Friday, August 16, 2024 0 comments

Sinopsis "Thinking, Fast and Slow - Daniel Kahneman" Bahasa Indonesia

 Thinking, Fast and Slow
by: Daniel Kahneman

 

Bagian I: Dua Sistem

Gambar perempuan marah membuat kita secara otomatis berpikir intuitif (berpikir cepat), sementara soal perkalian (17×24) membutuhkan keteraturan usaha untuk mendapatkan jawabannya (berpikir lambat). Sistem 1 & 2 tersebut ditegaskan dalam buku The Invisible Gorilla, yang menggambarkan dua fakta penting: kita bisa buta terhadap hal-hal yang sangat jelas dan kita bisa buta terhadap kebutaan kita. Sebagian besar yang Anda pikirkan dan lakukan berasal dari Sistem 1, tapi Sistem 2 mengambil alih kalau keadaan jadi sulit. Konflik antara reaksi otomatis dan niat mengendalikannya itu biasa terjadi dalam kehidupan kita. Ilusi Müller-Lyer (ilusi visual) menunjukkan adanya ilusi pemikiran (ilusi kognitif) sebagaimana halnya pasien psikopat, yang mengungkapkam bahwa melihat kesalahan orang lain itu lebih gampang daripada melihat kesalahan diri sendiri. Sistem 1 dan 2 dalam buku ini adalah tokoh fiktif, lebih mudah daripada kalimat “aritmetika mental” dan akal budi.

Add-1 dan Add-3 (setelah meningat empat angka) dan Eksperimen Edward Hess mengungkapkan bahwa pupil adalah penanda fisik yang menyertai usaha mental dan dapat digunakan untuk memahami cara kerja budi. Psikolog Mihaly Csikszentmihalyi telah mempelajari keadaan bekerja tanpa usaha dan menamainya flow (alir): pemisahan antara konsentrasi pada tugas dan kendali perhatian yang disengaja.

Contoh kue coklat dan salad buah menunjukkan bahwa Sistem 1 punya pengaruh lebih besar pada perilaku kalau Sistem 2 sibuk (“ego terkuras”). Soal tongkat pemukul-bola, silogisme bunga, dan Michigan-Detroit, mengungkapkan bahwa mereka yang menghindari dosa kemalasan intelektual dapat disebut “tekun” (lebih rasional). Percobaan Walter Mischel terhadapan anak usia 4 tahun mengungkapkan bahwa mereka yang lebih baik dalam pengendalian diri memiliki inteligensi yang lebih baik, sementara Stanovich mengungkapkan bahwa rasionalitas sebaiknya dibedakan dari inteligensi.

Kata “Pisang” dan “Muntah” memunculkan gagasan yang mengaktifkan banyak gagasan secara otomatis, sebagaimana telah ditegaskan para ahli kognisi; Anda berpikir dengan tubuh Anda (tak hanya otak). Gagasan EAT menyiapakan gagasan SOUP serta WASH menyiapkan SOAP, juga percobaan Bargh dan percobaan Jerman, menunjukkan bahwa gagasan memengaruhi tindakan, yang dikenal sebahai efek ideomotor.

Efek penyiapan dalam percobaan Vohs mengungkapkan bahwa gagasan uang menyiapkan individualisme, dimana gambar memiliki efek yang cukup besar sebagaimana ditunjukkan oleh poster kotak kejujuran dan buku Strangers to Ourselves. Bermacam-macam penyebab kemudahan atau kesusahan memiliki efek yang saling timbal balik. Pandangan bukan satu-satunya tempat ilusi berada; ingatan juga rentan menagalami ilusi, sebagaimana ilusi keakraban. Dalam menulis pesan; gunakan kertas bermutu tinggi, warna-warna terang, serta bahasa yang putisi dan sederhana, sebagai bentuk pengurangan kesusahan kognitif. Artikel “Mind at Ease Puts a Smile on the Face” mengungkapkan bahwa kemudahan kognitif dikaitkan dengan perasaan nyaman, dan dikenal sebagai efek paparan belaka.

Tes RAT Mednick mengungkapkan bahwa ketika kita tak nyaman dan tak bahagia; kita kehilangan hubungan dengan intuisi kita (kita menjadi lebih intuitif dan kreatif namun kurang waspada dan rawan mengalami kesalahan logika). Sistem 1, yang mengerti bahasa, punya akses ke norma-norma kategori, yang menentukan kisaran nilai yang masuk akal beserta kasus-kasus umum.

Percobaan segitiga Heider menunjukkan tentang kebutuhan kita akan koherensi, dan Psikolog Michotte mengungkapkan bahwa kita melihat sebab akibat; selangsung kita melihat warna. Keseluruhan konteks membantu menentukan penafsiran tiap unsur, dan keraguan sadar tidak berada dalam daftar kemampuan Sistem 1.

Psikolog Gilbert mengungkapkan bahwa suatu pemahaman atau pertanyaan mesti dimulai dengan usaha memercayai pernyataan tersebut, bahwa ketidakpercayaan merupakan operasi Sistem 2. Kecenderungan suka (atau tidak suka) segala mengenai seseorang–termasuk hal-hal yang tidak Anda amati–dikenal sebagai efek halo, sebagai penggambaran Sistem 1 dan ambiguitas yang diredam. Masukan Sistem 1 tidak pernah berhenti; melompat ke kesimpulan, yang menunjukkan WYSIATI (what you see is all there is : apa yang Anda lihat itulah yang ada). Dalam menanggapi pertanyaan, Sistem 2 membuka ingatan untuk mencari jawaban, sementara Sistem 1 terus menerus memunculkan penilaian atas berbagai aspek tanpa niat khusus dan tanpa perlu usaha. Eksperimen Todorov mengungkapkan bahwa kita secara biologis cenderung menolak orang yang tak punya ciri-ciri yang kita sukai (Heuristik Pertimbangan).

Perhitungan berlebihan disebut sebagai senapan tabur metal, dimana niat melakukan satu perhitungan menimbulkan niat melakukan perhitungan lain. Dinyatakan atau tidak, Anda sering punya jawaban bagi pertanyaan yang tak sepenuhnya Anda pahami, mengandalkan bukti yang tak bisa Anda jelaskan atau pertahankan. Heuristik Pólya menunjukkan bagaimana Sistem 1  menemukan pertanyaan yang lebih sederhana sebagai pengganti. Bagi kebanyakan kita, kesan ukuran 3-D sangat kuat, sehingga memicu ilusi yang disebabkan heuristik 3-D. Psikolog Slovic telah mengusulkan heuristik afeksi; orang membiarkan rasa suka dan tak uska mempengaruhi kepercayaan mereka mengenai dunia.

Bagian II: Heuristik dan Bias

Penelitian Amos menunjukkan bahwa peneliti ahli pun punya intuisi buruk dan pemahaman kurang mantap mengenai efek pengambilan sampel. Hukum jumlah kecil adalah perwujudan atas bias umum yang lebih menyukai kepastian dibanding keraguan (Sistem 1). Kita terlalu sering menolak pandangan bahwa sebagian besar hal yang kita lihat dalam kehidupan bersifat acak.

Putaran roda keberuntungan, menunjukkan adanya efek jangkar; apa yang diperkirakan itu dekat dengan angka yang dipikirkan, dimana kita cenderung berhenti kalau tak lagi yakin harus melangkah lebih jauh dan penjangkaran adalah kasus sugesti yang berefek kuat. Secara umum, strategi sengaja “berpikir sebaliknya” bisa jadi pertahanan yang baik terhadap efek jangkar.

Hikmah utama penelitian penyiapan adalah bahwa pemikiran dan perilaku kita dipengaruhi, lebih banyak daripada yang kita tahu atau inginkan, oleh lingkungan. Heuristik ketersediaan, seperti heuristik pertimbangan lainnya, mengganti satu pertanyaan dengan pertanyaan lain. Percobaan Schwarz mengungkapkan bahwa kemudahan contoh terpikir merupakan heuristik Sistem 1, yang digantikan dengan fokus kepada isi ketika Sistem 2 lebih terlibat.

Penelitian Slovic mengembangkan gagasan heuristik afeksi, yakni ketika orang membuat pertimbangan dan keputusan dengan melibatkan emosi, mereka membentuk pendapat atau pilihan yang langsung mengekspresikan perasaan mereka dan kecenderungan dasar mereka untuk mendekat dan menjauh. Konsep kucuran ketersediaan mengungkapkan bahwa jumlah perhatian tidak sesuai dengan peluang bencana, dan setiap pihak harus menghormati wawasan serta kecerdasan pihak lainnya.

Probabilitas (kemungkinan) Tom W. kuliah di bidang tertentu merupakan bentuk heuristik keterwakilan, mengabaikan nilai dasar dan keraguan mengenai kualitas deskripsi. Penelaran Bayesian mengungkapkan pentingnya menjangkarkan pertimbanhan probabilitas Anda ke nilai dasar yang masuk akal serta mempertanyakan diagnosis bukti Anda.

Soal Linda menunjukkan adanya konflik antata intuisi keterwakilan dan logika probabilitas, yang mengarah pada gagasan sesat pikir penggabungan. Seperti di penelitian peralatan makan Hsee, evaluasi tunggal soal Linda menghasilkan pola “kurang itu lebih”.

Stereotipe adalah cara kita berpikir mengenai kategori, dan kita cenderung menolak nilai dasar dari sebab akibat. Percobaan Nisbett dan Borgida mengungkapkan bahwa ujian dalam psikologi adalah ketika pemahaman Anda terhadap situasi berubah atau tidak.

Regresi ke rata-rata mengungkapan bahwa hadiah untuk peningkatan prestasi itu lebih ampuh daripada hukuman untuk kesalahan. Artikel John Brockman mengungkapkan bahwa regresi tidak punya penjelasan sebab akibat (bakat = keberuntungan). Francis Galton mengungkapkan bahwa korelasi dan regresi merupakan dua sudut pandang terhadap konsep yang sama.

Seperti pada kasus Julie, prediksi masa depan tidak dibedakan dengan evaluasi bukti masa kini–prediksi menyamai evaluasi (prediksi yang sepenuhnya tak regresif). Prediksi intuitif cenderung terlalu percaya diri dan terlalu ekstrem; prediksinya seekstrem bukti.

Bagian III: Keyakinan Berlebihan

Gagasan sesat pikir naratif menjabarkan bagaimana cerita-cerita masa lalu yang cacat membentuk pandangan kita mengenai dunia dan harapan kita terhadap masa depan, yang dikenal sebagai efek halo. Kecenderungan untuk merevisi sejarah keyakinan berdasarkan apa yang sebenarnya terjadi menghasilkan ilusi kognitif yang tangguh (bias kilas balik), yang tidak berdasar pada benar tidaknya proses melainkan pada baik tidaknya hasil (bias hasil).

The Halo Effect dan Built to Last (resep sukses) mengabaikan pengaruh kuat keberuntungan dan tak terelakkannya regresi. Ilusi validitas mengungkapkan bahwa prakiraan kita lebih baik daripada tebak-tebakan belaka, tapi tidak jauh lebih baik, sebagaimana prestasi prajurit sebagai contoh substitusi (heuristik keterwakilan). Jual-beli pasar saham dibangun di atas ilusi keahlian, dengan rata-rata korelasi penasihat keuangan adalah 0,01. Ilusi validitas dan keahlian disokong budaya profesional yang kuat, juga komunitas.

Sebagaimana The Hedgehog and the Fox karya Tolstoy, Tetlock mengungkapkan bahwa makin terkenal orang yang membuat prakiraan; makin flamboyan prakiraannya. Dari itu, kesalahan prediksi tak bisa dihindari karena dunia tak bisa diprediksi, dan keyakinan subjektif yang tinggi tak boleh dipercaya sebagai penanda akurasi.

Clinical vs. Statistical Prediction karya Meehl mengungkapkan bahwa dalam setiap kasus, akurasi para pakar diimbangi atau dikalahkan algoritma sederhana (aturan statistik sederhana lebih unggul daripada pertimbangan “klinis” intuitif. Sebagaimana tes Apgar (A Checklist Manifesto), untuk memaksimalkan akurasi prediksi, keputusan akhir sebaiknya diserahkan kepada rumus. Herbert Simon menjelaskan bahwa intuisi–tak kurang tak lebih–adalah pengenalan, dimana misteri mengetahui tanpa tahu sebagai norma dalam kehidupan mental.

Keyakinan orang terhadap intuisinya bukan petunjuk andal mengenai validitas intuisi itu, dan intuisi tidak bisa diandalkan kalau tidak ada keteraturan yang stabil di lingkungan. Kita bisa memercayai intuisi seseorang jika syarat-syaratnya terpenuhi. Sebagaimana gedung Parlemen Skotlandia di Edinburg, prakiraan terlalu optimis terhadap hasil proyek sering kali terjadi, hal ini merupakan bentuk sesat pikir perencanaan (ketidaktahuan yang tidak diketahui). Hal ini menunjukkan pentingnya “pandangan dari luar”, sebagaimana prakiraan kelas rujukan Flyvbjerg.

 Orang-orang yang berpengaruh besar cenderung optimistis dan terlalu percaya diri, juga mengambil risiko lebih banyak daripada yang mereka sadari (bias optimistis). Kesamaan keberanian dan optimisme mempersatukan semua pebisnis, dari pemilik motel sampai CEO, dimana bias kognitif juga berperan penting, dan keyakinan berlebihan merupakan salah satu perwujudan WYSIATI. Premortem (bencana 1 tahun) hadir untuk mengatasi pemikiran kelompok (groupthink) yang memengaruhi banyak tim sesudah keputusan tampaknya telah dibuat, dan melepas imajinasi orang-orang berpengetahuan ke arah yang diperlukan (melegitimasi keraguan).

Bagian IV: Pilihan

Pandangan dunia manusia dibatasi informasi yang tersedia pada saat tertentu (WYSIATI), dan teori harapan utilitas mengarahkan kami pada teori prospek. Teori psikofisika Bernoulli mengenai utilitas kekayaan mengungkapkan bahwa kita tidak menyukai risiko, dan kekeliruan teori tersebut mengungkapkan bahwa sulitnya memerhatikan kecacatan teori (buta akibat teori). Kecacatan teori Bernoulli ditemukan karena kombinasi keahlian dan ketidaktahuan, dimana Anda sekadar suka untung dan tak suka rugi—dan hampir pasti Anda lebih tak suka rugi daripada suka untung.

“Rugi yang terasa lebih berat daripada untung” merupakan esensi teori prospek (rugi-untung), namun gagal mencakup kekecewaan dan penyesalan. Kesukaan terhadap status quo juga merupakan konsekuensi ketidaksukaan rugi, yang juga menjelaskan efek pusaka, dimana sihir pasar tidak mempan untuk barang yang akan digunakan. Sebagaimana contoh kecoak-ceri Psikolog Paul Rozin, hal negatif mengalahkan hal positif dalam berbagai cara, dan rasa tak mau rugi pun merupakan negativitas yang umum.

Sebagaimana taksi hujan dan pukulan golf, ketidaksukaan rugi karena tak mencapai tujuan lebih kuat daripada hasrat melampaui tujuan. Ketidaksukaan rugi adalah kekuatan konservatif besar yang memilih perubahan sedikit saja dari status quo dalam kehidupan lembaga dan individu. Tindakan ekonomi dikuasai kepentingan pribadi dan perhatian terhadap keadilan biasanya tak relevan. Bobot pertimbangan yang orang beri ke suatu hasil tak identik dengan probabilitas hasil itu, bertentangan dengan prinsip harapan, sebagaimana ditegaskan oleh Paradoks Allais. Karena efek kemungkinan, kekhawatiran tak sebanding dengan probabilitas ancaman.

Pola empat preferensi dianggap salah satu prestasi inti teori prospek. Dalam hukum, penggugat yang memiliki posisi kuat cenderung menghindari risiko, sementara tergugat dengan posisi lemah cenderung mengambil risiko. Hal ini mengungkapkan bahwa pembobotan berlebihan terus-menerus terhadap hasil-hasil berkemungkinan kecil–Sistem 1–akhirnya mengarah ke hasil yang kurang optimal.

Psikologi lotre serupa dengan psikologi terorisme; peristiwa-peristiwa yang sangat jarang terjadi itu diabaikan atau diberi bobot berlebihan. Wiraswasta dan investor yang mengevaluasi prospek rawan membesar-besarkan peluang dan memberi bobot berlebihan pada perkiraan. Penggambaran hasil yang kaya dan tajam, emosional atau tidak, mengurangi peran probabilitas dalam evaluasi prospek yang tak pasti.

Penjabaran yang lebih tajam menghasilkan bobot keputusan yang lebih tinggi untuk probabilitas yang sama. Dalam hal probabilitas langka, akal budi kita tak dirancang untuk bekerja tepat. Evaluasi emosional “pasti untung” dan “pasti rugi” adalah reaksi otomatis Sistem 1.

Pelaku rasional tentu akan melakukan pembingkaian lebar, tapi sifat dasar manusia adalah pembingkaian sempit. Ketika hendak memutuskan apakah mau menerima resiko kecil dengan nilai harapan positif, gunakan mantera: untung sedikit, rugi sedikit. Sebagaimana asuransi, kebijakan risiko adalah bingkai lebar. Bagi manusia, rekening mental adalah bentuk pembingkaian sempit, yang disebabkan oleh akuntansi mental dan menghasilkan efek disposisi dan sesat pikir biaya tertanam.

Penyesalan tak sama dengan menyalahkan, dan orang memperkirakan akan mengalami reaksi emosional lebih kuat terhadap hasil disebabkan karena bertindak ketimbang tak bertindak. Kerugian diberi bobot dua kali lipat keuntungan di beberapa konteks, dan Anda sebaiknya jangan terlalu memikirkan penyesalan.

Pembalikan prefensi pertama ditemukan pada awal 1970-an, dan banyak pembalikan jenis lain dilaporkan selama bertahun-tahun. Evaluasi BAIK-BURUK adalah operasi otomatis Sistem 1, dan hipotesis evaluabilitas Hsee; jumlah entri tak diperhatikan dalam evaluasi tunggal, karena angka “tidak bisa dievaluasi” sendirian. Hukum denda mengungkapkan bahwa sistem hukum administratif itu koheren pada tiap badan tapi tak koheren secara global.

Pernyataan yang setara secara logika memicu reaksi yang berbeda, membuatnManusia mustahil selalu rasional. Tanpa alasan jelas, kebanyakan kita secara pasif menerima masalah keputusan sebagaimana dibingkai (terikat bingkai, bukan terikat realitas). Masalah penyakit Asia dan pajak kaya dan miskin, mengungkapkan bahwa preferensi kita adalah terhadap masalah yang dibingkai, dan intuisi moral kita terkait deskripsi, bukan isi. Bingkao lebih lebar dan rekening inklusif biasanya mengarah ke keputusan yang lebih rasional.

Bagian V: Dua Diri

Dua tuan: rasa sakit dan kenikmatan, menunjukkan apa yang harus kita lakukan, berikut menentukan apa yang akan kita laķukan. Dalam beberapa kasus, utilitas pengalaman adalah kriteria yang harus dijadikan alat menilai keputusan. Gagasan “hedonimeter” Edgeworth mengungkapkan adanya dua diri; diri mengalami dan diri mengingat. Percobaan tangan dingin merupakan contoh lain efek kurang-itu-lebih, dimana diri mengingat mempunyai sejarah evolusioner panjang. Percobaan tersebut mencerminkan dua prinsip ingayan: pengabaian durasi dan aturan puncak-akhir, menghasilkan keputusan yang tidak sesuai dengan pengalaman.

Sebagaimana kisah La Traviata karya Verdi, kita memikirkan kehidupan sebagai cerita dan mengharapkannya berakhir indah, dengan puncak dan akhir yang penting sementara durasi tak penting. Benar atau salah, orang memilih berdasarkan ingatan ketika memutuskan apakah mau mengulang satu pengalaman atau tidak.

Tujuan kebijakan seharusnya mengurangi penderitaan orang, dan cara termudah meningkatkan kebahagiaan ialah dengan mengendalikan penggunaan waktu. Evaluasi hidup orang dan pengalaman orang boleh jadi berhubungan, tapi berbeda, dimana pendapatan lebih tinggi terkait dengan pengurangan kemampuan menikmati kenikmatan-kenikmatan kecil dalam hidup.

Keputusan untuk menikah mencerminkan kekeliruan besar prakiraan afektif, dan heuristik suasana hati merupakan satu cara menjawab pertanyaan kepuasan hidup. Hal ini menegaskan adanya ilusi fokus; tiada hal dalam hidup yang sepenting pemikiran Anda mengenainya ketika Anda memikirkannya. Dari itu, kata kebahagiaan tak punya makna sederhana dan seharusnya tak digunakan seolah-olah maknanya seperti itu.

 

Buku ini memperkenalkan dua tokoh fiktif (Sistem 1 yang intuitif dan Sistem 2 yang bekerja keras serta lambat), membahas dua spesies (Ekon fiktif yang hidup di dunia teori dan Manusia yang bertindak di dunia nyata), dan diakhiri dengan dua diri (diri mengalami yang menjalani hidup & diri mengingat yang mencatat skor serta membuat pilihan).


Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat].
- bagi yang belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.


 
;