Thinking, Fast and Slow
by: Daniel Kahneman
Bagian I: Dua Sistem
Gambar perempuan marah membuat kita secara otomatis berpikir
intuitif (berpikir cepat), sementara soal perkalian (17×24) membutuhkan
keteraturan usaha untuk mendapatkan jawabannya (berpikir lambat). Sistem 1
& 2 tersebut ditegaskan dalam buku The Invisible Gorilla, yang
menggambarkan dua fakta penting: kita bisa buta terhadap hal-hal yang sangat
jelas dan kita bisa buta terhadap kebutaan kita. Sebagian besar yang Anda
pikirkan dan lakukan berasal dari Sistem 1, tapi Sistem 2 mengambil alih kalau
keadaan jadi sulit. Konflik antara reaksi otomatis dan niat mengendalikannya
itu biasa terjadi dalam kehidupan kita. Ilusi Müller-Lyer (ilusi visual)
menunjukkan adanya ilusi pemikiran (ilusi kognitif) sebagaimana halnya pasien
psikopat, yang mengungkapkam bahwa melihat kesalahan orang lain itu lebih
gampang daripada melihat kesalahan diri sendiri. Sistem 1 dan 2 dalam buku
ini adalah tokoh fiktif, lebih mudah daripada kalimat “aritmetika mental” dan
akal budi.
Add-1 dan Add-3 (setelah meningat empat angka) dan
Eksperimen Edward Hess mengungkapkan bahwa pupil adalah penanda fisik yang
menyertai usaha mental dan dapat digunakan untuk memahami cara kerja budi.
Psikolog Mihaly Csikszentmihalyi telah mempelajari keadaan bekerja tanpa usaha
dan menamainya flow (alir): pemisahan antara konsentrasi pada tugas dan kendali
perhatian yang disengaja.
Contoh kue coklat dan salad buah menunjukkan bahwa Sistem 1
punya pengaruh lebih besar pada perilaku kalau Sistem 2 sibuk (“ego terkuras”).
Soal tongkat pemukul-bola, silogisme bunga, dan Michigan-Detroit, mengungkapkan
bahwa mereka yang menghindari dosa kemalasan intelektual dapat disebut “tekun”
(lebih rasional). Percobaan Walter Mischel terhadapan anak usia 4 tahun
mengungkapkan bahwa mereka yang lebih baik dalam pengendalian diri memiliki
inteligensi yang lebih baik, sementara Stanovich mengungkapkan bahwa
rasionalitas sebaiknya dibedakan dari inteligensi.
Kata “Pisang” dan “Muntah” memunculkan gagasan yang
mengaktifkan banyak gagasan secara otomatis, sebagaimana telah ditegaskan para
ahli kognisi; Anda berpikir dengan tubuh Anda (tak hanya otak). Gagasan EAT
menyiapakan gagasan SOUP serta WASH menyiapkan SOAP, juga percobaan Bargh dan
percobaan Jerman, menunjukkan bahwa gagasan memengaruhi tindakan, yang dikenal
sebahai efek ideomotor.
Efek penyiapan dalam percobaan Vohs mengungkapkan bahwa
gagasan uang menyiapkan individualisme, dimana gambar memiliki efek yang cukup
besar sebagaimana ditunjukkan oleh poster kotak kejujuran dan buku Strangers to
Ourselves. Bermacam-macam penyebab kemudahan atau kesusahan memiliki efek yang
saling timbal balik. Pandangan bukan satu-satunya tempat ilusi berada; ingatan
juga rentan menagalami ilusi, sebagaimana ilusi keakraban. Dalam menulis pesan;
gunakan kertas bermutu tinggi, warna-warna terang, serta bahasa yang putisi dan
sederhana, sebagai bentuk pengurangan kesusahan kognitif. Artikel “Mind at Ease
Puts a Smile on the Face” mengungkapkan bahwa kemudahan kognitif dikaitkan
dengan perasaan nyaman, dan dikenal sebagai efek
paparan belaka.
Tes RAT Mednick mengungkapkan bahwa ketika kita tak nyaman
dan tak bahagia; kita kehilangan hubungan dengan intuisi kita (kita menjadi
lebih intuitif dan kreatif namun kurang waspada dan rawan mengalami kesalahan
logika). Sistem 1, yang mengerti bahasa, punya akses ke norma-norma kategori,
yang menentukan kisaran nilai yang masuk akal beserta kasus-kasus umum.
Percobaan segitiga Heider menunjukkan tentang kebutuhan kita
akan koherensi, dan Psikolog Michotte mengungkapkan bahwa kita melihat sebab
akibat; selangsung kita melihat warna. Keseluruhan konteks membantu
menentukan penafsiran tiap unsur, dan keraguan sadar tidak berada dalam daftar
kemampuan Sistem 1.
Psikolog Gilbert mengungkapkan bahwa suatu pemahaman atau
pertanyaan mesti dimulai dengan usaha memercayai pernyataan tersebut, bahwa
ketidakpercayaan merupakan operasi Sistem 2. Kecenderungan suka (atau tidak
suka) segala mengenai seseorang–termasuk hal-hal yang tidak Anda amati–dikenal
sebagai efek halo, sebagai penggambaran Sistem 1 dan ambiguitas yang diredam.
Masukan Sistem 1 tidak pernah berhenti; melompat ke kesimpulan, yang
menunjukkan WYSIATI (what you see is all there is : apa yang Anda lihat itulah
yang ada). Dalam menanggapi pertanyaan, Sistem 2 membuka ingatan untuk mencari
jawaban, sementara Sistem 1 terus menerus memunculkan penilaian atas berbagai
aspek tanpa niat khusus dan tanpa perlu usaha. Eksperimen Todorov mengungkapkan
bahwa kita secara biologis cenderung menolak orang yang tak punya ciri-ciri
yang kita sukai (Heuristik Pertimbangan).
Perhitungan berlebihan disebut sebagai senapan tabur metal, dimana niat melakukan satu perhitungan
menimbulkan niat melakukan perhitungan lain. Dinyatakan atau tidak, Anda sering
punya jawaban bagi pertanyaan yang tak sepenuhnya Anda pahami, mengandalkan
bukti yang tak bisa Anda jelaskan atau pertahankan. Heuristik Pólya menunjukkan
bagaimana Sistem 1 menemukan pertanyaan
yang lebih sederhana sebagai pengganti. Bagi kebanyakan kita, kesan ukuran 3-D
sangat kuat, sehingga memicu ilusi yang disebabkan heuristik 3-D. Psikolog
Slovic telah mengusulkan heuristik afeksi; orang membiarkan rasa suka dan tak
uska mempengaruhi kepercayaan mereka mengenai dunia.
Bagian II: Heuristik dan Bias
Penelitian Amos menunjukkan bahwa peneliti ahli pun punya
intuisi buruk dan pemahaman kurang mantap mengenai efek pengambilan sampel.
Hukum jumlah kecil adalah perwujudan atas bias umum yang lebih menyukai
kepastian dibanding keraguan (Sistem 1). Kita terlalu sering menolak pandangan
bahwa sebagian besar hal yang kita lihat dalam kehidupan bersifat acak.
Putaran roda keberuntungan, menunjukkan adanya efek jangkar;
apa yang diperkirakan itu dekat dengan angka yang dipikirkan, dimana kita
cenderung berhenti kalau tak lagi yakin harus melangkah lebih jauh dan
penjangkaran adalah kasus sugesti yang berefek kuat. Secara umum, strategi
sengaja “berpikir sebaliknya” bisa jadi pertahanan yang baik terhadap efek
jangkar.
Hikmah utama penelitian penyiapan adalah bahwa pemikiran dan
perilaku kita dipengaruhi, lebih banyak daripada yang kita tahu atau inginkan,
oleh lingkungan. Heuristik ketersediaan, seperti heuristik pertimbangan
lainnya, mengganti satu pertanyaan dengan pertanyaan lain. Percobaan Schwarz
mengungkapkan bahwa kemudahan contoh terpikir merupakan heuristik Sistem 1,
yang digantikan dengan fokus kepada isi ketika Sistem 2 lebih terlibat.
Penelitian Slovic mengembangkan gagasan heuristik afeksi,
yakni ketika orang membuat pertimbangan dan keputusan dengan melibatkan emosi,
mereka membentuk pendapat atau pilihan yang langsung mengekspresikan perasaan
mereka dan kecenderungan dasar mereka untuk mendekat dan menjauh. Konsep
kucuran ketersediaan mengungkapkan bahwa jumlah perhatian tidak sesuai dengan
peluang bencana, dan setiap pihak harus menghormati wawasan serta kecerdasan
pihak lainnya.
Probabilitas (kemungkinan) Tom W. kuliah di bidang tertentu
merupakan bentuk heuristik keterwakilan, mengabaikan nilai dasar dan keraguan
mengenai kualitas deskripsi. Penelaran Bayesian mengungkapkan pentingnya
menjangkarkan pertimbanhan probabilitas Anda ke nilai dasar yang masuk akal
serta mempertanyakan diagnosis bukti Anda.
Soal Linda menunjukkan adanya konflik antata intuisi
keterwakilan dan logika probabilitas, yang mengarah pada gagasan sesat pikir penggabungan. Seperti di
penelitian peralatan makan Hsee, evaluasi tunggal soal Linda menghasilkan pola
“kurang itu lebih”.
Stereotipe adalah cara kita berpikir mengenai kategori, dan
kita cenderung menolak nilai dasar dari sebab akibat. Percobaan Nisbett dan
Borgida mengungkapkan bahwa ujian dalam psikologi adalah ketika pemahaman Anda
terhadap situasi berubah atau tidak.
Regresi ke rata-rata mengungkapan bahwa hadiah untuk
peningkatan prestasi itu lebih ampuh daripada hukuman untuk kesalahan. Artikel
John Brockman mengungkapkan bahwa regresi tidak punya penjelasan sebab akibat
(bakat = keberuntungan). Francis Galton mengungkapkan bahwa korelasi dan
regresi merupakan dua sudut pandang terhadap konsep yang sama.
Seperti pada kasus Julie, prediksi masa depan tidak
dibedakan dengan evaluasi bukti masa kini–prediksi menyamai evaluasi (prediksi
yang sepenuhnya tak regresif). Prediksi intuitif cenderung terlalu percaya diri
dan terlalu ekstrem; prediksinya seekstrem bukti.
Bagian III: Keyakinan Berlebihan
Gagasan sesat pikir
naratif menjabarkan bagaimana cerita-cerita masa lalu yang cacat membentuk
pandangan kita mengenai dunia dan harapan kita terhadap masa depan, yang
dikenal sebagai efek halo. Kecenderungan untuk merevisi sejarah keyakinan
berdasarkan apa yang sebenarnya terjadi menghasilkan ilusi kognitif yang
tangguh (bias kilas balik), yang tidak berdasar pada benar tidaknya proses
melainkan pada baik tidaknya hasil (bias hasil).
The Halo Effect dan Built to Last (resep sukses) mengabaikan
pengaruh kuat keberuntungan dan tak terelakkannya regresi. Ilusi validitas
mengungkapkan bahwa prakiraan kita lebih baik daripada tebak-tebakan belaka,
tapi tidak jauh lebih baik, sebagaimana prestasi prajurit sebagai contoh
substitusi (heuristik keterwakilan). Jual-beli pasar saham dibangun di atas
ilusi keahlian, dengan rata-rata korelasi penasihat keuangan adalah 0,01. Ilusi
validitas dan keahlian disokong budaya profesional yang kuat, juga komunitas.
Sebagaimana The Hedgehog and the Fox karya Tolstoy, Tetlock
mengungkapkan bahwa makin terkenal orang yang membuat prakiraan; makin
flamboyan prakiraannya. Dari itu, kesalahan prediksi tak bisa dihindari karena
dunia tak bisa diprediksi, dan keyakinan subjektif yang tinggi tak boleh
dipercaya sebagai penanda akurasi.
Clinical vs. Statistical Prediction karya Meehl
mengungkapkan bahwa dalam setiap kasus, akurasi para pakar diimbangi atau
dikalahkan algoritma sederhana (aturan statistik sederhana lebih unggul
daripada pertimbangan “klinis” intuitif. Sebagaimana tes Apgar (A Checklist
Manifesto), untuk memaksimalkan akurasi prediksi, keputusan akhir sebaiknya
diserahkan kepada rumus. Herbert Simon menjelaskan bahwa intuisi–tak kurang
tak lebih–adalah pengenalan, dimana misteri mengetahui tanpa tahu sebagai
norma dalam kehidupan mental.
Keyakinan orang terhadap intuisinya bukan petunjuk andal
mengenai validitas intuisi itu, dan intuisi tidak bisa diandalkan kalau tidak
ada keteraturan yang stabil di lingkungan. Kita bisa memercayai intuisi
seseorang jika syarat-syaratnya terpenuhi. Sebagaimana gedung Parlemen
Skotlandia di Edinburg, prakiraan terlalu optimis terhadap hasil proyek sering
kali terjadi, hal ini merupakan bentuk sesat
pikir perencanaan (ketidaktahuan yang tidak diketahui). Hal ini menunjukkan
pentingnya “pandangan dari luar”, sebagaimana prakiraan kelas rujukan Flyvbjerg.
Orang-orang yang
berpengaruh besar cenderung optimistis dan terlalu percaya diri, juga mengambil
risiko lebih banyak daripada yang mereka sadari (bias optimistis). Kesamaan
keberanian dan optimisme mempersatukan semua pebisnis, dari pemilik motel
sampai CEO, dimana bias kognitif juga berperan penting, dan keyakinan
berlebihan merupakan salah satu perwujudan WYSIATI. Premortem (bencana 1
tahun) hadir untuk mengatasi pemikiran kelompok (groupthink) yang memengaruhi
banyak tim sesudah keputusan tampaknya telah dibuat, dan melepas imajinasi
orang-orang berpengetahuan ke arah yang diperlukan (melegitimasi keraguan).
Bagian IV: Pilihan
Pandangan dunia manusia dibatasi informasi yang tersedia
pada saat tertentu (WYSIATI), dan teori harapan utilitas mengarahkan kami pada
teori prospek. Teori psikofisika Bernoulli mengenai utilitas kekayaan
mengungkapkan bahwa kita tidak menyukai risiko, dan kekeliruan teori tersebut
mengungkapkan bahwa sulitnya memerhatikan kecacatan teori (buta akibat teori).
Kecacatan teori Bernoulli ditemukan karena kombinasi keahlian dan
ketidaktahuan, dimana Anda sekadar suka untung dan tak suka rugi—dan hampir
pasti Anda lebih tak suka rugi daripada suka untung.
“Rugi yang terasa lebih berat daripada untung” merupakan
esensi teori prospek (rugi-untung), namun gagal mencakup kekecewaan dan
penyesalan. Kesukaan terhadap status quo juga merupakan konsekuensi ketidaksukaan
rugi, yang juga menjelaskan efek pusaka, dimana sihir pasar tidak mempan
untuk barang yang akan digunakan. Sebagaimana contoh kecoak-ceri Psikolog Paul
Rozin, hal negatif mengalahkan hal positif dalam berbagai cara, dan rasa tak
mau rugi pun merupakan negativitas yang umum.
Sebagaimana taksi hujan dan pukulan golf, ketidaksukaan rugi
karena tak mencapai tujuan lebih kuat daripada hasrat melampaui tujuan.
Ketidaksukaan rugi adalah kekuatan konservatif besar yang memilih perubahan
sedikit saja dari status quo dalam kehidupan lembaga dan individu. Tindakan
ekonomi dikuasai kepentingan pribadi dan perhatian terhadap keadilan biasanya
tak relevan. Bobot pertimbangan yang orang beri ke suatu hasil tak identik
dengan probabilitas hasil itu, bertentangan dengan prinsip harapan, sebagaimana
ditegaskan oleh Paradoks Allais. Karena efek kemungkinan, kekhawatiran tak
sebanding dengan probabilitas ancaman.
Pola empat preferensi dianggap salah satu prestasi inti
teori prospek. Dalam hukum, penggugat yang memiliki posisi kuat cenderung
menghindari risiko, sementara tergugat dengan posisi lemah cenderung mengambil
risiko. Hal ini mengungkapkan bahwa pembobotan berlebihan terus-menerus
terhadap hasil-hasil berkemungkinan kecil–Sistem 1–akhirnya mengarah ke hasil
yang kurang optimal.
Psikologi lotre serupa dengan psikologi terorisme;
peristiwa-peristiwa yang sangat jarang terjadi itu diabaikan atau diberi bobot
berlebihan. Wiraswasta dan investor yang mengevaluasi prospek rawan
membesar-besarkan peluang dan memberi bobot berlebihan pada perkiraan.
Penggambaran hasil yang kaya dan tajam, emosional atau tidak, mengurangi peran
probabilitas dalam evaluasi prospek yang tak pasti.
Penjabaran yang lebih tajam menghasilkan bobot keputusan
yang lebih tinggi untuk probabilitas yang sama. Dalam hal probabilitas langka,
akal budi kita tak dirancang untuk bekerja tepat. Evaluasi emosional “pasti
untung” dan “pasti rugi” adalah reaksi otomatis Sistem 1.
Pelaku rasional tentu akan melakukan pembingkaian lebar,
tapi sifat dasar manusia adalah pembingkaian sempit. Ketika hendak memutuskan
apakah mau menerima resiko kecil dengan nilai harapan positif, gunakan mantera:
untung sedikit, rugi sedikit. Sebagaimana asuransi, kebijakan risiko
adalah bingkai lebar. Bagi manusia, rekening mental adalah bentuk pembingkaian
sempit, yang disebabkan oleh akuntansi mental dan menghasilkan efek disposisi
dan sesat pikir biaya tertanam.
Penyesalan tak sama dengan menyalahkan, dan orang
memperkirakan akan mengalami reaksi emosional lebih kuat terhadap hasil
disebabkan karena bertindak ketimbang tak bertindak. Kerugian diberi bobot dua
kali lipat keuntungan di beberapa konteks, dan Anda sebaiknya jangan terlalu
memikirkan penyesalan.
Pembalikan prefensi pertama ditemukan pada awal 1970-an, dan
banyak pembalikan jenis lain dilaporkan selama bertahun-tahun. Evaluasi
BAIK-BURUK adalah operasi otomatis Sistem 1, dan hipotesis evaluabilitas Hsee;
jumlah entri tak diperhatikan dalam evaluasi tunggal, karena angka “tidak bisa
dievaluasi” sendirian. Hukum denda mengungkapkan bahwa sistem hukum
administratif itu koheren pada tiap badan tapi tak koheren secara global.
Pernyataan yang setara secara logika memicu reaksi yang
berbeda, membuatnManusia mustahil selalu rasional. Tanpa alasan jelas,
kebanyakan kita secara pasif menerima masalah keputusan sebagaimana dibingkai
(terikat bingkai, bukan terikat realitas). Masalah penyakit Asia dan pajak kaya
dan miskin, mengungkapkan bahwa preferensi kita adalah terhadap masalah yang
dibingkai, dan intuisi moral kita terkait deskripsi, bukan isi. Bingkao lebih
lebar dan rekening inklusif biasanya mengarah ke keputusan yang lebih rasional.
Bagian V: Dua Diri
Dua tuan: rasa sakit dan kenikmatan, menunjukkan apa yang
harus kita lakukan, berikut menentukan apa yang akan kita laķukan. Dalam
beberapa kasus, utilitas pengalaman adalah kriteria yang harus dijadikan alat
menilai keputusan. Gagasan “hedonimeter” Edgeworth mengungkapkan adanya dua
diri; diri mengalami dan diri mengingat. Percobaan tangan dingin merupakan
contoh lain efek kurang-itu-lebih, dimana diri mengingat mempunyai sejarah
evolusioner panjang. Percobaan tersebut mencerminkan dua prinsip ingayan: pengabaian
durasi dan aturan puncak-akhir, menghasilkan keputusan yang tidak sesuai
dengan pengalaman.
Sebagaimana kisah La Traviata karya Verdi, kita memikirkan
kehidupan sebagai cerita dan mengharapkannya berakhir indah, dengan puncak dan
akhir yang penting sementara durasi tak penting. Benar atau salah, orang memilih berdasarkan ingatan ketika
memutuskan apakah mau mengulang satu pengalaman atau tidak.
Tujuan kebijakan seharusnya mengurangi penderitaan orang,
dan cara termudah meningkatkan kebahagiaan ialah dengan mengendalikan
penggunaan waktu. Evaluasi hidup orang dan pengalaman orang boleh jadi
berhubungan, tapi berbeda, dimana pendapatan lebih tinggi terkait dengan
pengurangan kemampuan menikmati kenikmatan-kenikmatan kecil dalam hidup.
Keputusan untuk menikah mencerminkan kekeliruan besar
prakiraan afektif, dan heuristik suasana hati merupakan satu cara menjawab
pertanyaan kepuasan hidup. Hal ini menegaskan adanya ilusi fokus; tiada hal dalam hidup yang sepenting
pemikiran Anda mengenainya ketika Anda memikirkannya. Dari itu, kata kebahagiaan tak punya makna sederhana
dan seharusnya tak digunakan seolah-olah maknanya seperti itu.
Buku ini memperkenalkan dua tokoh fiktif (Sistem 1 yang
intuitif dan Sistem 2 yang bekerja keras serta lambat), membahas dua spesies
(Ekon fiktif yang hidup di dunia teori dan Manusia yang bertindak di dunia
nyata), dan diakhiri dengan dua diri (diri mengalami yang menjalani hidup &
diri mengingat yang mencatat skor serta membuat pilihan).
Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat].
- bagi yang belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.