Hujan
by: Tere Liye
Di ruangan 4x4 m2, Elijah memperkenalkan dirinya di
hadapan Lail sebelum memberikan bando pemindai diikuti dengan arahan bahwa Lail
harus bercerita secara detail agar memori (ingatan)nya dapat dihapus. Setelah
hanya membisu, Lail mulai menangis dan berkata: “Aku ingin melupakan hujan.”
Di hari lahirnya bayi penduduk bumi kesepuluh miliar,
ditemani gerimis, Lail yang berusia 13 tahun, dalam perjalanan hari pertama ke
sekolah bersama ibunya, salah satu gunung purba meletus.
Elijah menanggapi memori Lail yang aktif: 21 Mei 2042.
Delapan tahun telah berlalu, kapsul berhenti secara mendadak disebabkan gempa
berkekuatan 10 skala Richter, dimana petugas membawa para penumpang menuju
tangga darurat. Dalam prosesnya, gempa susulan terjadi, menewaskan banyak
penumpang, juga Ibu Lail.
Lail menjadi yatim-piatu sejak hari yang tidak akan
pernah dilupakan seluruh dunia, dimana Esok (anak laki-laki yang menyelamatkan
Lail) membawa Lail menuju taman kota dan berteduh di bawah rumah-rumahan
plastik. Keduanya kemudian berjalan menuju rumah mereka, dimana kompleks rumah
Lail rata dengan tanah, sehingga Lail pun menerima ajakan Esok menuju ke
rumahnya.
Malam pertama, Lail dan Esok menginap di rumahsakit,
tempat Ibu Esok dirawat. Keesokan harinya, hujan abu tiba, dan Esok mengajak
Lail ke tempat pengungsian terdekat; stadion, dimana di sana Lail menerima
kabar buruk mengenai sang ayah.
Lail hanya berdiam diri di tenda, dengan suhu bumi
yang terus menurun disebabkan hujan abu, sementara Esok menjenguk ibunya.
Setelah memaksa Lail sarapan dan menjenguk sang ibu, Esok mendapati Lail tidak
ada di tenda, dan hujan akan segera turun, sehingga Esok pun segera pergi
mencari Lail, dengan sepeda yang dipinjamkan seorang petugas padanya. Esok
menemukan Lail di depan lubang tangga kereta bawah tanah, kembali memaksa Lail
untuk ikut bersamanya sementara hujan mulai turun, hujan asam.
Setelah hujan reda, Esok membawa Lail kembali ke
tempat pengungsian, dimana ia terlebih dahulu menjenguk ibunya yang sudah
siuman. Mendapati keadaan Ibu Esok, Lail tersadarkan dan berterimakasih pada
Esok. Mengikuti Esok, Lail berusaha membantu di tempat pengungsian. Hari ke-7,
air bersih cukup untuk mandi; hari ke-21, Ibu Esok keluar dari rumah sakit;
hari ke-30, sekolah darurat didirikan; dan hari ke-90, Esok mengajak Lail
menyaksikan evakuasi korban yang tertimbun di kereta bawah tanah.
Satu tahun telah berlalu, dan Lail naik ke kelas 8
sementara Esok loncat ke kelas 12, dimana Esok mengungkapkan bahwa ia mendapat
adopsi. Lail yang pindah ke panti sosial, berkenalan dengan Maryam, yang
menjadi teman sekamarnya.
Di panti sosial, Lail mendapati jadwal yang ketat, dan
berhasil bangun pagi (05) berkat bantuan Maryam, dimana ia mengikuti kursus
memasak di sore hari. Hari minggu merupakan hari bebas, dan kali ini Lail pergi
seorang diri ke Taman Kota, dimana ia kemudian bertemu Esok. Dengan bersepeda,
keduanya pergi ke tangga darurat kereta bawah tanah, rumah Lail, lalu ke toko
Ibu Esok, dimana keduanya berbagi kisah satu sama lain.
Setibanya di panti, Lail dimarahi oleh Ibu Suri, yang
memberikannya hukuman, dan Maryam menyapanya setiba di kamar. Lail dan Esok
mulai memiliki jadwal tetap, bertemu sebulan sekali, dan akhirnya tibalah
saatnya Esok mengungkapkan bahwa ia akan berkuliah di Ibukota, 3 tahun. Dalam
prosesnya, Lail mengetahui bahwa Esok diadopsi oleh Walikota.
Sebulan kemudian, Lail meminta izin pada Ibu Suri
untuk mengantar keberangkatan Esok. Di peron, Lail agak ragu mendapati Istri
Walikota dan Putri-nya, namun Istri Walikota yang menyadari keberadaannya,
segera menyapa, begitu juga Esok. Pulangnya, Lail diantar oleh Istri Walikota
dan Putri-nya (Claudia). Mengikuti usulan Maryam, Lail ikut serta dalam
pendaftaran anggota di markas Organisasi Relawan. Mereka berhasil lulus dan
mengikuti pelatihan dalam setahun sebelum akhirnya menerima pin keanggotaan. Di
hari pelantikan, Lail mendapati Esok datang, membawanya bersepeda.
Esok dan Lail bercerita satu sama lain, dimana mereka
mengunjungi tangga darurat kereta dan toko kue Ibu Esok yang telah kembali
beroperasi. Keesokan harinya, Lail mengantar Esok di stasiun kereta cepat,
dengan membawa tas besar sebagai perbekalan menuju lokasi penugasan sebagai
relawan di waktu libur panjang.
Penugasan berjalan dengan baik, Lail dan Maryam
kembali ke panti dan mulai memikirkan apa yang hendak mereka lakukan setelah
kelulusan. Setelah mengikuti pelatihan, Lail dan Maryam menyaksikan berita
intervensi atas lapisan stratosfer.
Di libur semester, Lail dan Maryam dikirim ke Sektor
2, dimana hujan lebat turun merusak bendungan. Bersama dengan Maryam, Lail
pergi memperingatkan kota di hilir sungai, berlari sejauh lima puluh kilometer
dalam badai.
Lail dan Maryam kembali sibuk belajar, dan hujan salju
turun beberapa bulan kemudian, mengarahkan KTT Perubahan Iklim Dunia mengadakan
pertemuan. Keduanya berhasil lulus ujian dengan nail baik, dimana keduanya
diterima di sekolah keperawatan. Tidak mendapatkan tugas dari Organisasi
Relawan, Lail mengajak Maryam ke toko Kue Ibu Esok dalam rangka mengetahui
kabar Esok. Esoknya, Lail dan Maryam menerima kabar bahwa mereka diundang ke
Ibukota dalam rangka menerima penghargaan.
Ibu Suri ikut sibuk mempersiapkan keberangkatan Lail
dan Maryam, dimana dalam perjalanan Lail menceritakan kisahnya bersama Esok.
Disambut oleh relawan di Ibu Kota, Lail dan Maryam menerima anting logam
sebagai pemandu, dimana Lail mengalami kesulitan untuk menghubungi Esok. Lail
dan Maryam mengikuti Acara Peringatan lima tahun Organisasi Relawan dengan
baik, dimana mereka menerima penghargaan dari Gubernur, dan Esok juga datang
untuk memberikan selamat.
Nama Soke Bahtera ikut mengejutkan Elijah, dan Lail
melanjutkan kisahnya, dimana ia berbincang-bincang dengan Esok sekitar satu
jam.
Setelah mengikuti rangkaian acata Organisasi Relawan
di Ibukota, Lail dan Maryam mendapati Istri Walikota dan Claudia datang
menjemput, mengajak mereka untuk makan siang bersama. Seminggu kemudian, Lail
dan Maryam meninggalkan panti sosial.
Lail dan Maryam menyesuaikan diri dengan sekolah baru,
dimana mereka tetap sekamar. Dalam prosesnya, mereka juga belajar tentang
saraf, tentang kemungkinan menghapus ingatan dalam pengobatan jiwa. Kuliah
tersebut mengingatkan Maryam tentang kisah seorang raksasa yang patah hati,
sementara Lail tidak menyukai pembicaraan tersebut.
Tanpa terasa hampir setahun mereka tinggal di asrama
sekolah keperawatan, dengan situasi dunia yang kacau balau; setiap negara hanya
memikirkan kondisi penduduknya. Seperti biasanya, Lail pergi ke toko kue Ibu
Esok ditemani oleh Maryam, dimana Ibu Esok kemudian mengungkapkan bahwa tokonya
akan tutup sebagai imbas dari krisis pangan. Beberapa hari kemudian, Lail dan
Maryam menerima panggilan tugas menuju Sektor 1, dimana Lail mengalami
kesedihan disebabkan seorang anak yang mati dalam perawatannya. Dalam prosesnya,
Lail menerima telepon dari Esok, yang meminta maaf karena tidak bisa pulang.
Penugasan telah berakhir, Lail dan Maryam kembali ke
kota, dimana paceklik bahan pangan semakin serius, memicu kerusuhan, yang
mengarahkan pemimpin negeri memutuskan untuk ikut mengorbitkan pesawat
ulang-alik.
Besok paginya, matahari bersinar cerah dan para
pekerja pun kembali bekerja, dengan pasokan pangan yang berangsur-angsur
kembali normal, mengarahkan Lail dan Maryam kembali mengunjungi Toko Kue Ibu
Esok. Hari demi hari dilalui Lail dengan memikirkan Esok yang tidak
mengabarinya perihal wisuda-nya, dimana Lail sendiri harus berhadapan dengan
ujian akhir semester. Dengan tibanya liburan, Lail masih memikirkan Esok, yang
akhirnya menelpon dan memintanya untuk hadir dalam acara wisudanya.
Bersama dengan Maryam, yang berjanji untuk diam, Lail
berangkat ke Ibukota. Setibanya di Ibukota, Lail dan Maryam berkeliling kota,
dimana Maryam bersedia meminjamkan Lail uang untuk sebuah gaun. Hari wisuda pun
tiba. Elijah terkejut mendapati cerita yang berhenti disertai keterangan bahwa
kenangan tersebut merupakan kenangan yang sangat menyakitkan.
Ditemani oleh Maryam, Lail menghadiri acara wisuda
Esok, dimana di sana ia bertemu dengan keluarga Esok. Selepas acara, Lail ikut
serta dalam acara makan siang keluarga Esok dan dihinggapi rasa cemburu,
memaksanya pergi lebih awal. Menyadari apa yang terjadi, Maryam mempertanyakan
sikap Lail dalam perjalanan kembali ke hotel. Keesokan harinya, Lail dan Maryam
bersiap-siap untuk pulang, dimana Esok telah menanti mereka di peron.
Tahun terakhir di sekolah keperawatan, Lail dan Maryam
disibukkan dengan belajar, disertai dengan pelatihan dalam Organisasi Relawan.
Setibanya di asrama, Lail dan Maryam mendapati kedatangan Ibu Suri,
mengantarkan undangan makan malam panti untuk donatur. Keesokan harinya, Lail
dan Maryam mengunjungi toko kue Ibu Esok, diikuti dengan breaking news;
hilangnya awan dari muka bumi (setelah enam bulan intervensi).
Di acara panti, Lail dan Maryam bertemu dengan
Walikota dan keluarganya, dimana dipentaskan juga drama perjuangan Lail dan
Maryam menerjang hujan badai. Enam bulan kembali berlalu, Lail dan Maryam pun
mengikuti ujian akhir kelulusan, sementara suhu udara terus menerus bertambah
panas.
Lail memutuskan untuk tidak memberitahu siapa pun
tentang wisuda-nya, namun ia mendapati Esok datang, dengan sepeda merah-nya.
Kembali mengunjunginya tempat-tempat kenangan, Esok kemudian mengeluarkan bola
logam yang memuat hologram, menceritakan proyek kapal raksasq yang tengah
dikerjakannya untuk menghindari kepunahan umat manusia.
Setibanya di asrama, Maryam menyambutnya dengan kesal
meminta penjelasan, dan Lail pun menceritakan apa yang terjadi. Tiga minggu
sebelum keberangkatan kapal, Lail dan Maryam menerima tugas menuju Sektor 3,
dimana Walikota datang menemui Lail seminggu sebelum keberangkatan kapal
tersebut. Elijah terkejut mengetahui bahwa musim panas ekstrem benar-benar akan
datang.
Lail pun segera kembali ke kota bersama Maryam, dan
pergi menemui Ibu Esok keesokan harinya. Mendapati penuturan Ibu Esok, Lail
yang tetap tak mendapatkan jawaban, menjalani hari-harinya dalam keputus-asaan,
dengan Maryam yang berusaha menghibur.
24 sebelum keberangkatan, Lail mendapati Walikota dan
istrinya datang untuk berterimakasih, mengarahkannya pergi ke Pusat Terapi
Saraf.
Elijah bersimpati terhadap Lail, meskipun sebagai
fasilitator, diikuti dengan pertanyaan kepastian dengan sebuah nasehat: bahwa
sesungguhnya bukan melupakan yang jadi masalahnya, tapi menerima. Tak
bisa berbuat apa-apa, Maryam memutuskan untuk menelpon Esok, yang ternyata baru
saja turun dari kereta untuk menemui Lail. Dengan menggunakan otoritasnya, Esok
berhasil tiba secepat mungkin di tempat Lail, yang telah menjalankan konfirmasi
terakhir.
Terimakasih atas Pembelian Buku Original-nya!!
Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat].
- bagi yang belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.