkus kopi tiwus yang menganggur, kuputuskan untuk meramunya.
Setiap tegukan semakin membuat benakku padat dengan kenangan-kenangan indah
bersama Ben di kedai kopi kami.
Keesokan
harinya, aku bertemu Ben dikedai, dan kusuguhkan kopi Tiwus padanya.
Kuungkapkan kebenaran kata-kata Ben, sekaligus memintanya untuk kembali membuka
kedai Filosofi Kopi. Ben menyiapkan peralatan untuk esok hari, setelah
mengetahui bahwa aku telah memberikan cek $50.000.000 itu pada orang yang
tepat.
Beberapa
hari sebelumnya, Pak Seno yang menerima cek $50.000.000 menunjukkan cek
tersebut pada istrinya. Dimana mereka hanya menganggap cek tersebut sebagai
kenang-kenangan, tanpa tahu bahwa cek tersebut merupakan uang yang banyak.
Terimakasih atas Pembelian Buku Original-nya!!
Note:
- dikhususkan
bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat]
- bagi yang
belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab
setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.
0 comments:
Post a Comment