Negeri 5 Menara
By: A. Fuadi
Aku
bersiap-siap berangkat ke London menghadiri undangan The World Inter-Faith
Forum sebagai salah seorang panelis, dimana Aku mendapatkan pesan dari Atang,
si sutradara Batutah, yang mengungkapkan juga akan hadir dalam acara tersebut.
Dengan
hasil nilai ujian termasuk salah satu dari 10 nilai tertinggi di Kabupaten Agam,
Aku hendak mendaftarkan diri ke SMA hanya untuk mendapati Amak memaksaku untuk
melanjutkan ke Madrasah Aliyah. Setelah mengurung diri selama 3 hari, Aku menerima
surat dari Pak Etek Gindo dan dengan setengah hati kuputuskan untuk melanjutkan
mondok ke Jawa.
Aku
berangkat naik bus menuju Pondok Madani dengan dipenuhi rasa was-was dalam
perjalanan. Setelah menyetelkan film Rambo, Pak Etek Gindo memutar kaset komedi
lokal yang sangat terkenal di Minang, yakni Yus Datuak Parpatiah yang bercerita
tentang Rapat Tikus. Sementara Ayah berbincang-bincang dengan Pak Sutan, Aku
merasa mual dan hendak muntah, namun tiba-tiba bus mogok. Dengan menaiki kapal
ferry, Kami tiba di Jawa dan disambut oleh Ismail, yang kemudian memandu kami
menuju pondok.
Bersama
dengan Raja dan Dul, Aku akhirnya tiba di PM, mendapatkan sambutan hangat dari
Burhan yang mempersilakan Kami untuk beristirahat setelah mengisi formulir.
Setelah mengikuti tur dari Kak Burhan, Aku mendapatkan informasi bahwa lusa
akan diadakan ujian seleksi dengan persentase kelulusan 20%. Satu hari setelah
hari H, 10 papan besar disusun di aula, dan namaku tertera di sana.
Mengikuti
arahan Ustad Salman, Aku dan murid lainnya mengucapkan “Man jadda wajada”
berkali-kali. Berada di Kelas 1-A, Aku duduk bersebelahan dengan Atang, dimana
Ustad Salman memulai perkenalan siswa, dengan Said Jufri sebagai Ketua Kelas.
Di
malam acara Pekan Perkenalan Siswa PM, Kiai Rais yang dikenal sebagai rennaisence
man memberikan pidato di hadapan seluruh murid, ditutup dengan Al-Fatihah dan
himne pondok.
Setibanya
di Al-Barq bersama 30 murid lainnya, Kak Iskandar mulai membacakan qanun
setelah bel berbunyi. Keesokan harinya, bersama dengan Atang, Dulmajid, Raja,
Baso, dan Said, Aku pergi ke koperasi sekolah untuk berbelanja keperluan wajib.
Sementara
Kami masih menggotong lemari di tengah lapangan, bel jam 5 berbunyi, membuat
asrama sepi. Dengan penuh was-was, kami melanjutkan perjalanan hingga tiba-tiba
seorang kismul-amni, yakni Rajab Sujai atau Tyson, menghentikan kami dan
memberikan peringatan sekaligus hukuman.
Setibanya
di kamar, kami segera berpakaian dan menuju masjid. Seperempat jam setelah shalat,
waktunya Kismul I’lam untuk pengumuman penerima wesel dan panggilan ke Mahkamah
Keamanan Pusat, dimana kamilah yang dipanggil. Setibanya di Kismul-Amni, kami
kembali diberikan peringatan sekaligus hukuman menjadi jasus.
Mendengar
peringatan Kak Is, kami segera beranjak memakai perlengkapan untuk pergi ke Masjid,
menyadarkanku bahwa sarung punya banyak kegunaan. Hal ini juga mengingatkanku
akan saat dimana aku ikutserta menemani ayah ke Pasar Matur untuk membeli sapi
kurban menggunakan budaya marosok.
Mengikuti
saran Said, Aku, Raja, Dulmajid, Atang, dan Baso, menggunakan kaki menara samping
masjid sebagai tempat berkumpul sambil belajar, membuat kami dijuluki sebagai Sahibul
Menara. Ini mengingatkanku akan menara masjid di kampungku dan juga Jam Gadang.
Hari
ini seorang kakak bersepeda putih dari bagian administrasi mengantarkan sebuah
surat padaku, dari Randai, konco palangkin-ku, mengungkapkan kebahagiannya
diterima di SMA Bukittinggi.
Disaat
Aku tengah gelisah disebabkan surat yang kuterima, Ustad Salman mengajak kami
keliling dunia dan mengungkapkan “Man shabara zhafira” dan “Going the extra
miles”. Mendengarkan kata-kata inspiratif Ustad Salman, membuatku membulatkan
tekad dengan tanda pentung sepuluh kali.
Enam
kali seminggu kami belajar lughah arabiah dibawah bimbingan Ustad Salman,
menggunakan metode “dengar, ikuti, teriakkan, dan ulangi lagi”, diawali dengan
Maa Haaza. Sementara pelajaran Taarikh oleh Ustad Surur, Alqur’an dan Hadits
oleh Ustad Faris, Khatul Arabi oleh Ustad Jamil, Mahfudzhat oleh Ustad Badil, dan
Bahasa Inggris oleh Ustad Karim.
Bagi
kami, kalimat thanks God it’s Friday bukanlah basa-basi, karna itulah hari
libur kami dengan menu makan daging. Juga bisa ijin plesir ke Ponorogo, Madiun,
atau tempat lainnya. Mengikuti ajakan Said, kami pergi untuk mendapatkan ijin
di Kantor Pengasuhan yang tengah dijaga Ustad Torik. Kami berangkat dengan
bersepeda, melambatkan laju sepeda saat lewat di pesantren putri dan mampir
sebentar di bioskop, dimana dalam perjalanan pulang, hujan lebat membuat kami
terlambat.
Setiap
selesai shalat shubuh, seorang kakak masuk ke kamar untuk memberikan kosakata
baru. Dan 2 kali seminggu, Kami berbaris di lapangan, bercakap-cakap antar
teman. Hingga pada suatu Jum’at, Aku yang setengah sadar mengucapkan kalimat
bahasa arab dan menyadari bermimpi menggunakan percakapan bahasa arab-inggris, telah
fasih berbahasa arab.
Mendengarkan
petuah Kiai Rais, kuingat Amak yang merupakan seorang idealis dan keras hati.
Setelah melantunkan syair Abu Nawas, kutuliskan surat untuk Amak sebagai
permintaan maaf sekaligus memohon restu.
Tiga
kali dalam seminggu selama 2 jam, semua murid mengikuti muhadharah, dan tibalah
gilaranku sebagai speaker. Dengan judul pidato The Decandence of the World, How
Islam Solve It, kubawakan pidatoku dengan penuh percaya diri mengikuti saran
teman-temanku.
Untuk
mengisi waktu luang aku bergabung sebagai wartawan di majalah kampus, syams.
Untuk olahraga, kupilih silat dan sepakbola. Dua kali seminggu, kuikuti lari
pagi bersama murid lainnya, yang merupakan kegiatan wajib. Pada suatu hari,
sebuah pengumuman mengungkapkan diadakannya pertandingan antara Klub Guru
melawan Kelas 6 Selection, dimana Kiai Rais juga ikutserta.
Salah
satu bagian penting qanun ialah informasi yang dikontrol dan disensor. Namun
kami dibolehkan mengirim surat untuk mendapatkan sumbangan majalah luar negeri.
Aku dan teman-temanku juga sering mengirim surat, dan Aku pun pernah
mendapatkan buku percakapan Indonesian-American English dari Radio Amerika.
Di
PM, tak boleh menonton TV, yang ada hanyalah siaran radio yang disiarkan melalui
pengeras suara. Mendapatkan berita Indonesia masuk semifinal dalam Piala
Thomas, Dulmajid bermaksud untuk mengajukan usul pada Ustad Torik selaku pemimpin
Kantor Pengasuhan agar membolehkan kami menonton pertandingan, dimana Kami
mengidolakan Icuk Sugiarto.
Menjelang
ujian, poster dan selebaran “maan najah” tersebar di mana-mana, disusul
sambutan dari Kiai Rais sebelum jaras musim ujian berbunyi. Jadwal diperketat
dan demam belajar menjalari setiap murid, dimana guru-guru juga berkeliling
untuk memberi pengarahan.
Aku
yang mengalami kesulitan dalam hafalan, mengikuti Sahirul Lail bersama Sahibul
Menara. Setelah berusaha semaksimal mungkin, kuikuti ujian lisan yang diawali
dengan Muthala’ah di hari pertama selama seminggu, disusul ujian tulis beberapa
hari kemudian.
Dengan
Kaligrafi dan Bahasa Inggris sebagai mata ujian terakhir, Aku dan yang lainnya
menikmati seminggu waktu santai, dimana Aku menerima surat dari Randai dan Pak
Etek Gindo. Bersama dengan Sahibul Menara, Aku terlibat perselisihan mengenai
bentuk awan yang kami saksikan.
Dengan
diumumkan hasil ujian, waktu liburan tiba, namun aku tidak pulang, begitu juga
Baso. Sore harinya, Aku dan Baso bersantai bersama Atang, yang baru akan
berangkat keesokan harinya, dimana Atang menawarkan agar kami ikut berlibur
bersamanya. Setibanya di Bandung, Kami pergi ke Masjid Unpad untuk memberikan
ceramah. Setelah berkeliling Bandung, kami pergi ke Surabaya untuk menerima
undangan Said, dimana Said juga mengajak kami berkeliling.
Sekembalinya
ke PM, kami mendapatkan informasi dari Kurdi bahwa seorang gadis cantik akan
berada di PM, tepatnya putri dari Ustad Khalid, namanya Sarah. Sarah menjadi
perbincangan setiap murid di mana-mana, membuatku ingin berkenalan dengannya,
namun Raja mengejek keinginanku itu.
Malam
ini, kamar kami bertugas sebagai bulis lail, dan setelah mendapatkan briefing,
Aku dan Dulmajid ditempatkan di pos pinggir sungai bambu. Aku dan Dulmajid
bercerita satu sama lain, namun kantuk telah mengalahkan kami hingga Tyson
datang membangunkan kami satu jam sebelum shubuh. Tak lama kemudian, Kami
mendapati sesosok hitam bergerak-gerak, sehingga kami tiupkan peluit dan
terlibat perkelahian dengan si hitam hingga tim elit Tapak Madani tiba.
Kami
mendapatkan piagam penghargaan dari Kiai Rais. Setelah beberapa kali
berkunjung, akhirnya Aku bertemu dengan Ustad Khalid, yang bersedia untuk diwawancara.
Dalam wawancara, Ustad Khalid mengungkapkan bahwa ia mewakafkan dirinya pada PM.
Segera kusampaikan Majalah yang diterbitkan pada Ustad Khalid, yang kemudian
menunjukkannya pada istri, dan anaknya, Sarah.
Dengan
penuh cemas kuhadapkan diri pada Ustad Torik di KP hanya untuk mendapati bahwa
aku mendapatkan tugas memotret keluarga Ustad Khalid. Acara pemotretan
berlangsung baik, meskipun Aku sempat lupa memasukkan filmnya, dimana Aku
memberanikan diri untuk mendapatkan foto bersama mereka.
Setelah
berbincang-bincang dengan Ustad Salman untuk memastikan informasi bahwa beliau menguasai
bahasa Arab, Inggris, Francis, dan juga Belanda, kontes foto antar kelas
diadakan.
Karna
tidak mendapatkan wesel, aku yang berada dalam daftar muflis, mendapatkan
sebuah paket berisi rendang disertai surat dari Amak, sementara Said
mendapatkan paket berisi cemilan dan kopi.
Dengan
selesainya ujian akhir tahun, tibalah Final Piala Madani, dimana juara
bertahan, Al-Manar, berhadapan dengan Al-Barq di final. Skor 2-2 mengakhiri
babak pertama dan tetap bertahan hingga babak kedua hampir habis, dimana disaat
itulah Aku diturunkan menggantikan pemain inti yang cedera. Kami mendapatkan
kemenangan dengan piala, namun Aku harus dirawat di rumah sakit. Setelah
diumumkannya hasil ujian, liburan panjang pun tiba.
Pada
Desember 2003, seorang gadis cantik beraksen British menawarkan menu padaku, disusul
pengumuman bahwa pesawat akan segera tiba di Heathrow, London.
Setelah
dari dapur umum, kami menghadiri pidato sambutan Kiai Rais pada kami yang
menginjak kelas 6, dimana Kiai Rais mengingatkan kami agar belajar keras untuk
Imtihan sekeras mempersiapkan Class Six Show.
PM
sangat menekankan keikhlasan, dimana kata ikhlas merupakan obat yang manjur, yang
merawat hati dan memperkuat raga. Saat duduk di kelas lima, beberapa murid
diberikan posisi kepemimpinan, dimana Said diangkat menjadi ketua tukang
sensor, Raja dan Baso menjadi Penggerak Bahasa Pusat, Atang menjadi Dewan
Kesenian Pusat, Dulmajid menjadi salah satu redaktur majalah syams, sementara
Aku dihadapkan pada pilihan menjadi Penggerak Bahasa Asrama Cordova atau
Redaktur Majalah Syams.
Tidak
nyaman menjadi Penggerak Bahasa Asrama, Aku segera meminta posisi Redaktur
bersama Dulmajid, dimana kuterima surat dari Randai yang mengungkapkan bahwa ia
diterima di ITB.
Memenuhi
panggilan KP, kutemui Ustad Torik yang tengah membolak-balik “Catatan Perilaku
Angkatan 1988”, menugaskanku sebagai Student Speaker di depan McGregor, Dubes Inggris.
PM memang sering kedatangan tamu, dan tamu perempuan selalu menyita perhatian,
dimana suatu sore sepeda kuning menghampiri asrama kami, mengungkapkan pada Zamzam
akan kunjungan keluarganya, yang terdiri dari beberapa gadis cantik seusiaku.
Kadang pula ada kunjungan persahabatan dari pondok putri.
Terinspirasi
dari Amak, Aku juga berkawan dengan diari-diariku. Menanggapi acara Milad 70 tahun
PM, kami menjadi wartawan harian Kilas 70. Suatu hari Aku mendapatkan tugas
mewawancarai Panglima ABRI Jenderal Subono yang mengidolakan Thariq bin Ziad. Dalam
acara penutupan, kami menjalankan misi Kilas 70 instant untuk Presiden atas
saran Ustad Salman.
Setelah
mendapatkan dorongan semangat dari Ustad Torik, kami sibuk menyiapkan rencana Class
Six Show dengan konsep Perjalanan Mengelilingi Dunia dalam Semalam yang
berjudul The Great Adventure of Ibnu Batutah, dimana Aku bertugas sebagai bendahara
pertunjukan.
3
hari kemudian, dalam acara evaluasi dan pembubaran panita, Aku kelepasan membicarakan
kepergian kami ke Surabaya, membuat Ustad Torik memanggil kami ke KP. Aku,
Said, dan Atang, mendapatkan hukuman gundul. Setelah berfoto bersama atas saran
Said, kami merapikan potongan rambut pada Pak Narto.
Diantara
kami, Baso adalah yang terrajin dan terpintar, namun beberapa hari ini kudapati
ia murung dan sering menyendiri tanpa disibukkan dengan buku. Setelah
mendapatkan teguran, Baso yang telah menganggap kami sebagai keluarganya,
menceritakan keluh kesahnya.
Seminggu
setelah menceritakan kisahnya, Baso mengungkapkan keputusannya untuk
meninggalkan PM setelah menerima surat dari Pak Latimbang.
Kepergian
Baso membangkitkan kebimbanganku, ditambah surat-surat Randai, membuatku
akhirnya menuliskan sepucuk surat pada Amak dan Ayah. Kedatangan surat balasan
dari Amak diikuti oleh Ayah yang datang ke PM beberapa hari setelahnya, dimana
Ayah menyambutku dengan kata durian. Setelah Ayah pulang, Aku membuat janji
temu dengan Ustad Nawawi, salah satu ahlisetrum papan atas di PM.
Mendekati
imtihan nihai, Kiai Rais menyampaikan pidatonya sebagai tanda dimulainya Kamp Konsentrasi
di aula. Ditengah-tengah Kamp Konsentrasi, Said mengungkapkan filosofinya untuk
menjadi sedikit saja lebih baik dari orang lain. Setelah ujian lisan dan
disusul ujian tulis, ujian ditutup oleh ujian Peradaban Islam dengan sebuah
pertanyaan: ”Apa kisah sejarah Islam yang paling menginspirasimu? Beri kritik!”,
mengingatkanku akan Ibnu Rusyd. Menandakan berakhirnya ujian, Kiai Rais
memimpin acara Malam Syukuran Ujian Akhir.
Dua
minggu berlalu sejak berakhirnya ujian, dimana kami juga melakukan rihlah iqtishadiyah
berkeliling jawa timur. Setelah pengumuman kelulusan, tibalah acara khutbatul
wada’, yang disertai ratusan ribu jabatan tangan. Keesokan harinya, Aku dan
yang lainnya beranjak pergi meninggalkan PM.
Aku
menjelajahi Trafalgar Square, London, melalui tourist guide, dan akhirnya
bertemu dengan Raja dan Atang di Nelson’s column. Kami menginap di apartement
Raja, dimana Atang menceritakan kisah anggota Shahibul Menara yang lain setelah
11 tahun berlalu. Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan
berhasil...
Note:
- dikhususkan bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat]
- bagi yang belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.