Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat
by: Cindy Adams
Sukarno merupakan seorang seniman yang mengagumi keindahan, dimana ia
menjadi bulan-bulanan media surat kabar Amerika, padahal Soekarno sendiri
berteman baik dengan John F. Kennedy. Sesuai anjuran dokter, Sukarno berusaha
mendapatkan kesenangan dengan menyalurkan kekagumannya terhadap keindahan untuk
mengatasi rasa kesepian disebabkan mendapatkan perlakuan khusus dari rakyatnya,
seperti misalnya melihat gadis-gadis jelita.
Beliau dilahirkan di Surabaya pada saat fajar menampakkan diri, tanggal 6
Juni 1901, bersamaan denga meletusnya gunung Kelud. Ibu dari keturunan
bangsawan, bernama Idayu, dan ayah bernama Raden Sukemi Sosrodiharjo, keturunan
sultan kediri.
Hidup
dalam kemiskinan, Beliau terkena
penyakit tipes, sehingga Sang Ayah mengganti nama beliau menjadi Sukarno, yang
terinspirasi dari pahlawan Mahabartha bernama Karna. Beliau kemudian dirawat
oleh neneknya di Tulungagung, dimana Sang Ayah memindahkan Sukarno ke Sekolah Belanda saat kelas 5, dan Sukarno
jatuh cinta pada Rika Meelbuysen. Atas usaha Sang Ayah, Sukarno melanjutkan
sekolah di Hogere Burger School di Surabaya, dititipkan pada H.O.S.
Cokroaminoto.
Sukarno
menempati kamar gelap dan sempit, seringkali kekurangan uang dan meminta bantuan
dari kakak iparnya. Saat liburan, Sukarno pulang ke rumah orangtuanya dan pergi
mengunjungi seorang teman, dimana Gunung Kelud menampakkan amarahnya. Sukarno
seringkali meminjam buku Theosofi hingga akhirnya mendirikan perkumpulan dengan
nama Tri Koro Darmo, disusul oleh Jong Java yang sering mengadakan kegiatan
sosial. Setelah mendapatkan penolakan keras dari Ayah Mien Hessels, Sukarno
melamar Utari, putri Cokroaminoto. Mengikuti ke mana pun Cokroaminoto pergi,
Sukarno mendapatkan banyak pelajaran darinya, sehingga Sukarno diangkat menjadi
pemimpin Jong Java.
Mendaftar
di Sekolah Teknik Tinggi Bandung, Sukarno memutuskan mengenakan peci sebagai lambang
kebangsaan dalam pertemuan Jong Java, dimana Sukarno tinggal di kediaman Pak
Sanusi, yang merupakan kenalan Pak Cokro. Mengetahui bahwa Pak Cokro ditahan
oleh Belanda, Sukarno segera kembali ke Surabaya. Tidak bahagia atas pernikahan
yang dijalani, Sukarno menceraikan Utari dan memulai percintaannya dengan Inggit.
Seringkali
Sukarno tidak masuk kuliah dikarenakan pikirannya tersibukkan oleh penderitaan
masyarakat, yang ia sebut Marhaen. Dalam sebuah pertemuan antar para pemimpin
organisasi, Sukarno tak mampu menahan pidato-pidatonya, membuatnya menjadi buah
bibir masyarakat sekaligus incaran polisi. Dengan ketidakbagusan dalam
akademis, Sukarno menyadari bahwa apa yang dipelajarinya bertujuan untuk
mengekalkan penguasaan Belanda terhadap Indonesia. Dan pada 25 Mei 1926,
Sukarno mendapatkan gelar Ingenieur.
Meskipun
menerima banyak penawaran di bidang Arsitektur, Sukarno menolak penawaran
dengan tegas dikarenakan tidak mau bekerja dibawah pemerintahan Belanda. Sukarno
menerima tawaran pekerjaan sebagai guru, yang berlangsung singkat. Bersama Ir.
Anwari, Sukarno mendirikan biro pertamanya dan menekankan masyarakat untuk
menggunakan Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari sebagai bahasa
persatuan. Sebagai seorang sosialis, Sukarno membentuk perkumpulan studi yang
kemudian menerbitkan majalah “Suluh Indonesia Muda”.
Bersama
6 orang kawannya, Sukarno mendirikan PNI pada 4 Juli 1927, dengan semboyan “Indonesia
merdeka SEKARANG”. Dalam menyampaikan pidato, Sukarno harus menggunakan
pribahasa isyarat, dan melakukan pertemuan secara sembunyi-sembunyi, biasanya
di tempat pelacuran, bahkan menjadikan para pelacur sebagai anggota partai. Pada
Desember 1928, federasi partai didirikan, yakni PPPKI. Saat berpidato di Madiun
ditemani Ali yang baru dikeluarkan dari penjara, Sukarno mendapatkan peringatan
keras dari kepolisian.
Dalam
pertemuan di Solo, Sukarno ditemani oleh Gatot dan Suhada, dengan menginap di
rumah Suyudi, dimana polisi mengepung rumah tersebut untuk melakukan penangkapan.
Sukarno dibawa ke Margangsan sebelum dikirim ke penjara Bantjeuj.
Setelah
40 hari hanya bertemankan cicak, Sukarno diizinkan bertemu dengan Inggit. Polisi-polisi
Indonesia yang bertugas mengawasi penjara berpihak padanya, terutama Sariko, yang
menyediakan surat kabar, dan Sukarno bagikan pada yang lain. Sukarno dan
kawan-kawannya di penjara harus membersihkan sel mereka agar tidak terkena
hukuman jika ada pemeriksaan.
16
Juni 1930, diumumkan bahwa Sukarno akan dihadapkan ke pengadilan, dan 18
Agustus 1930, Sukarno mengungkapkan pembelaannya yang kemudian dikenal dengan
sebutan “Indonesia Menggugat”. Setelah 19 kali persidangan, diputuskan bahwa
Sukarno dihukum 4 tahun penjara.
Di
penjara Sukamiskin nomor sel 233, Sukarno tidak dibiarkan berkumpul dengan
teman-temannya, pekerjaannya ialah menggaris buku catatan. Meski begitu,
Sukarno tetap bisa mendapatkan informasi melalui Inggit yang dibolehkan
mengantarkan makanan 2 kali dalam seminggu. Dalam kesuraman penjara, Sukarno
melatih mentalnya dengan membaca buku-buku agama. Namun Sukarno tak mampu
menahan tangis ketika mengetahui bahwa partai yang didirikannya, PNI, terpecah.
Atas protes-protes yang diajukan pada kehakiman, hukuman diturunkan menjadi 2
tahun, dan Sukarno keluar penjara pada 31 Desember 1931.
Kebebasan
Sukarno mendapatkan sambutan hangat disertai selametan, dimana Sukarno segera melakukan
pertemuan dengan Hatta untuk menyelesaikan permasalahan partai. Namun Sukarno
tak menemukan kecocokan dengan Hatta, sehingga ia masuk partai Partindo dan menjadi
ketua partai tersebut. Bersama Ir. Rooseno, Sukarno kembali mendirikan biro arsiteknya.
Sukarno juga kembali berpidato di hadapan rakyat, membuatnya kembali jadi incaran
polisi, dan akhirnya ditangkap.
Diasingkan
ke Pulau Bunga, di kampung Ambugaga, Endeh, Sukarno ditemani oleh keluarganya,
dimana Sang Mertua, Ibu Amsi, meninggal dunia beberapa bulan kemudian. Dilanda
kekosongan, Sukarno menulis cerita sandiwara dari tahun 1934-1938, menghasilkan
12 buah karya. Sukarno juga menyusun perkumpulan Sandiwara Kelimutu, dimana
semua anggotanya adalah laki-laki. Sukarno tidak lepas dari pengawasan polisi
yang selalu berada 60 meter darinya. Dalam pengasingan, Sukarno membersihkan
diri dari takhayul dan menghadapi rasa takut yang mengganggu pikirannya.
Dikarenakan
terjangkit malaria, pada Februari 1938, Sukarno dipindahkan ke Bengkulu, Sumatera
Selatan. Di sana, Sukarno menerima tawaran sebagai guru sekolah Muhammadiyah
dan seringkali dimintai nasehat oleh orang-orang, dimana kedekatan beliau
dengan seorang gadis 15 tahun, membuat Inggit cemburu. Sukarno juga menulis
artikel yang pada awalnya menggunakan nama samaran.
Pada
12 Februari 1942, Jepang menyerbu Sumatera, dan Sukarno segera dipindahkan ke
Padang sebelum dikirim ke Australia. Dimana dalam perjalanan, Sukarno
menyaksikan Belanda menjalankan politik bumi-hangusnya. Untuk tiba di Padang, Sukarno
dan keluarganya harus berjalan kaki sejauh 300 km melewati hutan, ditemani 6
orang pengawal. Namun setibanya di Padang, mereka mendapati kapal yang
direncanakan telah hancur dan tak ada pesawat yang tersisa, sehingga Sukarno
ditinggalkan begitu saja. Sukarno segera menemui Waworuntu, yang menyambutnya
dengan hangat, dimana Sukarno kemudian mengumpulkan orang banyak untuk
memberikan himbauan.
Kedatangan
Jepang mendapatkan sorak sorai penduduk. Dan keesokan harinya, Sukarno
didatangi oleh Sakaguchi yang bersikap hormat padanya, mengajaknya untuk
bekerjasama. Sukarno menghadiri undangan kolonel Fujiama di Bukittinggi dan menerima
perjanjian kerjasama. Dimana Sukarno memberikan solusi bagi permasalahan yang
dimiliki Jepang, seperti makanan dan wanita.
Atas
perintah dari Jendral Imamura, Sukarno diberangkatkan ke Jakarta, dimana beliau
terhambat di Palembang. Sebulan kemudian, menggunakan perahu motor, Sukarno berangkat
menuju Jakarta bersama yang lainnya, dimana beliau disambut oleh Anwar dengan
penuh haru.
Sukarno
segera melakukan pertemuan dengan Hatta, ditemani oleh Syahrir, yang menjadi
pelopor gerakan bawah-tanah, sementara Sukarno dan Hatta bergerak secara
terang-terangan. Tidak puas duduk di belakang meja, Sukarno pergi menemui Jendral
Imamura. Dan pada bulan Maret, PUTERA didirikan dibawah kepemimpinan beliau. Sukarno
menggunakan organisasi tersebut untuk memberikan penyuluhan terhadap rakyat dalam
memecahkan masalah-masalah mereka, dimana Jepang memberikan fasilitas untuk
beliau dalam menyampaikan podato-pidatonya. Namun Jepang tak sepenuhnya
memercayai beliau, bahkan beliau sempat dimasukkan ke Kenpetai.
Di
tahun 1943, kesehatan beliau tidaklah terbilang baik, Sukarno terkena malaria
dan panyakit ginjal, ditambah persoalannya dengan Inggit yang semakin suram. Dan
pada bulan Juni, Sukarno resmi menikah dengan Fatma secara nikah wakil, dimana
setahun kemudian Fatmawati melahirkan putera mereka, Guntur Sukarno Putera. Tak
lama kemudian, Sang Ayah meninggal dunia.
Terimakasih atas Pembelian Buku Original-nya!!
Note:
- dikhususkan
bagi yang sudah membaca bukunya [sebagai pengingat]
- bagi yang
belum membaca bukunya, amat disarankan untuk membacanya [jika tertarik], sebab
setiap penulis memiliki cara penyampaiannya sendiri-sendiri.