Friday, October 27, 2023 0 comments

Sinopsis "Sang Penguasa - Niccolo Machiavelli" Bahasa Indonesia

 Sang Penguasa
by: Niccolo Machiavelli

Niccola Machiavelli menghadiahkan sebuah buku (Sang Penguasa) pada yang mulia Lorenzo De’ Medici disertai sebuah surat pengantar.

I: Semua negara dan wilayah kekuasaan tempat umat manusia bernaung berbentuk suatu negara republik atau suatu kerajaan.

II: Bagi kerajaan warisan yang bersifat turun-temurun; cukup untuk tidak melalaikan lembaga-Iembaga yang didirikan oleh nenek moyang raja dan kemudian menyesuaikan kebijaksanaan dengan situasi yang ada.

III: Negara-negara yang setelah ditaklukkan dipersatukan dengan suatu kerajaan yang sudah ada; : pertama, keluarga wangsa raja yang lama harus ditumpas habis; kedua, jangan membuat perubahan-perubahan entah dalam hukum maupun sistem perpajakan mereka. Tetapi kalau orang menguasai daerah-daerah yang berbeda bahasa, hukum, dan adat-istiadatnya, maka penguasa baru harus tinggal di wilayah tersebut, serta mendirikan koloni-koloni sebagai kunci wilayah tersebut, diikuti dengan melakukan pembelaan pada negara-negara yang lemah.

IV: Alasan mengapa Kerajaan Darius yang ditaklukkan Alexander tidak memberontak terhadap para penggantinya setelah kematiannya: semua kerajaan yang dikenal dalam sejarah diatur menurut salah satu dari dua cara, yaitu diatur oleh seorang raja yang ditaati oleh semua penduduk dan para menterinya atau diatur oleh seorang raja dan para bangsawan yang tinggi rendah kedudukan mereka ditentukan oleh garis keturunan mereka yang sudah lama ada. Contoh mutakhir mengenai dua macam pemerintahan tersebut diberikan oleh bangsa Turki dan raja Prancis.

V: Jika negara yang baru saja direbut sudah terbiasa hidup bebas dan mengikuti hukum mereka sendiri, ada tiga cara untuk memerintahnya secara aman. Pertama, dengan menghancurkannya; kedua, dengan secara pribadi bermukim di negara tersebut; dan ketiga, dengan mendirikan suatu oligarki yang akan menjamin negara tersebut tetap bersahabat dengan Anda. Contoh-contoh diberikan oleh bangsa Sparta dan bangsa Romawi.

VI: Orang-orang yang berhasil menjadi penguasa karena daya upaya sendiri dan bukan karena nasib mujur adalah Musa, Cyrus, Romulus, Theseus, dan orang-orang lain seperti mereka, juga Hiero dari Syracuse. Mereka harus bekerja keras untuk memperkuat kedudukannya, tetapi kemudian dengan mudah dapat mempertahankannya.

VII: Penduduk biasa yang menjadi penguasa hanya karena nasib mujur tanpa mengalami kesulitan apa pun untuk naik jenjang tersebut, besar sekali kesulitan yang dihadapinya dalam mempertahankan kekuasaannya. Hal ini ditegaskan oleh kisah Francesco Sforza, penguasa Milan, dan Cesare Borgia, pangeran Valentino.

VIII: Ada dua cara menjadi penguasa tanpa nasib baik atau pun kemampuan, yakni (1) dengan cara jahat dan keji dan (2) rakyat biasa menjadi penguasa di kota kelahirannya sendiri atas persetujuan sesama warga masyarakatnya. Contoh yang pertama ialah Agathocles, raja Syracuse, dan Oliverotto dari From dalam pemerintahan Paus Alexander VI. Karena itu perlu diingat bahwa kalau mau merebut suatu negara, penguasa baru haruslah menentukan berat penderitaan yang ia anggap perlu dibebankan pada rakyat.

IX: Seorang rakyat biasa yang menjadi penguasa karena jasa baik sesama (kekuasaan konstitusional), melalui dukungan rakyat atau bangsawan. Ia yang menjadi penguasa karena dukungan para bangsawan akan menghadapi kesulitan yang lebih besar daripada orang yang diangkat menjadi penguasa karena dukungan rakyat, sebagaimana Nabis, seorang raja bangsa Sparta, berhasil bertahan terhadap kepungan Yunani dan Romawi. Dari itu, seorang raja yang bijaksana harus menemukan cara-cara bagaimana rakyatnya dalam keadaan apa pun, selalu  menggantungkan diri padanya dan pada kekuasaannya.

X: Dalam membahas sifat kerajaan-kerajaan ini, perlu dipertimbangkan satu hal lain, yaitu, apakah raja mempunyai kedudukan sedemikian rupa sehingga, dalam keadaan bahaya, ia dapat berdiri sendiri atau apakah ia harus selalu meminta bantuan dan perlindungan orang lain. Hal ini sebagaimana kota=kota di Jerman yang menikmati kebebasan penuh. Dari itu, seorang raja yang memiliki suatu kota yang kuat dan tidak dibenci rakyatnya, tidak dapat diserang.

XI: Negara-negara gerejani didirikan dengan keuletan atau keberuntungan tetapi dikelola tanpa menggunakan kedua hal tersebut. Pendeknya pemerintahan Paus mengakibatkan kekuasaan mereka tidak begitu dihargai di Italia hingga muncullah Alexander VI.

XII: Dasar setiap negara ialah hukum dan pasukan yang baik. Pengalaman telah menunjukkan bahwa hanya para raja dan negara republik yang memiliki angkatan perang berhasil baik dan pasukan bayaran hanyalah mendatangkan kekalahan. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh Kerajaan Roma dan Sparta, juga Swiss, sementara Chrtago merupakan contoh dalam hal ketergantungan pada pasukan bayaran, juga Sforza atas Milan dan kehinaan Italia oleh Charles.

XIII: Kalau meminta negara tetangga untuk membantu dan mempertahankan negara dengan pasukannya, pasukan itu disebut pasukan bantuan, dan pasukan ini sama tidak bergunanya seperti tentara bayaran. Hal ini sebagaimana dicontohkan Paus Julius II, Hiero dari Syracuse, juga keruntuhan kekaisaran Romawi.

XIV: Raja hendaknya tidak mempunyai sasaran ataupun kesibukan lain, kecuali mempelajari perang dan organisasi dan disiplinnya, karena itulah satu-satunya seni yang dibutuhkan seorang pemimpin. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Francesco Sforza, Philopoemen, dan Cyrus.

XV: Raja harus cukup bijaksana untuk menghindari skandal sehubungan dengan keburukan-keburukan perilaku yang akan menghancurkan negara.

XVI: Seorang raja tidak perlu bertindak murah hati untuk membuat dirinya tersohor, kecuali kalau ia mau mempertaruhkan dirinya; jika ia bijaksana, ia tidak akan berkeberatan dianggap sebagai seorang yang kikir.

XVII: Manusia mencintai menurut kehendak bebasnya, tetapi takut terhadap kehendak raja, dan seorang raja harus mengandalkan apa yang ada padanya, bukannya pada apa yang ada pada orang lain. Ia hanya harus menghindari dirinya dibenci.

XVIII: Sebagaimana Alexander VI, seorang raja tidak perlu memiliki semua sifat baik (penuh perhatian, setia akan janji, bersih, dna alim), tetapi ia harus bersikap seakan-akan memilikinya.

XIX: Kisah bangsa Canneschi menegaskan bahwa seorang raja dicintai oleh rakyatnya tidak perlu khawatir terhadap adanya pembangkangan. Negara yang diperintah dengan baik dan raja yang bijaksana selalu berusaha keras untuk tidak membuat para bangsawan berputusasa dan berusaha memuaskan dan membahagiakan rakyatnya, sebagaimana Kerajaan Prancis.

XX: Mengenai benteng, ia bisa berguna atau tidak, tergantung pada keadaan, dimana benteng yang terbaik yang perlu dibangun ialah menghindari jangan sampai dibenci oleh rakyat.

XXI: Seorang raja harus berusaha agar dari setiap tindakannya, keagungan dan kemuliaan diperolehnya. Dan seorang raja dijunjung tinggi kalau ia menyatakan dirinya secara terang-terangan memihak atau menentang seseorang. Perlu dicatat di sini bahwa seorang raja jangan pernah masuk persekutuan yang agresif dengan seseorang yang lebih kuat daripada dirinya sendiri, kecuali kalau memang terpaksa

XXII: Kesan yang diperoleh pertama kali mengenai seorang raja dan kebijaksanaannya ialah kalau orang melihat orang-orang yang ada disekelilingnya. Dari itu, penting bagi raja untuk bijaksana dalam memilih para menterinya melalu rasa percaya satu sama lain.

XXIII: Nasihat yang bijaksana, dari mana pun datangnya, tergantung pada kebijaksanaan raja, dan bukan kebijaksanaan raja tergantung pada nasihat yang baik.

XXIV: Raja-raja Italia, seperti raja 'Napels, pangeran Milan, dan sebagainya, yang telah kehilangan negaranya, kita akan melihat bahwa mereka semua memiliki kelemahan yang sama dalam hal pengaturan angkatan perang mereka, beberapa dari antara mereka menimbulkan rasa permusuhan di kalangan rakyat atau kalau rakyat memihak mereka, dan mereka tidak tahu cara menjalin persekutuan dengan para bangsawan.

XXV: Benar nasib mujur menguasai separuh dari perbuatan-perbuatan kita, tetapi separuh tindakan lainnya dibiarkan untuk kita atur sendiri. Dan sebagaimana Paus Julius II, lebih baik bersikap impulsif daripada berhati-hati.

XXVI: Setelah membahas segala sesuatu yang saya utarakan, saya bertanya pada diri sendiri, apakah bukan saatnya sekarang ini Italia memilih seorang raja baru?


Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat].
- bagi yang belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.


 
;