Dilan: Dia adalah Dilanku tahun 1990
By: Pidi Baiq
Namaku Milea
Adnan Hussain, putri dari pasangan Hussain dan Marissa Kusumarini, tinggal di
Jakarta dan pindah ke Bandung pada tahun 1990. Otomatis, Aku juga pindah ke SMA
Negeri Bandung, sekolah paling romantis, karena di sanalah Aku bertemu dengan pria
yang sangat kucintai. Dan Aku yang sekarang berada di ruang kerjaku, di rumah
yang kutempati bersama suamiku sejak 1997, bermaksud untuk menceritakan kisah
SMA-ku.
Dalam perjalanan
ke sekolah, seorang siswa yang tak kukenal menyapa, mengungkapkan akan meramalku
saat di kantin nanti, dimana Aku mendapatkan sebuah surat saat jam istirahat yang berisi ramalan “besok, kita
akan bertemu”. Keesokan harinya, Dia datang ke rumah bersama Piyan untuk
mengantarkan sebuah surat undangan. Setelah selesai mencuci sepatu, Aku menerima
telepon dari Beni, pacarku yang berada di Jakarta.
Saat upacara
berlangsung, kucari-cari keberadaannya, namun tak kudapati. Setelah selesai
upacara, seorang guru membawa Dia bersama dua temannya berdiri di depan kami
disebabkan mereka tidak mengikuti upacara. Dan saat itulah, Aku tahu namanya,
Dilan. Sepulang sekolah, Dilan menemaniku naik angkot menuju rumah dan kembali
naik angkot ke sekolah. Di rumah, Bibi menyerahkan surat dari Beni padaku, kubaca
surat itu sambil memikirkan perkataan Dilan saat di angkot tadi. Malam harinya,
Aku menerima telepon dari Beni, yang mengungkapkan ia akan ke Bandung minggu
depan. Keesokan harinya, Aku menerima surat dari Dilan yang berisi “Pemberitauan:
Sejak sore kemaren, aku sudah mencintaimu”.
Saat di kantin
bersama Nandan dan yang lainnya, Aku mengetahui bahwa di jam istirahat Dilan biasa
nongkrong di Warung Bi Eem. Dimana hari ini, Dia datang ke kantin dan
manyapaku, mengungkapkan pada Nandan bahwa Dia mencintaiku. Di jam masuk kelas,
Dilan ikut masuk ke kelasku dan duduk di sebelahku, hingga Pak Atam menyadari
keberadannya. Sepulang sekolah, Dilan mengungkapkan akan datang ke rumahku
malam harinya, dan dia benar-benar datang. Setelah mengetahui dari ibu untuk
apa Dia datang, Aku kembali ke kamar dan mendapatkan telepon darinya.
Saat jam
istirahat berakhir, Dilan menyapaku, meminta izin untuk mengikuti kelasku,
namun kularang. Saat itu jam pelajaran PKN, dengan Bu Sri sebagai gurunya,
dimana ditengah-tengah pelajaran, papan pembatas kelas bagian sebelah kanan
roboh bersama Piyan dan Dilan yang menggantung di atasnya. 2 hari setelah
kejadian itu, Aku tidak melihat Dilan di mana pun, sehingga Aku menanyakan hal
itu pada Wati secara tersirat.
Dilan kembali
bersekolah, namun ia tak menunjukkan perhatiannya padaku sama sekali, bahkan
hingga hari ulangtahunku, sedangkan Nandan memberikan kado boneka padaku saat
di kelas, dan Beni datang bersama beberapa temannya dengan serangkaian bunga
dan kue ulangtahun.
Hari itu, saat
pelajaran Biologi, Dilan datang ke kalasku, meminta izin pada Pak Rahmad untuk
menyerahkan titipan penting, dan Pak Rahmad mengizinkannya. Dia kemudian menyerahkan
kado padaku sambil mengucapkan “Selamat ulangtahun, Milea”. Setibanya di rumah,
segera kubuka kado tersebut, sebuah TTS disertai surat kecil, dan itu membuatku
sangat senang.
Aku yang
mendapati Dilan semakin menjauh, mencaritau apa yang terjadi dengan berbicara
pada Piyan,. Dimana kuceritakan semua usaha yang dilakukan Dilan untuk
mendekatiku, disusul pertanyaan mengapa sikap Dilan berubah. Piyan
mengungkapkan bahwa mungkin karna Dilan mendengar kabar bahwa Aku pacaran
dengan Nandan. Aku segera menyanggah hal itu, dan meminta Piyan menyampaikannya
pada Dilan.
Sabtu ini
pelajaran ditiadakan disebabkan diadakan seleksi untuk mengikuti lomba Cerdas
Cermat di TVRI. 3 orang mewakili kelas masing-masing, dan Dilan ikut mewakili
kelasnya, membuatku menonton di depan. Sesi pertama menunjukkan Dilan berada di
posisi kedua. Dilanjutkan dengan sesi rebutan, dimana Dilan seringkali berhasil
memencet bel duluan, namun memberikan jawaban yang benar-benar salah.
Dilan itu
seorang anggota geng motor yang berbeda sekali dengan Anhar, yang pernah
menelponku malam-malam untuk menyampaikan ketertarikannya padaku.
Aku ikut serta
ke Jakarta untuk memberikan dukungan terhadap perwakilan sekolah yang mengikuti
lomba Cerdas Cermat. Mengetahui Dilan tidak ikut, Aku memberitau Beni, dan Beni
mengungkapkan akan menemuiku di acara tersebut. Setelah perlombaan selesai,
Nandan mengajakku makan, ditemani Novi yang kemudian izin ke toilet. Dan saat
itulah Beni tiba, membentakku dengan keras karna berduaan dengan Nandan, membuatku
tak tahan dan mengakhiri hubungan.
Aku sakit, dan
anak-anak kelas datang menjenguk. Setelah Bibi memberitauku bahwa ada telpon
dari Beni, Bibi kembali memberitauku bahwa ada telpon dari Dilan. Aku pun
segera beranjak dan menerima telepon, meminta Dilan untuk datang. Tak lama
kemudian, Bi Asih datang atas permintaan Dilan untuk memijitiku, disusul oleh
Dilan yang datang kemudian, sementara teman-teman beranjak pulang, membuatku
hanya bersamaan dengan Dilan dan Bi Asih. Sedang asyik-asyiknya mengobrol, Kuangkat
telpon, ternyata dari Beni, ia mengungkapkan sudah ada di Bandung dan hendak
bertemu denganku. Aku pun segera meminta Dilan untuk pulang secara tersirat.
Beni datang
bersama Mas Ato, yang mengungkapkan permintaan maaf atas nama Beni, sementara
Beni berdiam diri. Mendengarkan penjelasan Mas Ato, aku meminta izin untuk
memikirkannya terlebih dahulu.
Malamnya, Aku
menemani ibu yang tengah main gitar bersama Airin. Ditemani gerimis, Aku
memikirkan sejuta perkataan yang ingin kusampaikan pada Mas Ato.
Setelah
menerima telepon dari Dilan, kudapati kolom kartun humor di koran Pikiran Rakyat
bertandatangan Dilan. Beberapa saat kemudian, kuterima telpon dari Beni, dimana
aku berusaha bersikap tegas.
Dalam perjalanan
ke sekolah, Dilan menemaniku hingga Aku duduk di kelas, sementara sepeda
motornya dibawa Agus. Mendengar kabar bahwa Dilan membonceng Susi beberapa hari
yang lalu, Aku menolak ajakan Dilan pergi ke Warung Bi Eem. Karna merasa
bersalah, kususul Dilan ke warung Bi Eem hanya untuk mendapati Dilan tak ada di
sana, dimana kemudian anggota geng motor sekolah lain menggedor-gedor gerbang
sekolah, membuatku amat cemas. Malam harinya, Dilan menelponku, kutanyakan
mengenai Susi padanya, dan Dilan berusaha meninabobokanku dengan mengabsen
nama-nama binatang.
Kang Adi, yang
ayahnya merupakan kenalan ayahku, merupakan mahasiswa ITB yang memberikan les
privat untukku, biasanya pas malem minggu. Setelah menerima telpon dari Dilan
yang ngebahas nyamuk, kulanjutkan berbincang dengan Kang Adi, yang menyuruhku supaya
hati-hati dalam berteman.
Saat upacara,
Dilan berada di barisanku, sehingga Pak Suripto dengan kasar menarik Dilan dan
menamparnya. Mendapati hal itu, Dilan memberikan perlawanan keras, membuat Pak
Suripto melarikan diri, sementara para guru berusaha menahan Dilan. Dilan
mengungkapkan pembelaannya di hadapan Bu Rini dan guru lainnya, bahkan di
hadapan Kepala Sekolah yang datang kemudian.
Dilan diskors
seminggu, sehingga ibunya datang ke sekolah. Aku dan Wati pergi menemui Ibu
Dilan, yang kemudian mengantarku pulang setelah mampir di rumahmakan. Setibanya
di rumah, kulihat motor Kang Adi berada di luar, segera kuberitau Ibu bahwa
Bunda ada di luar, Ibuku pun segera menyambut Bunda, dimana ditengah-tengah
perbincangan, Dilan menelpon. Setelah Bunda pulang, Aku menolak tawaran Kang
Adi untuk main ke ITB sekaligus mengusirnya secara tersirat. Malam harinya, kutelpon
Dilan, namun Bunda yang menerimanya, mengungkapkan bahwa Dilan sedang keluar,
sehingga Aku berbincang-bincang dengan Bunda, membahas mengenai Dilan.
Aku berangkat
sekolah diantar Kang Adi. Di jam istirahat, Aku ke kantin bersama Wati diikuti
oleh Piyan, dimana Susi datang meminta waktu berbicara pada Piyan. Wati memberikan
larangan keras, sehingga perseteruan terjadi antara Wati dan Susi. Sepulang
sekolah, kudapati Dilan mengikuti angkot dari belakang, sehingga Aku turun dan
ikut Dilan, yang membawaku mampir makan Bakso Akung, kemudian keliling kota
Bandung. Malam harinya, Kang Adi menelponku, memintaku untuk datang ke acara
selametan keluarganya besok.
Aku dan
keluarga datang lebih awal ke acara Selametan keluarga Kang Adi, dimana Aku
bantu-bantu sedikit, sekaligus berkenalan dengan Ibu Kang Adi. Selesai acara,
Kang Adi membawaku ke Pavilium, menemui teman-temannya, membuatku bosan
setengah mati. Setibanya di rumah, kutanyakan pada Bibi apakah Dilan menelpon,
dan Bibi bilang iya.
Mendapatkan
kabar bahwa Dilan dan anak-anak lainnya bermaksud hendak menyerang sekolah lain
di daerah Dago, Aku memberanikan diri mengajak Wati ke Warung Bi Eem, memaksa
Dilan untuk menemaniku jalan-jalan saat itu juga. Dilan menerima ajakanku, dan
membawaku ke pasar sebelum singgah ke rumahnya. Sesampainya di rumah Dilan, aku
mendapatkan sambutan hangat dari Bunda, yang memperkenalkanku pada Bi Diah,
pembantunya. Aku kemudian berkenalan dengan Disa, dan Banar, saudara-saudari
Dilan. Saat tengah asik berbincang dengan Dilan dan Disa, Bunda memanggil kami
untuk makan, setelah itu kami ngobrol-ngobrol. Sehabis Isya’, Dilan mengantarku
pulang dan mendapatkan sambutan hangat dari Ibu, dimana Kang Adi ada di rumah
untuk memberikan les. Setelah cukup lama berbincang-bincang, Dilan segera pulang
karna ada tamu di rumahnya, disusul Kang Adi tak lama setelahnya.
Setelah
menemani Ibu berbelanja di pasar, kudapati Kang Adi datang menjemputku,
membuatku terpaksa ikut atas desakan Ayah. Sebelum ke ITB, Kang Adi mengajakku
mampir di toko souvenir kenalan Kang Adi. Dalam perjalanan pulang, Aku terlibat
perdebatan sengit dengan Kang Adi yang berusaha menjelek-jelekkan Dilan. Setibanya
di rumah, Bibi memberitauku bahwa tadi Dilan nelpon, dan Bibi mengungkapkan
pada Dilan bahwa Aku pergi dengan Kang Adi. Dilanda kegundahan, segera kutelpon
Dilan, namun yang menerima Bunda, mengatakan bahwa Dilan baru saja keluar.
Keesokan
harinya saat jam istirahat, Aku pergi ke Warung Bi Eem untuk mencari Dilan,
dimana Aku terlibat perselisihan dengan Anhar, sedangkan Dilan tak kudapati di
sana. Aku pergi sambil menangis ditemani Piyan yang mengungkapkan bahwa Dilan
tidak masuk sekolah. Sesampainya di kelas, Anhar datang untuk meminta maaf, namun
tidak kujawab. Setelah bel pulang berbunyi, Aku dan yang lainnya memeriksa
keributan yang terjadi di lapangan basket hanya untuk mendapati Dilan tengah
berkelahi dengan Anhar. Setelah dibawa ke ruang guru, Dilan kembali berusaha
menghajar Anhar. Aku menerobos masuk, dimana setelah memberikan peringatan,
Dilan memutuskan untuk pergi, mengajakku ke Warung Bi Eem. Di sana, Aku
mengobati luka Dilan dengan obat merah yang diberikan oleh Bi Eem, dimana Dilan
meresmikan hubungan kami di atas materai.
Note:
- dikhususkan
bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat]
- bagi yang
belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab
setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.