Saturday, February 17, 2018

Sinopsis "Dilan: Dia adalah Dilanku tahun 1990" Bahasa Indonesia


Dilan: Dia adalah Dilanku tahun 1990
By: Pidi Baiq

Namaku Milea Adnan Hussain, putri dari pasangan Hussain dan Marissa Kusumarini, tinggal di Jakarta dan pindah ke Bandung pada tahun 1990. Otomatis, Aku juga pindah ke SMA Negeri Bandung, sekolah paling romantis, karena di sanalah Aku bertemu dengan pria yang sangat kucintai. Dan Aku yang sekarang berada di ruang kerjaku, di rumah yang kutempati bersama suamiku sejak 1997, bermaksud untuk menceritakan kisah SMA-ku.

Dalam perjalanan ke sekolah, seorang siswa yang tak kukenal menyapa, mengungkapkan akan meramalku saat di kantin nanti, dimana Aku mendapatkan sebuah surat saat  jam istirahat yang berisi ramalan “besok, kita akan bertemu”. Keesokan harinya, Dia datang ke rumah bersama Piyan untuk mengantarkan sebuah surat undangan. Setelah selesai mencuci sepatu, Aku menerima telepon dari Beni, pacarku yang berada di Jakarta.

Saat upacara berlangsung, kucari-cari keberadaannya, namun tak kudapati. Setelah selesai upacara, seorang guru membawa Dia bersama dua temannya berdiri di depan kami disebabkan mereka tidak mengikuti upacara. Dan saat itulah, Aku tahu namanya, Dilan. Sepulang sekolah, Dilan menemaniku naik angkot menuju rumah dan kembali naik angkot ke sekolah. Di rumah, Bibi menyerahkan surat dari Beni padaku, kubaca surat itu sambil memikirkan perkataan Dilan saat di angkot tadi. Malam harinya, Aku menerima telepon dari Beni, yang mengungkapkan ia akan ke Bandung minggu depan. Keesokan harinya, Aku menerima surat dari Dilan yang berisi “Pemberitauan: Sejak sore kemaren, aku sudah mencintaimu”.

Saat di kantin bersama Nandan dan yang lainnya, Aku mengetahui bahwa di jam istirahat Dilan biasa nongkrong di Warung Bi Eem. Dimana hari ini, Dia datang ke kantin dan manyapaku, mengungkapkan pada Nandan bahwa Dia mencintaiku. Di jam masuk kelas, Dilan ikut masuk ke kelasku dan duduk di sebelahku, hingga Pak Atam menyadari keberadannya. Sepulang sekolah, Dilan mengungkapkan akan datang ke rumahku malam harinya, dan dia benar-benar datang. Setelah mengetahui dari ibu untuk apa Dia datang, Aku kembali ke kamar dan mendapatkan telepon darinya.

Saat jam istirahat berakhir, Dilan menyapaku, meminta izin untuk mengikuti kelasku, namun kularang. Saat itu jam pelajaran PKN, dengan Bu Sri sebagai gurunya, dimana ditengah-tengah pelajaran, papan pembatas kelas bagian sebelah kanan roboh bersama Piyan dan Dilan yang menggantung di atasnya. 2 hari setelah kejadian itu, Aku tidak melihat Dilan di mana pun, sehingga Aku menanyakan hal itu pada Wati secara tersirat.

Dilan kembali bersekolah, namun ia tak menunjukkan perhatiannya padaku sama sekali, bahkan hingga hari ulangtahunku, sedangkan Nandan memberikan kado boneka padaku saat di kelas, dan Beni datang bersama beberapa temannya dengan serangkaian bunga dan kue ulangtahun.

Hari itu, saat pelajaran Biologi, Dilan datang ke kalasku, meminta izin pada Pak Rahmad untuk menyerahkan titipan penting, dan Pak Rahmad mengizinkannya. Dia kemudian menyerahkan kado padaku sambil mengucapkan “Selamat ulangtahun, Milea”. Setibanya di rumah, segera kubuka kado tersebut, sebuah TTS disertai surat kecil, dan itu membuatku sangat senang.

Aku yang mendapati Dilan semakin menjauh, mencaritau apa yang terjadi dengan berbicara pada Piyan,. Dimana kuceritakan semua usaha yang dilakukan Dilan untuk mendekatiku, disusul pertanyaan mengapa sikap Dilan berubah. Piyan mengungkapkan bahwa mungkin karna Dilan mendengar kabar bahwa Aku pacaran dengan Nandan. Aku segera menyanggah hal itu, dan meminta Piyan menyampaikannya pada Dilan.

Sabtu ini pelajaran ditiadakan disebabkan diadakan seleksi untuk mengikuti lomba Cerdas Cermat di TVRI. 3 orang mewakili kelas masing-masing, dan Dilan ikut mewakili kelasnya, membuatku menonton di depan. Sesi pertama menunjukkan Dilan berada di posisi kedua. Dilanjutkan dengan sesi rebutan, dimana Dilan seringkali berhasil memencet bel duluan, namun memberikan jawaban yang benar-benar salah.

Dilan itu seorang anggota geng motor yang berbeda sekali dengan Anhar, yang pernah menelponku malam-malam untuk menyampaikan ketertarikannya padaku.

Aku ikut serta ke Jakarta untuk memberikan dukungan terhadap perwakilan sekolah yang mengikuti lomba Cerdas Cermat. Mengetahui Dilan tidak ikut, Aku memberitau Beni, dan Beni mengungkapkan akan menemuiku di acara tersebut. Setelah perlombaan selesai, Nandan mengajakku makan, ditemani Novi yang kemudian izin ke toilet. Dan saat itulah Beni tiba, membentakku dengan keras karna berduaan dengan Nandan, membuatku tak tahan dan mengakhiri hubungan.

Aku sakit, dan anak-anak kelas datang menjenguk. Setelah Bibi memberitauku bahwa ada telpon dari Beni, Bibi kembali memberitauku bahwa ada telpon dari Dilan. Aku pun segera beranjak dan menerima telepon, meminta Dilan untuk datang. Tak lama kemudian, Bi Asih datang atas permintaan Dilan untuk memijitiku, disusul oleh Dilan yang datang kemudian, sementara teman-teman beranjak pulang, membuatku hanya bersamaan dengan Dilan dan Bi Asih. Sedang asyik-asyiknya mengobrol, Kuangkat telpon, ternyata dari Beni, ia mengungkapkan sudah ada di Bandung dan hendak bertemu denganku. Aku pun segera meminta Dilan untuk pulang secara tersirat.

Beni datang bersama Mas Ato, yang mengungkapkan permintaan maaf atas nama Beni, sementara Beni berdiam diri. Mendengarkan penjelasan Mas Ato, aku meminta izin untuk memikirkannya terlebih dahulu.

Malamnya, Aku menemani ibu yang tengah main gitar bersama Airin. Ditemani gerimis, Aku memikirkan sejuta perkataan yang ingin kusampaikan pada Mas Ato.

Setelah menerima telepon dari Dilan, kudapati kolom kartun humor di koran Pikiran Rakyat bertandatangan Dilan. Beberapa saat kemudian, kuterima telpon dari Beni, dimana aku berusaha bersikap tegas.

Dalam perjalanan ke sekolah, Dilan menemaniku hingga Aku duduk di kelas, sementara sepeda motornya dibawa Agus. Mendengar kabar bahwa Dilan membonceng Susi beberapa hari yang lalu, Aku menolak ajakan Dilan pergi ke Warung Bi Eem. Karna merasa bersalah, kususul Dilan ke warung Bi Eem hanya untuk mendapati Dilan tak ada di sana, dimana kemudian anggota geng motor sekolah lain menggedor-gedor gerbang sekolah, membuatku amat cemas. Malam harinya, Dilan menelponku, kutanyakan mengenai Susi padanya, dan Dilan berusaha meninabobokanku dengan mengabsen nama-nama binatang.

Kang Adi, yang ayahnya merupakan kenalan ayahku, merupakan mahasiswa ITB yang memberikan les privat untukku, biasanya pas malem minggu. Setelah menerima telpon dari Dilan yang ngebahas nyamuk, kulanjutkan berbincang dengan Kang Adi, yang menyuruhku supaya hati-hati dalam berteman.
Saat upacara, Dilan berada di barisanku, sehingga Pak Suripto dengan kasar menarik Dilan dan menamparnya. Mendapati hal itu, Dilan memberikan perlawanan keras, membuat Pak Suripto melarikan diri, sementara para guru berusaha menahan Dilan. Dilan mengungkapkan pembelaannya di hadapan Bu Rini dan guru lainnya, bahkan di hadapan Kepala Sekolah yang datang kemudian.

Dilan diskors seminggu, sehingga ibunya datang ke sekolah. Aku dan Wati pergi menemui Ibu Dilan, yang kemudian mengantarku pulang setelah mampir di rumahmakan. Setibanya di rumah, kulihat motor Kang Adi berada di luar, segera kuberitau Ibu bahwa Bunda ada di luar, Ibuku pun segera menyambut Bunda, dimana ditengah-tengah perbincangan, Dilan menelpon. Setelah Bunda pulang, Aku menolak tawaran Kang Adi untuk main ke ITB sekaligus mengusirnya secara tersirat. Malam harinya, kutelpon Dilan, namun Bunda yang menerimanya, mengungkapkan bahwa Dilan sedang keluar, sehingga Aku berbincang-bincang dengan Bunda, membahas mengenai Dilan.

Aku berangkat sekolah diantar Kang Adi. Di jam istirahat, Aku ke kantin bersama Wati diikuti oleh Piyan, dimana Susi datang meminta waktu berbicara pada Piyan. Wati memberikan larangan keras, sehingga perseteruan terjadi antara Wati dan Susi. Sepulang sekolah, kudapati Dilan mengikuti angkot dari belakang, sehingga Aku turun dan ikut Dilan, yang membawaku mampir makan Bakso Akung, kemudian keliling kota Bandung. Malam harinya, Kang Adi menelponku, memintaku untuk datang ke acara selametan keluarganya besok.

Aku dan keluarga datang lebih awal ke acara Selametan keluarga Kang Adi, dimana Aku bantu-bantu sedikit, sekaligus berkenalan dengan Ibu Kang Adi. Selesai acara, Kang Adi membawaku ke Pavilium, menemui teman-temannya, membuatku bosan setengah mati. Setibanya di rumah, kutanyakan pada Bibi apakah Dilan menelpon, dan Bibi bilang iya.

Mendapatkan kabar bahwa Dilan dan anak-anak lainnya bermaksud hendak menyerang sekolah lain di daerah Dago, Aku memberanikan diri mengajak Wati ke Warung Bi Eem, memaksa Dilan untuk menemaniku jalan-jalan saat itu juga. Dilan menerima ajakanku, dan membawaku ke pasar sebelum singgah ke rumahnya. Sesampainya di rumah Dilan, aku mendapatkan sambutan hangat dari Bunda, yang memperkenalkanku pada Bi Diah, pembantunya. Aku kemudian berkenalan dengan Disa, dan Banar, saudara-saudari Dilan. Saat tengah asik berbincang dengan Dilan dan Disa, Bunda memanggil kami untuk makan, setelah itu kami ngobrol-ngobrol. Sehabis Isya’, Dilan mengantarku pulang dan mendapatkan sambutan hangat dari Ibu, dimana Kang Adi ada di rumah untuk memberikan les. Setelah cukup lama berbincang-bincang, Dilan segera pulang karna ada tamu di rumahnya, disusul Kang Adi tak lama setelahnya.

Setelah menemani Ibu berbelanja di pasar, kudapati Kang Adi datang menjemputku, membuatku terpaksa ikut atas desakan Ayah. Sebelum ke ITB, Kang Adi mengajakku mampir di toko souvenir kenalan Kang Adi. Dalam perjalanan pulang, Aku terlibat perdebatan sengit dengan Kang Adi yang berusaha menjelek-jelekkan Dilan. Setibanya di rumah, Bibi memberitauku bahwa tadi Dilan nelpon, dan Bibi mengungkapkan pada Dilan bahwa Aku pergi dengan Kang Adi. Dilanda kegundahan, segera kutelpon Dilan, namun yang menerima Bunda, mengatakan bahwa Dilan baru saja keluar.

Keesokan harinya saat jam istirahat, Aku pergi ke Warung Bi Eem untuk mencari Dilan, dimana Aku terlibat perselisihan dengan Anhar, sedangkan Dilan tak kudapati di sana. Aku pergi sambil menangis ditemani Piyan yang mengungkapkan bahwa Dilan tidak masuk sekolah. Sesampainya di kelas, Anhar datang untuk meminta maaf, namun tidak kujawab. Setelah bel pulang berbunyi, Aku dan yang lainnya memeriksa keributan yang terjadi di lapangan basket hanya untuk mendapati Dilan tengah berkelahi dengan Anhar. Setelah dibawa ke ruang guru, Dilan kembali berusaha menghajar Anhar. Aku menerobos masuk, dimana setelah memberikan peringatan, Dilan memutuskan untuk pergi, mengajakku ke Warung Bi Eem. Di sana, Aku mengobati luka Dilan dengan obat merah yang diberikan oleh Bi Eem, dimana Dilan meresmikan hubungan kami di atas materai.




Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat]
- bagi yang belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.

0 comments:

Post a Comment

 
;