Friday, April 22, 2016 0 comments

Sinopsis "Mencari Herman" Bahasa Indonesia

Mencari Herman
by: Dee Lestari


Seharusnya ada pepatah bijak yang berbunyi: bila engkau ingin satu, maka jangan ambil dua. Karna satu menggenapkan, tapi dua melenyapkan.

Dia adalah Hera, seorang gadis 13 tahun yang tertarik dengan perbincanganku bersama teman-teman kakaknya yang lain yang sedang membicarakan mengenai Herman Finaly, seorang aktor dari film yang baru saja kami tonton.

Seminggu kemudian Hera melaporkan padaku, bahwa ia tidak berhasil menemukan orang yang bernama Herman di lingkungan sekolahnya. Kami pun mencoba mencarinya di lingkungan sekitar rumah, tapi kami tidak dapat menemukan seorang Herman sejati.

Setelah lulus SMA, Hera yang ingin jadi dokter pamit untuk kuliah di Jakarta, namun ia drop out karna sakit-sakitan setelah ia menggugurkan janinnya ke dukun. Hera kemudian memilih untuk jadi pramugari. Dan aku ikut mengantarnya saat ia hendak berangkat, sambil berkata: “Supaya ketemu Herman di angkasa”, candaku.

Pertemuan kami berikutnya Hera sudah berseragam pramugari sungguhan, cantik sekali. “Sudah ketemu Herman?” tanyaku. Hera tertawa lepas dan menceritakan bahwa sudah setahunan ia telah berhenti mencari.

Tak lama kemudian, kudengar kabar dari sahabatku bahwa Hera menjalin hubungan dengan pak pilot. “Namanya Herman?” tanyaku. “Bukan, namanya Bajuri”, jawab sahabatku. Bajuri hendak menceraikan istrinya demi hidup tentram bersama Hera. Namun tak ada sanak keluarga yang merestuinya, termasuk aku. Karna namanya Bajuri, bukan Herman.

Setelah Hera keguguran dua kali, hubungannya dengan Bajuri berakhir, membuatnya pindah ke maskapai lain. Namun ia kehilangan pekerjaan, karna perusahaannya gulung tikar.

Aku menemui Hera lebih dulu dibandingkan keluarganya, yang sudah tidak lagi mempedulikannya. Kudapati Hera berjualan kain batik dari pintu ke pintu. Ia mengeluarkan semua keluh kesahnya padaku sambil menangis terisak-isak selama berjam-jam hingga kosa katanya habis. Barulah aku berkesempatan bicara, bahwa telah kutemukan Herman untuknya.

Namun sesampainya di rumah Herman, kami dapati Ny. Herman tak lagi ceriwis dan murah senyum, karna telah ditinggal mati oleh suaminya seminggu yang lalu. Ny. Herman menangis, Hera menangis, dan aku ikut murung. Seolah hari itu ada dua janda yang ditinggal mati.

Sepulangnya dari sana, kudengar Hera berbisik “Abang, dari aku kecil dulu, cuma abang yang selalu peduli padaku. Dan aku selalu sayang sama abang. Tapi abang seperti buta. Tolong jangan lagi mencarikan Herman.” Dan sejak saat itu, aku berusaha berhenti memikirkan Hera. Tidak gampang, sungguh.

Seratus hari, kuselipkan cetakan surat Yasin itu ke dalam tas. Bersalaman dengan sahabatku dan keluarganya seolah untuk yang terakhir kali. Karna rasanya aku tak sanggup untuk kembali lagi, sejak mendengar kabar Hera yang satu hari pergi dan tak kembali.

---------

Teman Hera yang terakhir kali bersamanya bercerita, bahwa Hera didatangi seorang pria yang hendak menjadikan Hera sebagai model iklan. Hera menerima kartu nama pria itu dengan sebelah mata. Namun setelah membaca namanya dengan teliti, Hera segera mengejar pria tersebut dan tak pernah kembali lagi.

Saat sahabatku menunjukkan kartu nama yang menjadi petunjuk menghilangnya Hera, dapat kurasakan kaki Hera yang berlari, sekuat tenaga, mengejar satu-satunya impian yang terwujud dalam hidupnya yang bergelimang kecewa, mengajak pemilik kartu nama itu berkenalan sekali lagi. Demi mendengarkan sepotong nama disebut: Herman.


Kubayangkan wajah cantik itu berseri-seri.

Herman Suherman.



Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat]
- bagi yang belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.

0 comments

Sinopsis "Rico de Coro" Bahasa Indonesia

Rico de Coro
by: Dee Lestari


Aku jatuh cinta pada seorang gadis remaja yang berparas manis, dengan nama yang manis pula: Sarah. Dan itu merupakan masalah besar bagi bangsaku. karna bagi mereka Sarah tak lebih dari seorang pembunuh. Padahal aku tahu pasti, Sarah tidak mungkin membunuh. Setiap kali mendekati kerajaan yang bernama dapur, ia selalu minta ditemani.

Ayah tak pernah mau mengerti. Sebagai seorang raja yang berwawasan luas dikarenakan masa kecilnya dihabiskan di lubang dekat televisi, ia memberikan kami sebuah nama yang diambil dari televisi, untuk membedakan kami dengan kecoak-kecoak selokan. Berbeda denganku. Tadinya aku mau dinamai Tak Tik Boom. Ayah bilang nama itu cocok untuk seorang pangeran, lucu tapi juga kedengaran cerdik dan taktis.

Namun semuanya berubah saat kudengar sebuah nama terucap dari mulut Sarah pujaanku. Saat itu ia sedang memberi nama pada Ikan Arwana kesayangan Om Haryanto bersama kedua saudaranya, David dan Natalia. Dimana mereka juga menamai makanan yang hendak diberikan pada Ikan Arwana tersebut. Dan terucaplah sebuah nama Rico de Coro untuk seekor kecoak apes yang kemudian lenyap disantap Ikan Arwana.

Suatu malam terjadi rapat besar di lemari gas LPG, istana kediaman ayah. Dimana Petruk, selaku asisten pribadi ayah mengumumkan, bahwa Lala Pita, seekor kecoak albino yang manis telah dibunuh oleh David. Kejadian itu membuat ayah memberlakukan jam siang.

Aku yang mengetahui penyebab perburuan kecoak yang semakin mengganas, segera melaporkannya para Petruk, yang segera pergi melapor pada Ayah. Namun Ayah malah tambah naik pitam, memanggilku, dan mencemooh perasaan cintaku pada Sarah. Puncaknya ia menyuruhku untuk berkaca sambil mengatakan; “Lihat dirimu. Kita ini kecoak! Di mata manusia, kita selamanya hitam, kecil, jelek, bau.”

Seekor makhluk aneh berada di bilik istana, yang ternyata merupakan kecoak yang dijadikan kelinci percobaan. Namun gagal. Namanya Absurdo, dan ia berbicara dengan terbatah-batah. Aku menjadi cukup dekat dengan Tuan Absurdo, dimana ia bekerjasama dengan Ayah untuk memberikan pelajaran pada David menggunakan racunnya.

Di hari yang telah ditetapkan, Tuan Absurdo diboyong ke dalam laci meja belajar David yang memang selalu dibiarkan setengah terbuka. Setelah mengucapkan salam perpisahan pada Tuan Absurdo. Aku memilih pergi ke kamar Sarah, yang hari ini berumur 15 tahun.

Kulihat Sarah terperanjat. Begitu pula aku yang kaget sendiri mendengar bunyi sayapku yang baru saja tumbuh menggeser tirai. Sarah yang terlanjur takut, buru-buru keluar meminta bantuan. Natalia segera menghampiri Sarah di kamar David, menanyakan apakah ada yang aneh dengan kecoaknya.

David kemudian segera bangkit untuk mengecek ke kamar Sarah, meminta Sarah untuk mengambil senter di laci kamarnya. Membuat seluruh badanku berdesir mendengarnya. Tak ada yang kuingat selain putihnya gaun Sarah yang tak boleh dicemari air mata. Dan tawa lepasnya yang takkan kubiarkan menjadi erangan tangis. Sayup-sayup terdengar suara Sarah menjerit “Itu kecoaknya, ITU!”

David yang panik segera mengeluarkanku dan siap melindasku. Namun Natalia menghentikannya. Dilihatnya buronan yang selama ini ia cari-cari, Tuan Absurdo.

“David!, kecoaknya masih hidup!”

Itulah teriakan Sarah yang terakhir kali kudengar, sebelum riwayatku tamat di bawah sandal karet David yang memukulku berulang-ulang. Natalia diam termangu. Matanya nanar memandangi tubuhku yang sudah tak berbentuk. “Tapi kecoak itu yang telah menyelamatkanmu Sarah” bisiknya pada Sarah.

“Kakak…”

Sayup-sayup kudengar suara merdunya yang memanggil Natalia yang baru saja bangun pagi.

“Kamu kenapa?” tanya Natalia bingung.

“Tadi malam aku mimpi jadi putri”, senyum Sarah mengembang, tersipu-sipu. “Aku bertemu dengan pangeran, namanya Rico de Coro, lalu kami jalan-jalan, berdansa, dia cium pipiku dan bilang selamat ulang tahun.”


Terimakasih atas Pembelian Buku Original-nya!!


Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat]
- bagi yang belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.

Friday, April 15, 2016 0 comments

Sinopsis "Filosofi Kopi - Dee Dewi Lestari" Bahasa Indonesia

Filosofi Kopi
by: Dee Dewi Lestari


Aku berpartner dengan Ben, salah seorang barista (peramu kopi) terhandal di Jakarta, membuka kedai kopi dengan nama Ben dan Jody. Dimana Ben selalu menjelaskan filosofi dari setiap jenis kopi yang dibeli oleh pelanggan.

Setelah setahun kedai kami berdiri, Ben malakukan inovasi  baru, dengan menambahkan deskripsi singkat mengenai setiap jenis kopi. Puncaknya, ia mengubah nama kedai kami menjadi Filosofi Kopi, dengan selogan yang berbunyi “temukan diri anda disini”. Inovasi-inovasi tersebut, membuat pelanggan semakin berdatangan.

Ben kemudian menerima tantangan dari seorang pria perlente yang memintanya untuk meracik kopi yang memiliki arti; “kesuksesan adalah wujud kesempurnaan hidup”, dengan imbalan sebesar $50.000.000.

Berminggu-minggu telah berlalu, dan suatu malam akhirnya Ben menyodorkan secangkir kopi padaku, dan aku menyambutnya dengan takjub sekaligus memberikannya selamat. Ben memberikan nama kopi racikannya itu dengan nama; Ben’s Perfecto.

Keesokan harinya, Ben menelpon penantangnya, dan berhasil memuaskan sang pelanggan. Dimana Ben’s Perfecto juga menjadi menu andalan kedai kami. Namun, beberapa hari kemudian seorang bapak-bapak pecinta kopi yang terlihat seperti orang yang tak biasa minum kopi di kafe, membuat Ben merasa depresi. Karna orang tersebut mengungkapkan ada kopi yang sedikit lebih enak dari Ben’s Perfecto.

Ben menghapiriku, memintaku untuk menutup toko dan pergi menemaninya ke suatu tempat. Kami menempuh perjalanan yang jauh, dimana kami terpaksa menginap di Klaten semalam, dan melanjutkan perjalanan esok harinya.

Sesampainya di tempat tujuan, kulihat warung reot dari gubuk yang berdiri diatas bukit itu merupakan warung milik Pak Seno. Ben segera memesan dua kopi Tiwus kepada Pak Seno, kami mengetahui nama kopi tersebut saat bertanya pada seseorang di tengah perjalanan. Tanpa bersuara kami berdua menghabiskan teguk demi teguk kopi Tiwus yang telah disajikan dihadapan kami. Dimana kami bisa membayar seikhlasnya untuk secangkir kopi tersebut.

Ben yang mengakui kekalahannya, memintaku untuk memberikan cek $50.000.000 yang didapatkannya pada Pak Seno, tapi aku menentangnya dengan keras. Sepulangnya ke Jakarta, aku sibuk menerima telpon dari para pelanggan yang merindukan Filosofi Kopi, sementara Ben bermenung diri dengan putus asa.

Saat kulihat sebungkus kopi tiwus yang menganggur, kuputuskan untuk meramunya. Setiap tegukan semakin membuat benakku padat dengan kenangan-kenangan indah bersama Ben di kedai kopi kami.

Keesokan harinya, aku bertemu Ben dikedai, dan kusuguhkan kopi Tiwus padanya. Kuungkapkan kebenaran kata-kata Ben, sekaligus memintanya untuk kembali membuka kedai Filosofi Kopi. Ben menyiapkan peralatan untuk esok hari, setelah mengetahui bahwa aku telah memberikan cek $50.000.000 itu pada orang yang tepat.

Beberapa hari sebelumnya, Pak Seno yang menerima cek $50.000.000 menunjukkan cek tersebut pada istrinya. Dimana mereka hanya menganggap cek tersebut sebagai kenang-kenangan, tanpa tahu bahwa cek tersebut merupakan uang yang banyak.

Terimakasih atas Pembelian Buku Original-nya!!

Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat]
- bagi yang belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.

 
;