The
Great Shifting
by: Rhenald Kasali
Ketika produk
menjadi platform, kita perlu menghadapi serangan ekonomi para platform global
dengan platform, bukan dengan produk. Sebagaimana Steve Jobs yang mengembalikan
kejayaan Apple dengan iPod, kita harus keluar dari perangkap “produk” menuju
platform. Sebagaimana Singapura yang menghadirkan Sea Ltd. (seagroup.com),
negara yang salah mengandalkan produk pun bisa saja terjungkal. Sebagaimana
Havas yang mengakuisisi Victors & Spoils, kita tengah beralih dari
paradigma “produk” dalam bisnis konvensional ke online platform dalam
perekonomian digital, begitu pula dengan FuelBand Nike. Platform merupakan
sebuah blueprint sharing economy yang bersifat multisided dan menciptakan
shifting kehidupan. Sejak revolusi digital yang diperkuat oleh globalisasi dan
internet of things, perusahaan-perusahaan dan negara telah berubah menjadi
tanpa batas (boundaryless). Dunia digital menghadirkan cara baru yang sifatnya
multisided dan melahirkan network effect, dan platform hadir sebagai sebuah
struktur yang dijalani sekaligus untuk mempertemukan beragam kebutuhan. Platform-based-economy
menhasilkan a winner takes all, sehingga bangsa ini membutuhkan banyak platform
untuk mengimbangi serangan platform internasional (bukanlah lebih baik
mengendalikannya daripada dikuasai?!).
Jika perilaku
manusia pindah ke dunia online, psikologi pun berpindah menjadi cyberpsychology.
Bayi yang lahir di abad 21 ini, bisa jadi, dibesarkan dengan pola asuh dan
hubungan emosional yang berbeda. Platform juga lahir dalam mempertemukan
orang-orang yang dulu hidup di alam yang tidak biasa. Cyberpsychology mulai menggeliat sejak 1990.
Sebagaimana obat-obatan terlarang, manusia juga bisa kecanduan dengan pamakain
smart-phhone-nya. Efek cyber lainnya adalah online disinhibition effect (ODE).
Dunia digital telah “mempermudah” cyberstalking, yang mengarah pada pemerasan,
bahkan berlanjut menjadi cyberbullying, yang dapat memicu korban untuk
memutuskan bunuh diri. Online games (internet) juga bisa menimbulkan
kecanduan, bahkan guncangan-guncangan kejiwaan yang bisa membahayakan nasib
orang lain. Dunia maya juga menjadikan hubungan percintaan semakin mudah
(kencan online), namun juga seringkali berbahaya. Go online telah mengurangi
kontak mata antara bayi dan orangtua, sehingga merenggangkan kedekatan
emosional, yang penting untuk kepercayaan diri dan optimisme anak. Dari itu
penting untuk dimengerti bahwa teknologi tidak akan pernah mampu menggantikan
cinta manusia.
Cyberspace
membuat para pelaku criminal merasa aman bergerak karena mereka dapa
menyembunyikan identitas (anonymity), memanipulasi foto atau jati diri, bahkan
menggunakan identitas orang lain. Hal ini sebagiamana kasus Dwyer (the master)
dan O’Hara (the slave), juga the internet’s first serial killer; Edward
Robinso. Hal ini terjadi disebabkan adanya fantasi kekerasan sebagaimana sebuah
studi yang mengungkapkan bahwa 50% pria memiliki fantasi kekerasan saat
bercinta dan 57% wanita yang menikah mengaku memiliki fantasi diperkosa saat
bercinta dengna pasangannya. Hal-hal ini juga menunjukkan kebenaran teori Freud
(1899) yang menjelaskan bahwa mimpi yang dialami manusia adalah pemenuhan
keinginan (wish fuldillment) dari alam bawah sadar yang ditekan pemiliknya. Fear
of missing out (gomo) menjadikan apa yang ada di media sosial berbeda dengan
realitasnya, sebagaimana #IWokeUpLikeThis, dan mengarah pada hidup dalam
kebohongan. Kisah Lissette Calveiro dan Angela Lee menegaskan bahwa segala hal
yang terlihat di lama sosial seseorang kebanyakan adalah kebohongan atau
informasi yang dibuat-buat. Kiranya ungkapan “lain di mulut lain di hati” juga
berlaku untuk dunia rill dan dunia maya. Powerful-nya big data dalam
penggiringan opini publik terbukti dalam insiden penembakan pada Desember 2015.
Waktu merupakan
hal terpenting yang menetukan keberhasilan sebuah usaha. Shifting juga tengah
terjadi dalam ilmu statistic, dari prinsip time series (time to time) menjadi
real time (bergantung pada survei dan sampel). Penemuan Maury(1848) dan Malthus
(1826) menunjukkan penggunaan time series, hingga jaringan internet mengubah
segala sisi kehidupan manusia. Big data berkembang dalam tiga tahap dan terdiri
dari tiga elemen (volume, variety, dan velocity). Kisah Adrian dan Kusno
mengungkapkan bahwa internet menggunakan filter buble; menunjukkan sesuatu yang
sesuai dengan minat pengguna dan menyembunyikan sudut pandang lain yang
berseberangan. Sebagaimana Gojek (heatmap), big data kini dipakai sebagai salah
satu “bahan baku” pembuatan system real time. Hampir semua aspek kehidupan
bersinggungan dengan teknologi real time; online game & gambling. ramalan
cuaca, dan kolaborasi. Teknologi real time akan terus berkembang, sebagaimana
AI, machine learning, dan deep learning.
Dalam peradaban
digital, kita cukup berbagi peran, aksen, dan jejaring, bukan memiliki semuanya
sendiri (dari owning economy ke sharing economy). Pendekatan sharing
sesederhana berkantor tanpa gedung (co-working space) carpooling keluarga
Pamudjo, RelayRides, power drill, Bookalokal dan EatWith, dimana benturan
dengan regulasi merupakan hal yang lumrah. Platform digital melahirkan Gerakan
“Do It Yourself” (DIY), seperti Subak di Bali, Song Osong Lombhung di Madura,
Paoda di NTT, dan Istana Rakyat Selara Alam di Merapi. Mereka yang berada di
puncak tren adalah Uber dan Airbnb. Konsep sharing economy berdiri atas sistem
trust, yang memicu tradisi rating, begitu juga dengan Kitabisa.com. kecepatan,
kemudahan, akses, dan harga yang lebih murah, menjadi fondasi dari konsep
sharing economy, dimana ia juga memberi kesempatan kepada powerless individual
untuk memanfaatkan asetnya langsung kepada konsumen tanpa perantara
(micro-entrepreneurs).
3D printing akan
menibulkan shifting yang lebih besar lagi, sebagaimana Robohand, 3D scanner,
Bioprinter, mobile printer 3D. bahkan BIM yang telah berkembang dari 2D ke 7D.
Seperti ungkapan Steve Jobs; teknologi yang berkembang sejatinya kembali kepada
manusia, apakah manusia mampu menggunakannya untuk hal positif atau malah
sebaliknya. Suatu masalah bisa diatasi oleh kehadiran teknologi, tetapi jangan
lupa, setiap Solusi selalu menimbulkan masalah-masalah baru.
Kasus
ketidakpatuhan dalam berobat—disebabkan waiting game--semakin menurun dengan
adanya precision medicine, dimana setiap orang bisa memeriksa kondisi
kesehatannya di mana pun dan kapan pun secara real time. Sebagaimana kisah
Keluarga Alan, waiting game mempertaruhkan nyawa, dan dr. Viswanathan Mohan
menerapkan frugal innovation di India, yang mengubah hubungan impersonal antara
dokter dan pasien menjadi personal. Begitu juga halnya dengan CellScope dan
fitnees wearable, yang mengarah pada medis autopilot dan self-care; seperti
iShrine. Big data berperang penting dalam cara berpikir artificial intelligence
merangkai pola berpikir manusia, begitu juga dalam kesehatan, sebagaimana
teknologi Mango Mirror.
You can learn
anything, for free, for everyone, forever.
Sebagaimana entertainment kelas dunia begitu mudah diakses kaum muda (youtube),
begitu pula dengan para ilmuwan kelas dunia (ceramah dan riset). Tentu dengan
cepat saya mengatakan bukan pekerjaan yang hilang, melainkan job-nya yang
berubah, sebagaimana laporan PBB; The Learning Generation. Teknologi dalam
Pendidikan dengan sifat yang serba-instan, membuat kemampuan yang dimiliki pun
tergolong instan. Sebagaimana metoda “The Power of Yet” di Chicago, ilmu adalah
sesuatu yang dinamis. Salah satunya adalah metoda yang dikenal sebagai Massive
Open Online Course (MOOC), seperti indonesiax.co.id dan Ruangguru. MOOC
menjadikan semuanya tanpa pagar (boundaryless), meruntuhkan batas-batas tempat
dan usia. Untuk melakukan shifting di dunia Pendidikan, kita perlu melatih
Executive Funcitoning (working memory area, cognitive flexibility, dan
inhibitory control) sejak dini (Tk).
Teknologi telah
mengubah pikiran, perasaan, dan tindakan manusia, yang memicu kebutuhan akan
adanya pengakuan (self-esteem). Dari labor class (pekerja) ke Leisure class
(pekerja yang mapan), dan sekarang esteem economy (kumpulan manusia yang rindu
pengakuan). Berbeda dengan leisure, esteem seringkali membutuhkan usaha lebih
sebagaimana hotel gantung di Tebing Parang dan selfie bawah air di Desa
Ponggok. Hal ini sebagaimana Hirarki Maslow perihal kebutuhan manusia: fisik,
rasa aman, persahabatan dan cinta, esteem, dan aktualisasi diri. Pencarian
pengakuan tersebut telah menciptakan sebuah potensi ekonomi; esteem economy.
Tak hanya sektor pariwisata, kuliner pun ikut terkena imbasnya.
Shifting dalam ritual budaya pun bisa
terjadi, sebagaimana budaya lobola di Zimbabwe yang menjadi “komersialisasi
lobola”. Di Bali, budaya memadik menghadirkan budaya baru; nyentana,
dan budaya Ngaben menjadi krematorium. Di era disruption yang membutuhkan
kepraktisan, menghadirkan aplikasi kebudayaan seperti Halopkati.com, My
Keraton, Lobola Calculator (japuik),
Terlepas dari
urbanisasi megacity, Indonesia melakukan shifting ke desa melalui Dana Desa.
Hal ini dalam rangka menopang pekerja muda disebabkan hilangnya pekerjaan
(shifting teknologi). Esteem Economy mengarahkan BUMDes yang sukses di beberapa
Desa, seperti Kalibiru di Kulon Progo, Umbul Ponggok di Klaten, Panggung
Lestari di Panggungharjo, juga Jambu Klutuk di Kendal. BUMDes memungkinkan
banyak pemuda desa mendapatkan pekerjaan maupun menjadi pengusaha di desanya.
Keterlibatan social entrepreneur juga terlihat dari platform Akademi Desa 4.0
yang dikeluarkan Kemendesa, sebagaimana Desa Pujon Kidul.
Internet of
things memaksa semuanya berubah, sebagaimana financial technology (fintech). Pelanggan
menginginkan proses yang simpel dan biaya yang rendah, dan asuransi menjadi
insurtech (insureance technology). Di saat produk asuransi mobil mulai tidak
relevan, asuransi kesehatan dan asuransi jasa masih mempunyai prospek yang
cerah, sebagaimana smart house dan smart device. Data dan analytics mengubah
basis dari kompetisi, sebagaimana Telematik (Telekomunikasi dan Informatika)
dalam insurtech. Dari itu, Perusahaan asuransi incumbents harus melakukan
shifting, berinovasi atau berkolaborasi sebagaimana Uber Insurance.
Masyarakat
semakin terbiasa melakukan berbagai aktivitas keuangannya secara digital;
industri fintech mulai menggantikan perbankan. Hal ini sebagaimana Western
Union dan Transferwise. Urunan dana (crowdfunding) pun telah shifting ke fintech, sebagaimana kitabisa.com, contoh
nyata perpaduan gotong royong sebagai value Masyarakat kita dengan ekonomi
digital di Masyarakat urban. Urunan dana (crowdfunding) pun bisa dipakai untuk
membiayai investasi, sebagaimana Kickstarter (dengan contoh Cravar), Indeigogo,
dan GoFundme. Fintech memberikan kemudahan untuk mengakses pelayanan finansial,
sebagaimana Go-Pay, Amartha, Finansialku, dan Investree. Indonesia sendiri
telah memili unicorn (startup dengan nilai valuasi lebih dari 1 miliar dolar
AS): Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak.
Dalam platform,
olahraga dan game menciptakan lapangan baru yang menggeser boneka, kartu, dan
permainan tradisional. Terjadi beberapa kali shifting pada cara bermain
anak-anak, mulai dari mainan fisik, kemudian Pindak ke game konsol dan game PC,
lalu sekarang bermain game di smartphone. Hal ini sebagaimana Barbie karya
Mattle (1960) yang kemudian berhadapan dengan Hasbro dan Lego. Video game telah
ada sejak 1970-an, dimana pada 2018 nilai pasar game smartphones mencapai 30,2
miliar dolar sementara PC mencapai 34,3 miliar dolar. Saat ini kita bisa
menikmati generasi ke-8 dari game konsol, dimana industri game sendiri telah
menghasilkan pendapatan sebesar 106,5 miliar dolar pada 2017. “Gamers”, sebutan
untuk orang yang bermain game, kini menjadi profesi pekerjaan untuk beberapa
orang, dimana pendapatan e-sports bersikisar 456 juta dolar pada 2017.
Periklanan erat
hubungannya dengan strategi komunikasi dan pemasaran, riset, karya kreatif, dan
penyebarannya melalui media, dan industri periklanan pun tekenapa dampak
disruption. Pada tahun 1700 surat kabar mulai dikenal, dan pada 1906 placement
sebagian iklan pun shfting ke radio. Tiga puluh tahun kemudian, televisi mulai
hadir disusul dengan teknik percetakan berwarna. Dan di awal abad ini
perputaran uang dalam bisnis periklanan telah shifting ke platform digital.
Kehadiran dunia digital menimbulkan banyak profesi baru: selebgram, youtuber,
data analytics, dsb, yang memicu munculnya influencer sebagai digital
advertising. Harley Davidson’s Open Road Festival medio 2017 mengajarkan kita
bahwa produk boleh lama namun komunikasi harus berbeda, dimana hal ini juga
dilakukan oleh Coca-Cola dan Starbucks. App Belgiumize Me menunjukkan potensi
multiplatform untuk meningkatkan awereness publik (marketing gamification), begitu
juga dengan Coke On dari Coca Cola, My Reward dari Starbuck, dan Magnum
Temptation dari MPH. Shifting dalam industri periklanan pun tak terhindarkan
karena advertising dan marketing begitu erat dengan banyak aspek kehidupan
manusia, sebagaimana perkembangan teknologi virtual reality (VR), teknologi
artificial intelligence (AI), dan digital associates.
Sepinya Pasar
Glodok (2017) yang pernah menjadi primadona pada masa 1990-an, menunjukkan
bahwa selera Masyarakat telah berubah; dari berbelajan di mal menjadi
berbelanja di pasar online atau e-commerce. Kemudahan berjualan online membuat
jumlah wirausahawan meningkat drastic. Administrasi perpajakan dan bea cukai
pun tengah dibenahi, sehingga kita dituntut untuk beradaptasi; dari offline
menuju online. Pasar online dapat menghubungan para produsen langsung kepada
calon konsumennya di mana pun berada. Pertumbuhan e-commerce di Indonesia dapat
dilihat dari peningkatan yang dialami para pebisnis e-commerce sepergi
Bukalapak, Blanja.com, dan JNE. Dari website e-commerce, sekarang telah menuju
aplikasi e-commerce melalui smartphone sebagaimana Google Wallet, Tokopedia,
dan IKEA Place.
Factory Outlet (FO)
pun mulai ditinggalkan konsumen, yang diawali dengan tren celana jeans pada
1990-an, diikuti dengan barang sisa ekspor, dan munculnya internet. Perry pun,
sebagai salah satu pendiri FO di Bandung, mengungkapkan hal yang sama, namun ia
menyadari shifting dan memindahkan usaha ke kawasan wisata di Lembang. Hal ini
menunjukkan bahwa konsumen pun bisa naik kelas dan gaya hidup pun berubah,
dimana hal ini menimbulkan blame trap.
Buatlah
diri--produk—lembaga Anda tetap relevan.
Kisah Barnes & Noble (peritel buku terbesar AS pada 2017) dan Amazon
menunjukkan bagaimana bahanya terperangkap DNA lama. Kisah WIKA--yang awalnya dikenal
sebagai perusahan jasa B2B—menunjukkan bahwa shifting bisa dilakukan jika SDM
di dalamnya dibekali modal kapasitas dan kapabilitas yang mumpuni. Begitu juga
dengan Hasbro yang terkenal lewat produk mainan Transformers dan My Little Pony
setelah sebelumnya menjadi produsen monopoli dan memulai sebagai pedagang kain
perca. Juga Astra International yang didirikan oleh William, bekerjasama dengan
pemerintah hingga perusahaan-perusahaan multinasional dan meluncurkan Toyota
Kijang. Industri media merupakan contoh industri yang peling terkena dampak
disruption dan shifting, dan CNN yang menyadari hal itu mengakusisi Beme.
Kompas Gramedia pun mengalami pasang surut, dimana ia lahir dari majalah
Intisari (1963). Beigtu pula Lindblad Expeditions (1958), penyedia jasa wisata
yang melakukan kesepakatan dengan National Geographic pada 2004.
Manajeman
memberikan guidance agar pegawai dan penerus melakukan inovasi berkelanjutan
dengan ketekunan untuk memperbaiki diri, dimana keberhasilan tidak pernah
bersifat final. Kuncinya: selalu tetap relevan, karena keberhasilan tidak
bersifat tetap. Hal ini ditunjukkan oleh IBM—berdiri pada 1911 sebagai produsen
alat pemotong keju dan daging—yang selalu berusaha untuk menjawab kebutuhan
masyarakat. Di tanah air sendiri, ada PT Telkom Indonesia—lahir pada
1965—yang sebelumnya dikenal dengan PT Perumtel, juga Astra International.
Berbeda dengan natural shifting, the great shifting melakukan langkah-langkah
“Tomorrow is Today”: menjadikan diri atau produk relevan sepanjang masa.
Sementara perusahaan jamu Nyonya Meneer—berdiri sejak 1919—bangkrut pada 2017,
Sido Muncul berkolaborasi dengan YouTubers di tahun yang sama.
Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat].
- bagi yang belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.